Faktor-Faktor Resiliensi : Faktor Pembentuk Berikut Aspek Yang Ada Pada Resiliensi, Serta Faktor Yang Dapat Meningkatkan Resiliensi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :

Resiliensi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan peran dari berbagai faktor individual maupun sosial atau lingkungan, yang mencerminkan kekuatan dan ketangguhan seorang individu untuk bangkit dari pengalaman emosional negatif saat menghadapi situasi sulit yang menekan dalam hidup yang dijalaninya. Karen Reivich dan Andrew Shatte, dalam "The Resilience Faktor, 7 Essential Skill for Overcoming Life's Inevitable Obstacle", menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi yang sulit.

Faktor Pembentuk dan Aspek yang Ada Pada Resiliensi
. Lebih lanjut Karen Reivich dan Andrew Shatte menjelaskan bahwa resiliensi dibentuk dari tujuh kemampuan yang berbeda dan hampir tidak ada satu orang individupun yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik. Tujuh kemampuan yang dimaksud oleh Karen Reivich dan Andrew Shatte adalah sebagai berikut :

1. Regulasi Emosi.
Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang meskipun di bawah tekanan. Seorang individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Dua hal penting terkait dengan regulasi emosi, adalah :
  • ketenangan (calming).
  • fokus (focusing).
Seorang individu yang mampu mengelola kedua keterampilan tersebut akan dapat membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu, dan mengurangi stres.

2. Pengendalian Impuls.
Pengendalian impuls merupakan kemampuan seorang individu dalam mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri seorang individu tersebut. Seorang individu dengan pengendalian impuls rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang cenderung mengendalikan perilaku dan pikiran mereka. Seorang individu yang demikian seringkali mudah kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif, dan berperilaku agresif pada situasi-situasi yang tidak terlalu penting.
3. Optimisme.
Optimis mencerminkan seorang individu yang resilien. Mereka memiliki harapan pada masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah hidupnya. Optimisme mengimplikasikan bahwa seorang individu percaya bahwa ia dapat menangani masalah-masalah yang muncul pada masa yang akan datang.

4. Empati.
Empati merepresentasikan bahwa seorang individu mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empati mencerminkan seberapa baik seorang individu mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain. Seorang individu yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif.

5. Analisis Penyebab Masalah.
Konsep yang berhubungan erat dengan analisis penyebab masalah adalah gaya berpikir, yaitu cara yang biasa digunakan seorang individu untuk menjelaskan sesuatu hal yang baik dan buruk yang terjadi pada dirinya. Gaya berpikir dapat dibedakan dalam tiga hal, yaitu :
  • personal (saya - bukan saya), seorang individu yang berpikir "saya" adalah individu yang cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya seorang individu dengan gaya berpikir "bukan saya", meyakini penjelasan eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 
  • permanen (selalu - tidak selalu), seorang individu yang pesimis cenderung berasumsi bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus berlangsung. Sedangkan seorang individu yang optimis cenderung berpikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidak-berhasilan sementara.
  • pervasive (semua - tidak semua), seorang individu dengan gaya berpikir "semua", melihat kemunduran atau kegagalan pada satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya. Sedangkan seorang individu dengan gaya berpikir "tidak semua", dapat menjelaskan secara rinci penyebab dari masalah yang ia hadapi. Seorang individu yang paling resilien adalah seorang individu yang memiliki fleksibilitas kognisi dan dapat mengidentifikasi seluruh penyebab yang signifikan dalam permasalahan yang mereka hadapi tanpa terperangkap dalam explanatory style tertentu.

6. Efikasi Diri.
Efikasi diri merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga dapat berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Seorang individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan tidak berhasil. 

7. Peningkatan Aspek Positif.
Resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Seorang individu yang meningkatkan aspek positif dalam hidup, mampu melakukan dua aspek di bawah ini dengan baik, yaitu :
  • mampu membedakan resiko yang realistis dan tidak realistis.
  • memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan.
Seorang individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.


N.J. Davis, dalam "Resilience : Status of Research and Research Based Program", menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor pembentuk resiliensi, yaitu :

1. Faktor Resiko.
Faktor resiko mencakup hal-hal yang dapat menyebabkan dampak buruk atau menyebabkan seorang individu mengalami gangguan perkembangan atau gangguan psikologis.

