Sistem Peradilan Internasional

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Sistem Peradilan Internasional. Sistem peradilan internasional merupakan komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Dari pengertian tersebut, diketahui bahwa adanya sistem peradilan internasional dimaksudkan untuk membangun sebuah keadilan internasional bagi seluruh negara yang ada di dunia. Sama halnya dengan sistem peradilan yang berlaku di Indonesia atau di negara-negara lain di dunia, sistem peradilan internasional juga memiliki hak dan wewenang.

Sistem peradilan internasional
dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan maksud untuk mendukung salah satu dari upaya PBB dalam mencapai tujuannya, yaitu menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  • preventive diplomacy, yaitu suatu tindakan untuk mencegah suatu sengketa timbul dan semakin meluas di antara para pihak. 
  • peace making, yaitu suatu tindakan yang mengupayakan agar pihak yang bersengketa untuk saling sepakat dan damai. 
  • peace keeping, yaitu suatu upaya untuk memelihara perdamaian sekaligus kesepakatan partisipasi pihak yang berkepentingan. 
  • peace building, yaitu suatu upaya untuk memperkuat perdamaian agar konflik yang telah didamaikan tidak kembali berseteru. 
  • peace enforcement, yaitu sebuah upaya untuk meminta wewenang Dewan Keamanan PBB memberikan sanksi apabila terdapat tindakan yang memberi ancaman terhadap perdamaian atau adanya agresi.


Komponen Sistem Peradilan Internasional. Sebagai suatu sistem, peradilan internasional memiliki komponen-komponen sehingga fungsi dari sistem peradilan internasional tersebut dapat berjalan dengan baik. Komponen-komponen dari sistem peradilan internasional adalah sebagai berikut :

1. Mahkamah Internasional.
Mahkamah Internasional atau Interbational Court of Justice adalah kelanjutan dari Mahkamah Tetap Peradilan Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal XIV Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Mahkamah Internasional didirikan pada tahun 1945, berkedukan di Den Haag Belanda, dan merupakan salah satu organ  yang sangat penting dari PBB.

Komposisi hakim dalam Mahkamah Internasional diatur dalam Pasal 9 Statuta Mahkamah Internasional, yang pada intinya menjelaskan bahwa :
  • komposisi hakim Mahkamah Internasional terdiri atas 15 orang hakim, dengan masa jabatan 9 tahun. 
  • ke-15 calon hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. 
  • pemilihan hakim Mahkamah Internasional dilakukan oleh Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB, yang secara independen melakukan pemungutan suara untuk memilih hakim Mahkamah Internasional. 
  • para calon hakim Mahkamah Internasional yang memperoleh suara terbanyak terpilih menjadi hakim Mahkamah Internasional. Biasanya lima hakim Mahkamah Internasional dipilih dari negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia).

Selain 15 hakim Mahkamah Internasional tersebut, dalam ketentuan Pasal 32 Statuta Mahkamah Internasional, dimungkinkan dibentuknya hakim ad hoc, yaitu :
  • terdiri atas dua orang hakim yang diusulkan oleh negara yang bersengketa. 
  • kedua hakim ad hoc tersebut, selanjutnya bersama-sama dengan ke-15 hakim tetap Mahkamah Internasional, memeriksa dan memutuskan perkara yang disidangkan.

Wewenang Mahkamah Internasional bersifat fakultatif, maksudnya adalah bahwa bila terjadi suatu sengketa antara dua negara, intervensi Mahkamah Internasional baru dapat terjadi bila negara-negara yang bersengketa dengan persetujuan bersama membawa perkara itu ke Mahkamah Internasional. Tanpa adanya persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa, wewenang Mahkamah Internasional tidak akan berlaku terhadap sengketa tersebut.

Wewenang Mahkamah Internasional diatur dalam Bab II Statuta Mahkamah Internasional. Dalam menyelesaikan tugasnya, Mahkamah Internasional memiliki dua kewenangan, yaitu :
  • menyelesaikan sengketa "Contentions Case". 
  • memberikan nasehat, pendapat atau pertimbangan "advisory opinion" dalam memecahkan masalah hukum internasional. 
  • menganjurkan Dewan Keamanan PBB untuk bertindak kepada salah satu pihak yang tidak menghiraukan keputusan Mahkamah Internasional.

Kewenangan utama Mahkamah Internasional adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional, dengan didasarkan pada :

1. Ratione Personae.
Ratione personae, maksudnya adalah siapa yang berhak mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional. Ketentuan Pasal 34 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, menyebutkan bahwa :

"hanya negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di muka Mahkamah Internasional."


Hal tersebut berarti bahwa subyek hukum dalam Mahkamah Internasional adalah negara. Individual atau organisasi-organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa di muka Mahkamah Internasional. Namun demikian, dalam ketentuan Pasal 34 ayat (2) dan (3) memberikan kemungkinan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional.

