Psikologi forensik merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari subyek dari segi kognitif, efektif dan perilaku dalam kaitannya dengan proses hukum. Menurut Adrianus Meliala, terdapat tiga disiplin ilmu yang paling berkontribusi dalam menyusun psikologi forensik, yaitu :
- Psikologi, memberikan sumbangan kajian psikologi klinis, sosial, dan perkembangan.
- Hukum, memberikan sumbangan mengenai hukum pidana dan hukum acara pidana.
- Kriminologi, memberikan sumbangan mengenai kajian viktimologi dan ilmu kepolisian.
di mana irisan dari ketiga bidang ilmu tersebut menjadi kajian dalam psikologi forensik.
Sedangkan orang yang berkecimpung dalam psikologi forensik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
- Ilmuwan psikologi forensik, yang bertugas melakukan kajian atau penelitian yang terkait dengan aspek-aspek perilaku manusia di dalam proses hukum.
- Praktisi psikologi forensik, yang bertugas memberikan bantuan profesional berkaitan dengan permasalahan hukum.
Pengertian Psikologi Forensik. Para ahli mengartikan psikologi forensik, diantaranya adalah :
1. Rizky.
Psikologi forensik adalah semua pekerjaan psikologi yang secara langsung membantu pengadilan, pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum, fasilitas-fasilitas kesehatan mental koreksional, forensik, dan badan-badan administratif, yudikatif, dan legislatif yang bertindak dalam sebuah kapasitas yudisial.
2. Bartol dan Bartol.
Psikologi forensik adalah upaya penelitian yang memeriksa aspek perilaku manusia yang terkait dengan proses hukum dan peradilan (seperti memori dan kesaksian, pembuatab keputusan hakim dan juri, perilaku kriminal), dan penerapan profesi psikologi dalam dan/atau berkaitan dengan sistem hukum, yang mencakup sistem hukum pidana dan perdata, serta interaksi antara keduanya.
3. Needs.
Psikologi forensik adalah aplikasi metode, teori, dan temuan empiris dari berbagai area ilmu psikologi pada konteks dan kebutuhan proses hukum pidana dan perdata.
2. Bartol dan Bartol.
Psikologi forensik adalah upaya penelitian yang memeriksa aspek perilaku manusia yang terkait dengan proses hukum dan peradilan (seperti memori dan kesaksian, pembuatab keputusan hakim dan juri, perilaku kriminal), dan penerapan profesi psikologi dalam dan/atau berkaitan dengan sistem hukum, yang mencakup sistem hukum pidana dan perdata, serta interaksi antara keduanya.
3. Needs.
Psikologi forensik adalah aplikasi metode, teori, dan temuan empiris dari berbagai area ilmu psikologi pada konteks dan kebutuhan proses hukum pidana dan perdata.
Ruang Lingkup Psikologi Forensik. Menurut Nietzel dan Bernstein menyebutkan ada lima bidang yang ditawarkan dalam psikologi forensik yang menjadi ruang lingkupnya, yaitu :
- Kompetensi untuk menjalankan pemeriksaan/persidangan dan tanggung jawab kriminal.
- Kerusakan psikologis dalam pemeriksaan sipil.
- Kompetensi sipil.
- Otopsi psikologi dan criminal profilling.
- Child custody atau hak asuh anak dan parental fitness (kelayakan sebagai orang tua).
Sedangkan para ahli psikologi forensik mengatakan yang menjadi eksplorasi psikologi forensik yang juga merupakan ruang lingkup psikologi forensik adalah :
- Psikologi perbuatan kriminal (psychology of criminal conduct), psikologi perilaku kriminal (psychology of criminal behavior), psikologi kriminal (criminal psychology), semua yang berhubungan dengan kajian psikologis tentang kriminalitas atau kejahatan (psychological study of crime).
- Psikologi klinis forensik (forensic clinical psichology), psikologi koreksional (correctional psychology), assesment dan penanganan atau rehabilitasi perilaku yang tidak diinginkan secara sosial.
- Mempelajari tentang metode atau teknik yang digunkan oleh badan kepolisian, antara lain psikologi polisi, ilmu perilaku, dan psikologi penyelidikan.
- Bidang psikologi dan hukum terutama difokuskan pada proses persidangan hukum dan sikap serta keyakinan partisipannya.
Sejarah Psikologi Forensik. Di Indonesia, psikologi forensik mulai masuk dan digunakan dalam penegakan hukum pada awal tahun 2000 an, atau tepatnya pada tahun 2003 dalam kasus Sumanto, pemakan mayat dari Purbalingga. Sejak saat itu, psikologi forensik terus mengalami perkembangan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Di dunia psikologi forensik telah lama dikenal. Peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah perkembangan psikologi forensik di dunia :
- Tahun 1878, Wilhem Wundt yang dianggap sebagai Bapak Psikologi, membuat kajian ilmiah atas mental manusia. Berawal dari hal inilah, para ahli psikologi selanjutnya mengembangkan kajian dari Wilhem Wundt tersebut dalam kajian-kajian psikologi dalam memahami perilaku kriminal dalam rangka membantu proses hukum.
