Istilah kredit seringkali dikaitkan dengan dunia perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Dalam percakapan sehari-hari, istilah kredit sering kali diartikan sebagai pembelian suatu produk dengan pembayaran diangsur atau dicicil. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan/kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam kredit, peminjam (debitur) mempunyai kewajiban untuk membayar kembali (melunasi) hutangnya dengan cara pembayaran dan jangka waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam kaitannya dengan pembayaran kembali hutang debitur kepada kreditur tersebut, terdapat beberapa macam tingkat kelancaran pembayaran (tingkat kelancaran kredit), sebagai berikut :
- kredit lancar, yaitu apabila debitur mampu membayar angsuran pokok dan bunga pinjaman dengan lancar dan tidak mempunyai tunggakan. Kalaupun terdapat tunggakan, debitur mampu membayarannya sebelum melampaui masa angsuran berikutnya.
- kredit tidak lancar, yaitu apabila debitur mempunyai tunggakan angsuran pokok yang sudah melebihi satu masa angsuran, tapi belum melebihi dua masa angsuran. Selain itu, pembayaran bunga telah menunggak dua bulan, tapi belum melebihi tiga bulan.
- kredit diragukan, yaitu kondisi di mana hutang masih bisa diselamatkan dan ada jaminan yang nilainya paling tidak 75 % dari nilai hutang. Kalaupun debitur tidak bisa membayar angsuran pokok dan bunga, masih ada jaminan yang harganya paling tidak setara dengan 100 % nilai hutangnya.
- kredit macet, yaitu suatu kondisi di mana setelah lewat 18 bulan sejak kredit digolongkan sebagai kredit diragukan, debitur tidak ada upaya pelunasan. Bahkan debitur juga tidak memiliki jaminan apapun.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kredit macet merupakan tingkatan di mana debitur sudah tidak dapat lagi melunasi hutangnya (baik angsuran pokok maupun bunga pinjamannya). Berkaitan dengan kredit macet akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
Baca juga : Perjanjian Utang Piutang
Pengertian Kredit Macet. Kredit macet menjadi salah satu penyebab yang dapat menghambat perkembangan sektor jasa keuangan. Secara umum, kredit macet dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana debitur tidak dapat lagi membayar atau melunasi hutangnya. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia, Nomor : 30/267/KEP/DIR, disebutkan bahwa suatu kredit dikatakan sebagai kredit macet apabila :
- terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari.
- kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.
- dari segi hukum maupun kondisi pasar jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Pengertian kredit macet juga dapat dijumpai dari pendapat para ahli, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
- Veithzal Riva'i, dalam bukunya yang berjudul "Performance Appraisal", menyebutkan bahwa kredit macet adalah kesulitan nasabah dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank/lembaga keuangan non bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokok hutangnya, pembayaran bunga, maupun pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban bagi nasabah yang bersangkutan.
- Iswi Hariyani, dalam bukunya yang berjudul "Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet", menyebutkan bahwa kredit macet adalah suatu kondisi pembiayaan yang ada penyimpangan atau deviasi atas term of lending yang disepakati dalam pembayaran kembali pembiayaan itu sehingga terjadi keterlambatan, diperlukan tindakan yuridis, atau diduga ada kemungkinan potensi loss.
- Dahlan Siamat, dalam bukunya yang berjudul "Manajemen Lembaga Keuangan", menyebutkan bahwa kredit macet adalah pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan/atau karena faktor eksternal di luar kemampuan debitur.
Baca juga : Pengertian Akta Pengakuan Hutang
Faktor Penyebab Kredit Macet. Dari sisi kreditur (bank/lembaga keuangan bukan bank), secara umum faktor penyebab kredit macet dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :
- Penyebab kredit macet yang berasal dari faktor internal, yaitu penyebab kredit macet yang berasal dari pihak kreditur (bank/lembaga keuangan bukan bank) sendiri, seperti penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan, itikad kurang baik dari internal perbankan atau lembaga keuangan bukan bank, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit, lemahnya sistem informasi kredit macet, dan lain sebagainya.
- Penyebab kredit macet yang berasal dari faktor eksternal, yaitu penyebab kredit macet yang berasal dari luar pihak kreditur, seperti kegagalan usaha debitur, musibah yang dialami debitur atau bidang usaha debitur, menurunnya kegiatan ekonomi, krisis ekonomi, tingginya suku bunga kredit, dan lain sebagainya.
Baca juga : Bunga Menurut Undang-Undang
Sedangkan faktor penyebab kredit macet menurut pendapat dari para ahli, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagir Manan.
Menurut Bagir Manan, dalam tulisannya yang berjudul "Sarana Penanggulangan Kredit Macet Perbankan", yang disampaikannya dalam diskusi terbuka tentang penyelesaian kredit macet perbankan, menyebutkan bahwa faktor penyebab yang merupakan sumber munculnya kredit adalah sebagai berikut :
- faktor debitur. Ada kemungkinan debitur tersebut kurang memperhitungkan dengan cermat berbagai aspek yang berkaitan dengan pinjaman seperti cara dan besaran angsuran, jangka waktu, dan kemampuannya dalam melakukan pembayaran. Pinjaman dilakukan sekedar memanfaatkan peluang yang ada, dengan spekulasi yang berlebihan, dan bahkan ada kemungkinan sejak awal debitur mempunyai itikad kurang baik untuk memenuhi segala kewajiban yang telah diperjanjikan.
