Pengertian Ekstradisi, Asas Dan Prosedur Ekstradisi, Serta Perbedaan Antara Ekstradisi Dan Deportasi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Ekstradisi. Istilah "ekstradisi" berasal dari bahasa Latin : "extradere", yang tersusun dari dua kata yaitu "ex" yang berarti ke luar dan "tradere" yang berarti menyerahkan atau memberikan. Secara umum, ekstradisi dapat diartikan sebagai suatu penyerahan (pelaku kejahatan/terhukum) oleh suatu negara kepada negara lain berdasarkan perjanjian yang telah dibuat oleh kedua negara yang bersangkutan. Ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekstradisi diartikan sebagai penyerahan orang yang dianggap melakukan kriminalitas oleh suatu negara kepada negara lain yang diatur dalam perjanjian antara negara yang bersangkutan.

Selain itu, pengertian tentang ekstradisi juga dapat dijumpai dalam pendapat para ahli diantaranya adalah sebagai berikut :
  • C.S.T. Kansil, dalam bukunya yang berjudul "Modul Hukum Internasional", menyebutkan bahwa ekstradisi adalah pemindahan seseorang dari suatu negara ke negara lain secara paksa untuk diajukan ke depan sidang pengadilan atau dimasukkan penjara untuk suatu kejahatan yang timbul jikalau seseorang yang dituduh atau telah dijatuhi hukuman mencari perlindungan (atau pada waktu itu bertempat tinggal) di negara lain.
  • I Wayan Parthiana, dalam bukunya yang berjudul "Hukum Pidana Internasional Dan Ekstradisi", menyebutkan bahwa ekstradisi adalah penyerahan yang dilakukan secara formal, baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya, ataupun berdasarkan prinsip timbal balik atau hubungan baik, atau seseorang yang dituduh melakukan kejahatan (tersangka, terdakwa, tertuduh) atau seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti (terhukum, terpidana), oleh negara tempatnya berada (negara yang diminta) kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya (negara yang meminta) atas permintaan negara peminta, dengan tujuan untuk mengadili dan/atau pelaksanaan hukumannya.


Berdasarkan hal tersebut, orang yang dapat diekstradisikan adalah :
  • orang tersebut harus dalam pencarian oleh petugas hukum dari suatu negara, baik karena tuduhan melakukan suatu kejahatan dan belum diadili atau karena orang tersebut telah terbukti bersalah tetapi belum menjalani hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
  • dalam banyak kasus, orang tersebut harus bukan warga negara dari negara tempat orang tersebut melarikan diri atau bersembunyi (negara diminta) untuk mengekstradisi.


Unsur Ekstradisi. Terdapat beberapa unsur dalam ekstradisi, yaitu :
  • pelaku kejahatan (fugitive offender).
  • negara peminta (requesting country).
  • negara yang diminta (requested country).
  • permintaan dari negara peminta.
  • tujuan penyerahan pelaku kejahatan.

Sedangal menurut I Wayan Parthiana, unsur-unsur dari ekstradisi dapat dibedakan menjadi beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Unsur Subyek.
Unsur obyek adalah negara atau negara-negara, baik itu negara asal atau negara tempat sembunyi pelaku kejahatan atau si terhukum. Unsur subyek terdiri dari :
  • negara atau negara-negara yang mempunyai yurisdiksi untuk mengadili atau menghukum pelaku kejahatan atau si terhukum bersembunyi (melarikan diri) di negara lain. Untuk mendapatkan kembali orang yang bersangkutan negara atau negara-negara ini harus mengajukan permintaan penyerahan kepada negara tempat pelaku kejahatan atau si terhukum bersembunyi. Negara atau negara-negara ini berkedudukan sebagai negara peminta (the requesting state).
  • negara tempat si pelaku kejahatan (tersangka, tertuduh, terdakwa) atau si terhukum bersembunyi. Negara ini diminta oleh negara atau negara-negara yang memiliki yurisdiksi atau negara peminta, supaya menyerahkan pelaku kejahatan atau si terhukum yang berada di wilayah negara ini. Negara ini berkedudukan sebagai negara diminta (the requested state).

2. Unsur Obyek.
Unsur obyek adalah orang yang melakukan kejahatan/pelaku kejahatan atau orang yang telah dijatuhi hukuman yang telah berkekuatan hukum pasti (si terhukum) yang diminta oleh negara peminta kepada negara diminta supaya diserahkan. Unsur obyek ini berkedudukan sebagai orang yang diminta, yang harus tetap diperlakukan sebagai subyek hukum dengan segala hak dan kewajibannya yang asasi.