2. Faktor Pelindung.
Faktor pelindung merupakan faktor yang bersifat menunda, meminimalkan, bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif. Terdapat tiga faktor pelindung yang berhubungan dengan resiliensi pada seorang individu, yaitu :
  • faktor individual, adalah segala faktor yang bersumber dari dalam individu itu sendiri, seperti sociable, self confident, self efficacy, harga diri yang tinggi, memiliki bakat, dan lain sebagainya.
  • faktor keluarga, maksudnya adalah keluarga yang berhubungan dengan resiliensi, yaitu hubungan yang dekat dengan orang tua yang memiliki kepedulian dan perhatian, pola asuh yang hangat, teratur, dan kondusif bagi perkembangan individu, sosial ekonomi yang berkecukupan, serta memiliki hubungan harmonis dengan anggota keluarga lain.
  • faktor masyarakat sekitar, yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada seorang individu, yaitu mendapat perhatian dari lingkungan, aktif dalam organisasi kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal, dan lain sebagainya. 


M. Connor dan M.D. Davidson, dalam "Development of a New Resilience Scale : The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RSC)", menyebutkan bahwa resiliensi terbentuk dari tiga aspek utama, yaitu :
  • kegigihan (tenacity). Menggambarkan ketenangan hati, ketetapan waktu, ketekunan, dan kemampuan mengontrol diri seorang individu dalam menghadapi situasi yang sulit dan menantang.
  • kekuatan (strength). Menggambarkan kapasitas seorang individu untuk memperoleh kembali dan menjadi lebih kuat setelah mengalami kemunduran dan pengalaman di masa lalu.
  • optimisme (optimism). Merefleksikan kecenderungan individu untuk melihat sisi positif dari setiap permasalahan dan percaya terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial. Aspek ini menekankan pada kepercayaan diri individu dalam melawan situasi yang sulit.


Sedangkan menurut S.J. Wolin dan S. Wolin dalam "The Resilient Self How Survivors of Troubled Families Arise above Adversity", menyebutkan bahwa terdapat tujuh faktor atau aspek utama yang mendukung seorang individu untuk resiliensi, yaitu :
  • insight, merupakan proses perkembangan seorang individu dalam merasa, mengetahui, dan mengerti masa lalunya untuk kemudian mempelajari perilaku-perilaku yang lebih tepat.
  • independence, merupakan kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah, baik lingkungan ataupun situasi yang bermasalah.
  • relationships, merupakan hubungan antar individu. Seorang individu yang resilien akan mampu mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, serta memiliki role model yang baik.
  • initiative, merupakan keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya.
  • creativity, merupakan kemampuan untuk memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup.
  • humor, merupakan kemampuan seorang individu untuk mengurangi beban hidup dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun.
  • morality, merupakan kemampuan seorang individu untuk berperilaku atas dasar hati nuraninya. Seorang individu yang bermoral dapat memberikan kontribusinya dan membantu orang-orang yang membutuhkan.


Faktor yang Dapat Meningkatkan Resiliesi. Meningkatkan resiliensi merupakan hal yang penting karena akan dapat memberikan pengalaman bagi seorang individu dalam menghadapi permasalahan dan kesulitan dalam hidupnya, Menurut B. Bernard, dalam "Resiliency : What We Have Learned", menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat diberikan lingkungan untuk meningkatkan resiliensi seorang individu, yaitu :

1. Caring Relationship.
Caring relationship adalah dukungan cinta yang didasari oleh kepercayaan dan cinta tanpa syarat. Caring relationship dikarakteristikkan sebagai dasar penghargaan yang positif. Contoh : tersenyum, memegang pundak, dan memberi salam.

2. High Expectation Massages.
High expectation massage adalah harapan yang jelas dan terpusat kepada seorang individu. Harapan yang jelas merupakan petunjuk dan berfungsi mengatur di mana orang dewasa memberikan harapan tersebut untuk perkembangan seseorang. Harapan yang positif dan terpusat mengomunikasikan kepercayaan yang mendalam dari orang dewasa dalam membangun resiliensi dan membangun kepercayaan dan memberikan tantangan untuk membuat seseorang menjadi apa yang mereka inginkan.

3. Opportunities for Participation and Contribution.
Opportunities for participation and contribution merupakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki tanggung jawab, dan kesempatan untuk menjadi pemimpin, Di samping itu, opportunities for participation and contribution juga memberikan kesempatan untuk melatih kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan faktor-faktor pembentuk berikut aspek yang ada pada  resiliensi, serta faktor yang dapat meningkatkan resiliensi.

Semoga bermanfaat.