Istilah pencucian uang atau money laundering pertama kali dikenal di Amerika Serikat sekitar tahun 1920-an. Kala itu banyak pelaku kejahatan terorganisir di Amerika Serikat yang berusaha mengaburkan uang hasil kejahatannya melalui usaha laundy (binatu). Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mereka untuk menyembunyikan uang hasil tindak pidana yang mereka lakukan. Meskipun sebagian dari para ahli hukum menyangsikan sejarah tersebut, tapi cerita tentang hal ikhwal pencucian uang atau money laundering tersebut telah menyebar dan dipercayai kebenarannya.
Di Indonesia sendiri tindak pidana pencucian uang telah diatur oleh pemerintah sejak tahun 2002, yaitu dengan dikeluarkannya :
- Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
- Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pada tahun 2009, Pemerintah Republik Indonesia meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentag penentangan terhadap tindak pidana transnasional yang terorganisir, yaitu dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Convensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisir), yang mana dalam undang-undang tersebut menyebutkan lima jenis tindak pidana yang bersifat transnasional dan terorganisir, yaitu :
- tindak pidana korupsi.
- tindak pidana pencucian uang.
- tindak pidana perdagangan orang.
- tindak pidana penyelundupan orang.
- tindak pidana penyelundupan senjata.
Setelah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut, Pemerintah Republik Indonesia memandang bahwa Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2002 berikut perubahannya yaitu Undang-Unang Nomor : 25 Tahun 2003 tersebut di atas perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional, sehingga kedua undang-undang tersebut perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang sampai saat ini (saat penulisan artikel ini belum ada perubahan atau penggantiannya) masih berlaku.
Obyek Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut Sutan Remy Sjahdaini dalam bukunya yang berjudul "Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme", menyebutkan bahwa mengutip pendapat dari Sarah N. Welling, obyek dari tindak pidana pencucian uang adalah "derty money" atau uang kotor, maksudnya adalah harta yang dihasilkan dari tindak pidana, yang bersumber dari :
- penggelapan pajak (tax evasion), pajak yang dilaporkan tidak sesuai dengan penghasilan atau tidak sesuai dengan laporan sesungguhnya, sehingga hasil dari pajak tersebut menjadi uang kotor.
- uang kotor yang dihasilkan dari tindak pidana, seperti perdagangan narkoba, korupsi, atau terorisme.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010, disebutkan bahwa yang termasuk hasil tindak pidana dalam tindak pidana pencucian uang adalah :
- harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerha, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan da perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Bentuk dan Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan :
- pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
Dalam hukum pidana, terdapat dua unsur tindak pidana yaitu :
- unsur obyektif, merupakan unsur yang berada di luar diri pelaku yang terdiri dari : perbuatan dan akibat, keadaan tertentu, dan sifat melawan hukum.
- unsur subyektif, merupakan unsur yang berada di dalam diri pelaku yang terdiri dari : setiap orang (pelaku tindak pidana) dan kesalahan baik berbentuk kesengajaan atau kealpaan.
Terdapat tiga bentuk tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010, yaitu :
1. Tindak pidana pencucian uang aktif.
Tindak pidana pencucian uang aktif diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa :
- Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Unsur-unsur dari tindak pidana pencucian uang aktif tersebut adalah sebagai berikut :
- setiap orang.
- menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain.
- atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
- dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
2. Orang yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang.
Tindak pidana pencucian uang juga dikenakan kepada orang yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang tersebut, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa :
- Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Unsur-unsur dari pihak yang ikut menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dapat dikenakan tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut :
- setiap orang.
- menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya.
- atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
3. Tindak pidana pencucian uang pasif.
Tindak pidana pencucian uang pasif diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa :
- (1) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Unsur-unsur dari tindak pidana pencucian uang pasif adalah sebagai berikut :
- setiap orang.
- menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan.diketa
- huinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Baca juga : Tempat Dan Waktu Tindak Pidana
Berdasarkan hal tersebut di atas, tindak pidana pencucian uang dianggap terjadi, manakala :
- terdapatnya uang sebagai hasil dari suatu kejahatan tertentu.
- uang tersebut digunakan atau diputar ke dalam transaksi-transaksi keuangan atau bisnis.
- transaksi-transaksi tersebut dilakukan dengan tujuan melanjutkan aktivitas kriminalnya dengan tujuan memperbanyak kekayaan, menyembunyikan kepemilikan atas kekayaan yang diperoleh dari aktivitas kejahatan, dan menghindar dari kewajiban pelaporan sebagaimana dipersyaratkan oleh hukum di negara-negara tertentu.
Baca juga : Pembedaan Suatu Tindak Pidana (Delik)
Dampak Tindak Pidana Pencucian Uang. Dampak dari tindak pidana pencucian uang adalah :
- mengancam stabilitas perekonomian.
- mengancam integritas sistem keuangan.
- membahayakan bagi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan menurut Sutan Remy Sjahdeini, tindak pidana pencucian uang akan berdampak pada dua hal, yaitu berdampak bagi masyarakat dan bagi dunia perbankan. Dampak tindak pidana pencucian uang bagi masyarakat adalah :
- merongrong sektor swasta yang sah.
- merongrong integritas pasar-pasar keuangan.
- mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.
- timbulnya distorsi dan ketidak-stabilan ekonomi.
- merugikan pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak.
- membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah.
- mengakibatkan rusaknya reputasi negara.
- menimbulkan biaya sosial yang tinggi.
Baca juga : Pengertian Hukum Tindak Pidana Khusus, Latar Belakang, Dan Tujuan Diadakannya Hukum Tindak Pidana Khusus
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana bawaan (derifative crime) yang selalu di dahului oleh tindak pidana asal (pridicate crime) sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010. Harta dari hasil tindak pidana asal tersebut diproses sedemikian rupa untuk disembunyikan atau disamarkan sehingga akhirnya harta dari hasil tindak pidana tersebut seolah-olah berasal dari harta yang sah.
Demikian penjelasan berkaitan dengan obyek, bentuk dan unsur tindak pidana pencucian uang, serta dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana pencucian uang (money laundering).
Semoga bermanfaat.