- Tahun 1892, Hugo Munsterberg yang bekerja di bawah Wilhem Wundt, melakukan eksperimen penting yang hasilnya menunjukkan bahwa saksi dapat memberikan kesaksian yang tidak konsisten, bahkan bisa memberikan kesaksian palsu.
- Tahun 1895, James McKeen Cattell, seorang murid dari Wilhem Wundt, melakukan eksperimen pertama psikologi forensik di Columbia University mengenai distorsi keterangan saksi di Amerika.
- Tahun 1896, Alfred Binet melakukan replikasi riset dari James McKeen Cattell yang selanjutnya menjadi salah satu dasar perkembangan kajian atas kesaksian di Eropa. Alfred Binet juga mengembangkan alat tes psikologi, yang hingga sampai saat ini masih banyak digunakan dalam terapan psikologi.
- Tahun 1901, William Stern di Eropa juga melakukan eksperimen yang sama dengan yang dilakukan oleh James McKeen Cattell, yang hasilnya juga menunjukkan bahwa ada ketidak-akuratan kesaksian karena emosi yang dialami saksi. Penelitian yang dilakukan oleh James McKeen Cattell dan William Stern tersebut digunakan sebagai dasar perkembangan kajian mengenai memori dan kesaksian dalam proses peradilan.
- Tahun 1906, William Stern mengembangkan jurnal ilmiah mengenai penelitian psikologi kesaksian di Leipzig.
- Tahun 1908, Hugo Munsterberg mempublikasikan buku karangannya yang berjudul "On the stand", yang menjadi acuan ilmu psikologi forensik.
- Tahun 1922, William Marston yang merupakan murid dari Hugo Munsterberg, berhasil menemukan hubungan antara berbohong dengan denyut jantung. Penemuan inilah yang digunakan sebagai dasar pengembangan alat deteksi kebohongan atau polygraph.
- Tahun 1923, William Marston bersaksi di pengadilan sebagai saksi ahli pertama di Amerika Serikat. Sementara ahli psikologi yang tercatat sebagai saksi ahli di pengadilan yang pertama adalah Albert von Schrenck, seorang berkebangsaan Jerman pada tahun 1892. Albert von Schrenck memberikan keterangan ahli untuk menyampaikan pendapatnya tentang adanya karakter mudah mempengaruhi (suggestibility) pada saksi yang dapat merubah kesaksian seseorang di muka pengadilan.
- Tahun 1915, upaya psikologi dalam menjelaskan perilaku kriminal terus berkembang. Goddard mengatakan bahwa kejahatan sangat terkait dengan kelemahan psikologis, seperti problem emosional dan intelektual. Pernyataan Goddard ini setelah Sigmund Freud menjelaskan bahwa perilaku kriminal disebabkan pikiran patologis.
- Tahun 1915, berbagai upaya intervensi dalam konteks hukum dikembangkan sebagai kontribusi terapan psikologi. Grace Fernald bekerja dengan Willian Healy untuk memberikan diagnosa dan intervensi pada anak dengan persoalan kenakalan remaja.
- Tahun 1917, Lewis Terman menggunakan tes psikologi kepribadian untuk melakukan seleksi terhadap polisi.
- Tahun 1931, publikasi hasil riset psikologi forensik yang dilakukan oleh Burtt di artikel/ jurnalpsikologi legal.
- Tahun 1961, Torch menerbitkan buku teks psikologi forensik yang pertama kali.
- Tahun 1976, Tapp melakukan kajian literatur mengenai kontribusi psikologi forensik di Jurnal Annual Review of Psychology.
- Tahun 1982, Monahan dan Loftus melakukan review dan mengajukan tiga domain kontribusi dalam hukum, yaitu : 1. menguji asumsi yang mendasari proses-proses hukum seperti kompetensi memberikan kesaksian, 2. klarifikasi karakteristik proses hukum seperti peran hakim, pengacara, dan lain-lain, 3. memetakan sistem hukum formal yang berkaitan dengan proses hukum seperti sistem rehabilitasi mental narapidana. Kesimpulan dari review yang mereka lakukan adalah perlu diarahkannya usaha kontribusi psikologi untuk menyelaraskan usaha menguji penerapan teori dan menghasilkan teori baru.
- Tahun 1992, Kagehiro dan Laufer melakukan analisis isi atas berbagai penelitian yang terkait dengan topik psiko-legal, dan menemukan bahwa kira-kira sepertiga penelitian yang dilakukan pada masa itu telah mengkaji topik-topik seperti : keterangan ahli, pembuatan keputusan juru, dan kesaksian saksi mata.
Setalah tahun 1992, mulailah banyak bermunculan berbagai buku teks tentang psikologi forensik, seperti : Flin menyusun buku yang berjudul Kesaksian Anak tahun 1992, Jackson dan Bakerian dengan bukunya yang berjudul Pemrofilan Pelaku Kejahatan tahun 1997, Carson dengan bukunya yang berjudul Psikologi Dalam Konteks Hukum tahun 2007, dan lain sebagainya.
Semoga bermanfaat.