3. Unsur Tata Cara (Prosedur).
Unsur tata cara adalah tahapan-tahapan atau langkah-langkah bagaimana ekstradisi dilakukan. Unsur tata cara meliputi beberapa hal, yaitu :
  • tata cara untuk mengajukan permintaan penyerahan pelaku kejahatan atau si terhukum.
  • tata cara untuk menyerahkan atau menolak penyerahan pelaku kejahatan atau si terhukum.
Penyerahan pelaku kejahatan atau si terhukum hanya dapat dilakukan apabila sebelumnya ada permintaan untuk menyerahkan pelaku kejahatan atau si terhukum oleh negara peminta kepada negara diminta.

4. Unsur Tujuan.
Unsur tujuan adalah untuk apa pelaku kejahatan atau si terhukum yang bersangkutan dimintakan penyerahan atau diserahkan. Unsur tujuan terdiri dari :
  • pelaku kejahatan melakukan perbuatannya di negara yang mempunyai yurisdiksi atau negara peminta.
  • si terhukum melarikan diri ke negara diminta setelah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.


Asas-Asas Ekstradisi. Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979 tersebut dijelaskan bahwa terdapat beberapa asas umum yang dikenal dalam bidang ekstradisi, diantaranya adalah sebagai berikut :
  • asas kejahatan rangkap (double criminality), yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan baik oleh negara peminta maupun oleh negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan. 
  • asas jika suatu kejahatan tertentu oleh negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan politik maka permintaan ekstradisi ditolak.
  • asas bahwa negara yang diminta mempunyai hak untuk tidak menyerahkan warga negaranya sendiri.
  • asas bahwa suatu kejahatan yang telah dilakukan seluruhnya atau sebagian di wilayah yang termasuk atau tidak dianggap termasuk dalam yurisdiksi negara yang diminta, maka negara ini dapat menolak permintaan ekstradisi.
  • asas bahwa suatu permintaan ekstradisi dapat ditolak jika pejabat yang berwenang dari negara yang diminta sedang mengadakan pemeriksaan terhadap orang yang bersangkutan mengenai kejahatan yang dimintakan penyerahannya.
  • asas bahwa apabila terhadap suatu kejahatan tertentu, suatu keputusan yang telah mempunyai kekuatan pasti telah dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang di negara yang diminta, permintaan ekstradisi ditolak (non bis in idem/ne bis in idem).
  • asas bahwa seseorang yang diserahkan tidak akan dituntut, dipidana atau ditahan untuk kejahatan apapun yang dilakukan sebelum yang bersangkutan diekstradisikan selain dari pada untuk kejahatan mana ia diserahkan, kecuali bila negara yang diminta untuk menyerahkan orang itu menyetujuinya.

Sedangkan I Wayan Parthiana menyebutkan bahwa asas-asas ekstradisi adalah sebagai berikut :
  • asas kejahatan ganda (double criminality principle), yaitu suatu asas yang mensyaratkan bahwa kejahatan yang dapat dijadikan alasan dalam permohonan ekstradisi atas orang yang diminta adalah kejahatan yang telah diancam hukuman baik hukum pidana dari negara peminta ataupun hukum dari negara yang diminta.
  • asas kekhususan (principle of speciality), yaitu suatu asas yang mewajibkan negara peminta untuk hanya menuntut, mengadili maupun menghukum orang yang diminta berdasarkan kejahatan yang dijadikan alasan untuk permintaan penyerahan ekstradisinya.
  • asas tidak menyerahkan warga negara (non extradition of nationals), yaitu suatu asas yang memberikan kekuasaan pada negara-negara untuk tidak menyerahkan warga negaranya sendiri yang melakukan kejahatan di dalam wilayah negara lain.
  • asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik (non extradition of political criminal), yaitu suatu asas yang menyebutkan bahwa apabila alasan untuk permintaan ekstradisi oleh negara peminta adalah tergolong sebagai kejahatan politik, maka negara diminta harus menolak permintaan tersebut.
  • asas non bis in idem (ne bis in idem), yaitu suatu asas yang dijadikan alasan untuk permintaan ekstradisi atas orang yang diminta, ternyata telah diadili dan/atau telah dijatuhi hukuman yang telah memiliki kekuatan hukum mengikat, maka negara yang diminta diharuskan menolak permintaan dari negara peminta tersebut. Asas ini memberikan kepastian hukum jaminan kepastian hukum bagi orang yang pernah dijatuhi putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan mengikat yang pasti, baik putusan itu merupakan putusan pembebasan ataupun pelepasan dari tuntutan pidana maupun putusan yang berupa penghukuman atas dirinya.
  • asas daluwarsa atau asas lewat waktu (lapse of time), yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat diserahkan oleh negara yang diminta kepada negara peminta dikarenakan hak untuk menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan pidana telah daluwarsa atau lewat waktu menurut hukum dari salah satu maupun hukum dari kedua belah pihak.


