Dalam psikologi, istilah "resiliensi" digunakan untuk merujuk pada kemampuan seorang individu untuk bangkit dari pengalaman buruk (negatif), di mana hal tersebut mencerminkan kualitas bawaan atau hasil dari pembelajaran dan pengalaman dari individu yang bersangkutan. Desmita, dalam "Psikologi Perkembangan", menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan.
Dalam beberapa penelitian tentang resiliensi yang pernah dilakukan, terkadang seorang peneliti menggunakan istilah yang berbeda (tidak menggunakan istilah resiliensi), tetapi pada dasarnya menggambarkan mekanisme yang sama sebagaimana resiliensi, yaitu adaptasi terhadap stres. J. Ledesma dalam "Conceptual Frameworks and Research Models on Resilience in Leadership", menyebutkan bahwa beberapa istilah yang digunakan yang memiliki makna sebagaimana resiliensi diantaranya adalah :
- protective factor, yaitu menggunakan faktor resiko untuk beradaptasi. Misalnya seorang individu yang resilien adalah yang optimis, memiliki empati, insight, intellectual competence, self esteem, serta punya tujuan, tekad, dan ketekunan.
- compensatory, yaitu melihat resiliensi sebagai faktor yang menetralkan resiko, faktor resiko dan faktor pengganti yang secara independen berkontribusi pada outcome.
- challenge, yaitu menggunakan faktor resiko sebagai tantangan. Misalnya seorang individu yang resilien adalah yang mampu memecahkan masalah, memiliki kecenderungan untuk memahami pengalaman sebagai suatu yang positif bahkan ketika mereka menderita, memiliki kemampuan untuk berpikir positif pada orang lain, dan memiliki keyakinan untuk mempertahankan pandangan hidup yang positif.
Baca juga : Pengertian Resiliensi, Ciri-Ciri Individu Yang Memiliki Resiliensi, Serta Fungsi Resiliensi
Sumber Resiliensi. Menurut E.H. Grotberg, dalam "A Guide to Promoting Resilience in Children : Strengthening the Human Spirit", menyebutkan bahwa terdapat tiga sumber atau karakteristik dari resiliensi individu (three sources of resilience), yaitu :
1. I Have.
I have (external supports) adalah sumber resiliensi yang berhubungan dengan besarnya dukungan sosial yang diperoleh dari lingkungan sekitar, sebagaimana dipersepsikan atau dimaknai oleh seorang individu. Mereka yang memiliki kepercayaan rendah terhadap lingkungannya cenderung memiliki sedikit jaringan sosial dan beranggapan bahwa lingkungan sosial hanya memberikan sedikit dukungan kepadanya. I have memiliki beberapa kualitas yang dapat menjadi penentu bagi pembentukan resiliensi, sebagai berikut :
- hubungan yang dilandasi kepercayaan (trust).
- struktur dan peraturan yang ada dalam keluarga atau lingkungan rumah.
- model-model peran.
- dorongan seseorang untuk mandiri.
- akses terhadap fasilitas seperti layanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan kesejahteraan.
2. I Am.
I am (inner strengths) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi dalam diri seorang individu. Sumber ini mencakup perasaan, sikap, dan keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am dalam membentuk resiliensi adalah :
- penilaian personal bahwa diri memperoleh kasih sayang dan disukai oleh banyak orang.
- memiliki empati, kepedulian, dan cinta terhadap orang lain.
- mampu merasa bangga dengan diri sendiri.
- memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan dapat menerima konsekuensi terhadap segala tindakannya.
- optimis, percaya diri, dan memiliki harapan akan masa depan.
3. I Can.
I can (interpersonal and problem solving skill) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam memecahkan masalah menuju keberhasilan dengan kekuatan diri sendiri. I can berisi penilaian atas kemampuan diri yang mencakup kemampuan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial dan interpersonal. Sumber resiliensi ini terdiri dari :
- kemampuan dalam berkomunikasi.
- problem solving atau pemecahan masalah.
- kemampuan mengolah perasaan, emosi, dan impuls-impuls.
- kemampuan mengukur temperamen sendiri dan orang lain.
- kemampuan menjalin hubungan dengan penuh kepercayaan.
Ketiga komponen tersebut akan mempengaruhi perilaku seorang individu menjadi relatif stabil, dengan respons-respons yang bermakna terhadap berbagai macam situasi dan kondisi yang dihadapi.
Baca juga : Faktor-Faktor Resiliensi
Tahapan Resiliensi. Menurut pendapat R. Coulson, dalam "Resilience and Self-Talk in University Student", terdapat empat tahapan yang terjadi ketika seorang mengalami situasi dari kondisi yang menekan (significant adversity) sebelum akhirnya terjadai resiliensi. Empat tahapan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Mengalah.
Mengalah merupakan kondisi yang menurun di mana seorang individu mengalah atau menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau keadaan yang menekan. Tahap ini merupakan kondisi di mana seorang individu menemukan atau mengalami kemalangan yang terlalu berat bagi mereka, Outcome dari seorang individu yang berada pada tahap ini adalah berpotensi mengalami depresi, narkoba, dan pada tataran ekstrem bisa sampai bunuh diri.
2. Bertahan (Survival).
Pada tahap ini seorang individu tidak dapat meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan emosi positif setelah dari kondisi yang tertekan. Efek dari pengalaman yang menekan tersebut membuat mereka gagal untuk kembali berfungsi secara normal.
3. Pemulihan (Recovery).
Pemulihan adalah kondisi ketika seorang individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis dan emosi secara normal dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang menekan, walaupun masih menyisakan efek dari perasaan negatif yang dialaminya. Dengan begitu, seorang individu dapat kembali beraktivitas untuk menjalani kehidupan sehari-harinya, mereka juga mampu menunjukkan diri mereka sebagai individu yang resilien.
4. Berkembang Pesat (Thriving).
Pada tahap ini, seorang individu tidak hanya mampu kembali pada tahapan fungsi sebelumnya, tetapi mereka mampu melampaui tahapan ini pada beberapa aspek. Pengalaman yang mereka alami menjadikannya mampu menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan, bahkan menantang hidup untuk membuat mereka menjadi lebih baik.
Demikian penjelasan berkaitan dengan sumber resiliensi serta tahapan resiliensi.
Semoga bermanfaat.