Terdapat tiga kategori negara yang dapat beracara di Mahkamah Internasional, yaitu :
  1. Negara anggota PBB. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional dan Pasal 93 ayat (1) Piagam PBB, di mana negara anggota PBB otomatis memiliki hak untuk beracara di Mahkamah Internasional. 
  2. Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota Statuta Mahkamah Internasional. Negara kategori yang kedua ini, dapat beracara di Mahkamah Internasional apabila telah memenuhi persyaratan yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB atas dasar pertimbangan Majelis Umum PBB, yaitu bersedia menerima ketentuan dari Statuta Mahkamah Internasional, Pasal 94 Piagam PBB, dan segala ketentuan berkenaan dengan Mahkamah Internasional.
  3. Negara bukan anggota Statute Mahkamah Internasional. Negara kategori yang ketiga ini, dapat beracara di Mahkamah Internasional dengan keharusan membuat deklarasi bahwa akan tunduk pada semua ketentuan Mahkamah Internasional dan Pasal 94 Piagam PBB.

2. Ratione Material.
Ratione material, maksudnya adalah mengenai jenis sengketa yang dapat diajukan (obyek hukum Mahkamah Internasional). Ketentuan Pasal 36 (1) Statuta Mahkamah Internasional, menyebutkan bahwa :

"wewenang Mahkamah Internasional meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya, terutama yang terdapat dalam piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi yang berlaku."


Semua permasalahan yang disidangkan dalam Mahkamah Internasional akan ditangani dan diputuskan oleh hakim-hakim yang memiliki keahlian dan kelebihan sesuai dengan kasusnya. Keputusan yang diambil sah, apabila persidangan dihadiri setidaknya oleh sembilan orang hakim. Keputusan diambil melalui suara terbanyak, dan apabila terjadi seri atau sama kuat dalam pengambilan suara, maka keputusan ditentukan oleh suara dari Ketua Mahkamah Internasional.

Negara yang beracara dalam Mahkamah Internasional dapat menerima keputusan Mahkamah Internasional tersebut melalui : 
  • perjanjian khusus. 
  • penundukan diri. 
  • pernyataan penundukan. 
  • penafsiran putusan. 
  • perbaikan putusan.

Sumber hukum yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam membuat suatu keputusan hukum adalah :
  • konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-negara yang sedang berselisih. 
  • kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum. 
  • asas-asas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban.
  • keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum.

Mahkamah Internasional dapat membuat keputusan "ex aequo et bono", maksudnya adalah sesuai dengan apa yang dianggap adil, apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju.


2. Mahkamah Pidana Internasional.
Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court didirikan pada tanggal 17 Juli 1998, dan disahkan pada Juli 2002, yang berkedudukan di Den Haag Belanda. Tujuan didirikannya Mahkamah Pidana Internasional adalah :
  • mewujudkan supremasi hukum internasional.
  • memastikan bahwa pelaku kejahatan berat harus ditindak pidana sesuai dengan sistem peradilan internasional.

Kewenangan Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terbatas pada pelaku kejahatan berat terhadap warga negara. Terdapat tiga jenis kejahatan berat yang dapat ditangani oleh Mahkamah Pidana Internasional, yaitu :
  • kejahatan genosida (the crime of genocide). 
  • kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). 
  • kejahatan perang (war crimes).

Untuk dapat dikatakan sebagai kejahatan perang (war crimes), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
  • tindakan yang didasarkan pada rencana kejahatan perang. 
  • semua tindakan terhadap manusia, seperti pembunuhan yang berencana, melakukan penyiksaan dan merampas harta benda. 
  • kejahatan serius yang melanggar hukum konflik bersenjata dengan menyerang masyarakat sipil, melakukan pengrusakan dan pemboman di suatu daerah dan menghancurkan bangunan tertentu. Dalam melakukan kekejaman tersebut, objek yang diserang adalah bukan militer yang tidak bersenjata. 
  • kejahatan agresi yang memberi ancaman serius terhadap perdamaian.


3. Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional.
Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional atau The International Criminal Tribunals And Special Courts merupakan lembaga yang berwenang mengadili para tersangka dengan kasus kejahatan berat yang sifatnya tidak permanen. Kewenangan Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional  adalah :
  • menangani tindak kejahatan perang dan genosida, tanpa melihat belum atau sudahkah negara pelaku kejahatan tersebut meratifikasi Statuta Mahkamah Pidana Internasional.

Contoh Panel Khusus Pidana Internasional dan Spesial Pidana Internasional yang pernah dilakukan adalah :
  • International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB pada tahun 1994. 
  • International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), yang dibentuk pada tahun 1993. 
  • Special Court for Iraq (SCI) : Toward a Trial for Saddom Hussein and Other Top Booth Leaders
  • Special Court for East Timor (SCET)
  • Special Court for Leone (SCSL).


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian dan komponen sistem peradilan internasional.

Semoga bermanfaat.