Jenis Ekstradisi. Ekstradisi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Menurut Eddi Damaian, dalam bukunya yang berjudul "Kapita Selekta Hukum Internasional", ekstradisi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut :
  • ekstradisi sistem daftar (list system/enumerative system), merupakan suatu perjanjian ekstradisi yang di dalamnya memuat suatu daftar yang mencantumkan satu persatu kejahatan mana yang dapat diekstradisi. Contoh : perjanjian ekstradisi antara Amerika Serikan dan Inggris 1969, dalam Pasal 3 menentukan 27 jenis kejahatan atau tindak pidana yang dapat diekstradisikan.
  • ekstradisi sistem tanpa sistem daftar (eliminative system), merupakan suatu perjanjian ekstradisi yang hanya menggunakan maksimun atau minimum hukuman sebagai ukuran untuk menerapkan apalah suatu  kejahatan yang dapat diserahkan atau tidak tanpa menyebutkan satu persatu nama delik yang dapat diekstradisikan. Contoh : perjanjian ekstradisi antara Italia dan Panama 1930 yang menentukan batas minimal 2 tahun pidana yang dapat diekstradisikan.
  • ekstradisi sistem campuran, merupakan campuran antara ekstradisi enumeratif dan ekstradisi eliminatif serta mencantumkan juga kejahatan dengan minimum dan maksimum hukuman yang dapat diekstradisi. Contoh : perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Philipina 1976.

Baca juga : 

Prosedur dan Proses Ekstradisi. Dalam Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi telah diatur tentang bagaimana prosedur dan proses ekstradisi, baik Indonesia sebagai negara diminta maupun Indonesia sebagai negara peminta.

1. Indonesia Sebagai Negara Diminta Ekstradisi.  
Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979 tersebut, yang mengatur bahwa prosedur yang harus dilakukan apabila negara lain mengajukan permintaan ekstradisi kepada pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut :
  • Negara peminta mengajukan permintaan pencarian, penangkapan, dan penahanan sementara (provisional arrest) atas orang yang dicari kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) atau Jaksa Agung Republik Indonesia (Jaksa Agung) dengan menjelaskan mengenai orang yang dicari berikut identitas, tindak pidana yang dilakukan, ancaman hukuman, serta informasi mengenai keberadaannya di Indonesia. Permintaan dimaksud dapat diajukan melalui saluran diplomatik atau melalui Interpol.
  • Kepolisan atau kejaksaan berdasarkan surat permintaan tersebut selanjutnya melakukan pencarian dan melakukan penangkapan dan penahanan sementara sesuai dengan permintaan negara peminta.
  • Setelah orang dicari dapat ditangkap atau ditahan, selanjutnya kepolisian atau kejaksaan melalui saluran diplomatik atau Interpol memberitahu kepada negara peminta, agar negara peminta mengajukan permintaan ekstradisi kepada pemerintah Republik Indonesia (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia/Menkum) paling lambat 20 hari terhitung sejak dilakukan penangkapan atau sesuai perjanjian ekstradisi antara negara peminta dan Indonesia.
  • Jika dalam waktu yang telah ditentukan tersebut pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia/Kemenlu) tidak menerima permintaan ekstradisi dari negara peminta, maka kepolisian atau kejaksaan harus membebaskan orang yang dimintakan ekstradisinya.
  • Permintaan ekstradisi dan berkas persyaratan disampaikan oleh negara peminta kepada Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu) melalui saluran diplomatik. Selanjutnya Menlu memberitahukan kepada Kapolri, Jaksa Agung,  Menkum, dan Mahkamah Agung bahwa permintaan ekstradisi dari negara peminta telah diterima.
  • Menkum  melakukan pengecekan tentang kelengkapan berkas permintaan ekstradisi tersebut yang dikirimkan oleh Menlu. Jika ada kekurangan kelengkapan Menkum akan meminta kepada negara peminta melalui saluran diplomatik untuk melengkapi dokumen yang kurang.
  • Dalam hal belum ada perjanjian ekstradisi, apabila berkas permintaan ekstradisi telah lengkap, Menkum dapat meminta pertimbangan  Kapolri, Jaksa Agung, dan Menlu untuk meminta keputusan Presiden, apakah permintaan ekstradisi tersebut diterima atau ditolak. Jika diterima (disetujui), Menkum meneruskan permintaan ekstradisi tersebut kepada Kapolri untuk diproses. Apabila ditolak, Menkum meminta kepada Menlu untuk memberitahukan penolakan tersebut kepada negara peminta.
  • Dalam hal ada perjanjian ekstradisi, Menkum mengirimkan berkas asli permintaan ekstradisi kepada Kapolri atau Jaksa Agung untuk proses lebih lanjut (tidak memerlukan keputusan Presiden).
  • Kapolri atau Jaksa Agung memerintahkan penyidiknya untuk melakukan tindakan pemeriksaan orang yang dimintakan ekstradisi dan mengajukan berkas perkaranya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
  • JPU mempunyai waktu 7 hari untuk mengajukan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri (PN) setempat.
  • PN memeriksa pekaranya dengan mengadakan sidang 2 atau 3 kali, kemudian membuat penetapan pengadilan tentang dapat atau tidak orang tersebut diekstradisikan.
  • PN menyampaikan penetapan tersebut kepada Menkum.
  • Setelah menerima penetapan pengadilan, Menkum meminta pertimbangan Kapolri , Jaksa Agung, dan Menlu.
  • Selanjutnya Menkum menyampaikan penetapan pengadilan, pertimbangan Kapolri, Jaksa Agung, dan Menlu kepada Presiden dan meminta keputusan Presiden atas permintaan ekstradisi yang diajukan negara peminta.
  • Presiden mengambil keputusan dan mengeluarkan Surat Keputusan Presiden tentang apakah permintaan ekstradisi tersebut dikabulkan atau ditolak. Jika ditolak, maka orang yang dimintakan ektradisi harus segera dibebaskan.
  • Setelah menerima Surat Keputusan Presiden, Menkum memberitahukannya kepada Kapolri, Jaksa Agung, dan Menlu untuk memberitahukannya kepada negara peminta.
  • Menkum juga memberitahukan kepada negara peminta melalui saluran diplomatik dan Interpol mengenai tempat, tanggal, dan jam penyerahan orang yang diekstradisikan.
  • Dalam pelaksanaan penyerahan dari pemerintah Indonesia (diwakili oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia) kepada negara penerima (diwakili oleh kedutaan besar negara peminta) dibuat Berita Acara Penyerahan dengan disaksikan oleh staf Kemenlu dan perwakilan Polri.

2. Indonesia Sebagai Negara Peminta Ekstradisi.
Yang dapat mengajukan permintaan ekstradisi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia. Permintaan ekstradisi dilakukan apabila orang yang dicari sudah diketahui keberadaannya secara di suatu negara. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979 sebagai berikut :

1. Pasal 44 Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979, yang menyebutkan :
  • Apabila seseorang disangka melakukan sesuatu kejahatan atau harus menjalani pidana karena melakukan sesuatu kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam yurisdiksi Negara Republik Indonesia dan diduga berada di negara asing, maka atas permintaan Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Menteri Kehakiman Republik Indonesia atas nama Presiden dapat meminta ekstradisi orang tersebut yang diajukan melalui saluran diplomatik.

2. Pasal 45 Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1979, yang menyebutkan :
  • Apabila orang yang dimintakan ektradisinya tersebut dalam Pasal 44 telah diserahkan oleh negara asing, orang tersebut dibawa ke Indonesia dan diserahkan kepada instansi yang berwenang.

Secara umum, permintaan ekstradisi didasarkan pada perundang-undangan nasional, perjanjian ekstradisi, perluasan konvensi, dan tata krama internasional. Apabila ekstradisi terjadi karena permintaan di luar aturan-aturan tersebut, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar hubungan baik antara satu negara dengan negara yang lain, baik untuk kepentingan timbal balik ataupun sepihak. Praktek ekstradisi demikian disebut dengan ekstradisi terselubung (disguished extradition atau handing) over).


Perbedaan Antara Ekstradisi dan Deportasi. Terdapat  beberapa perbedaan antara ekstradisi dan deportasi. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ekstradisi :
  • dari segi pengertian, ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.
  • pada asasnya tindakan ekstradisi didasarkan pada suatu perjanjian yang dibuat negara-negara yang bersangkutan (negara peminta ekstradisi dan negara diminta ekstradisi). Meskipun demikian ekstradisi juga dapat dilakukan berdasarkan perundang-undangan nasional, perluasan konvensi, tata krama nasional, maupun hubungan baik antara negara satu dengan negara yang lain.

2. Deportasi : 
  • dari segi pengertian, deportasi adalah istilah dalam hukum keimigrasian, yaitu tindakan sepihak dari suatu negara berupa pengusiran terhadap orang yang bukan warga negaranya (orang asing) dengan memerintahkan orang tersebut untuk ke luar dari wilayah negara bersangkutan karena kehadirannya tidak dikehendaki yang disebabkan karena berbagai hal, seperti : ijin tinggal orang yang bersangkutan telah kedaluwarsa, memasuki wilayah negara tanpa ijin, kehadiran orang tersebut berpotensi mempengaruhi hubungan baik di antara kedua negara, dan lain sebagainya.
  • deportasi merupakan suatu tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah negara tertentu dan dilakukan secara sepihak oleh negara yang bersangkutan


Demikian penjelasan berkaitan pengertian ekstradisi, unsur, asas-asas, jenis, dan prosedur ekstradisi, serta perbedaan antara ekstradisi dan deportasi.

Semoga bermanfaat.