- faktor kreditur. Kurang cermatnya kreditur dalam melakukan penilaian terhadap kemampuan calon debitur (prospek usaha, jaminan, dan lain sebagainya) juga dapat menjadi sumber kredit macet. Kekurang-cermatan kreditur tersebut dapat terjadi karena banyak sebab, seperti keinginan untuk melakukan ekspansi kegiatan yang berlebihan, adanya persaingan antar kreditur, dan lain-lain.
- faktor pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama yang mempengaruhi kegiatan ekonomi seperti kebijakan uang ketat (tight money policy) tidak jarang menjadi penyebab terjadinya kredit macet. Dalam hal demikian, sudah seharusnya pemerintah ikut bertanggung jawab dan wajib berupaya memberikan kebijakan yang tidak menekan debitur.
- faktor masyarakat, khususnya kegiatan ekonomi masyarakat. Piutang negara merupakan pinjaman yang diberikan atau diperoleh untuk menjalankan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat. Sehingga terjadinya krisis ekonomi, baik nasional maupun internasional, akan juga mempengaruhi kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya.
2. Suhardjono dan Mudrajad Kuncoro.
Menurut Suhardjono dan Mudrajad Kuncoro, dalam bukunya yang berjudul "Manajemen Perbankan Teori Dan Aplikasi", menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kredit macet, yaitu sebagai berikut.
a. Prospek Usaha.
Berdasarkan faktor prospek usaha, hal-hal yang dapat menyebabkan kredit macet adalah :
- kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami pemurunan dan sulit untuk pulih kembali.
- kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun.
- manajemen yang sangat lemah.
- terjadinya kemogokan tenaga kerja yang sangat sulit untuk diatasi.
b. Keuangan Debitur.
Berdasarkan faktor keuangan debitur, hal-hal yang dapat menyebabkan kredit macet adalah :
- mengalami kerugian yang besar.
- debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan.
- rasio hutang terhadap modal sangat tinggi.
- hutang baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
c. Kemampuan Membayar.
Berdasarkan kemampuan membayar debitur, hal-hal yang dapat menyebabkan kredit macet adalah :
- terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga yang telah melampaui 270 hari.
- dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada.
Penyelesaian Kredit Macet. Usaha menyelesaikan kredit macet dapat dilakukan dengan berbagai cara. Surat Edaran Bank Indonesia, Nomor : 26/4/BPPP memberikan berbagai kemungkinan tindakan untuk menyelamatkan kredit macet sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum, yaitu sebagai berikut :
- penjadwalan kembali (rescheduling), adalah suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali atau jangka waktu kredit termasuk tenggang waktu dan perubahan jumlah angsuran, apabila diperlukan dapat juga dengan penambahan kredit. Dalam rescheduling ini tunggakan pokok dan bunga dijumlahkan (dikapitalisasi) untuk kemudian dijadwalkan kembali pembayarannya dengan dibuatkan penjanjian rescheduling tersendiri.
- persyaratan kembali (reconditioning), adalah melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-syarat perjanjian kredit, yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu kredit, dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimal saldo kredit, maksunya adalah perubahan kredit dilakukan dengan tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. Dalam reconditioning dapat pula diberikan kepada debitur keringanan berupa pembebasan sebagian bunga tertunggak atau penghentian perhitungan bunga bagi debitur yang bersifat jujur, terbuka, dan kooperatif serta usahanya masih potensial dapat beroperasi dengan menguntungkan namun mengalami kesulitan keuangan.
- penataan kembali (restructuring), adalah melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang menyangkut penambahan dana kredit, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertakan dengan penjadwalan kembali atau persyaratan kembali.
Sedangkan menurut T.P. Mulyono, dalam bukunya berjudul "Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil", menyebutkan bahwa terdapat dua langkah yang dapat diambil oleh pihak bank dalam pengamanan kreditnya, yaitu :
1. Pengendalian Preventif.
Pengendalian preventif adalah suatu teknik pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit, yang dilakukan dengan cara penyeleksian debitur dengan melihat kelengkapan persyaratan permohonan kredit dan penilaian dengan menggunakan prinsip 6 C, yaitu : character, capacity, capital, collateral, condition of economi, dan constraint.
2. Pengendalian Represif.
Pengendalian represif adalah suatu teknik pengendalian yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami kemacetan. Strategi penyelesaian kredit dapat dilakukan dengan beberapa langkah, sebagai berikut :
- melalui negosiasi bank dengan debitur. Dalam negosiasi tersebut dapat disepakti bahwa bank dapat melakukan penguasaan sebagian atau seluruh hasil usaha atau sewa barang agunan apabila kredit belum berjalan dengan baik.
- pemberian surat tagihan 1, 2, dan 3. Pemberian surat tagihan dilakukan apabila jangka waktu pembayaran yang telah dilakukan telah habis. Hal ini dilakukan dengan tujuan pihak bank memberikan peringatan kepada debitur agar segera mengangsur pokok hutang dan bunganya sesuai dengan kesepakatan oada waktu melakukan pengajuan kredit.
- penyerahan hak penagihan piutang kepada badan-badan resmi. Yang tercatat secara yuridis berhak untuk menagih piutang, misalnya pengadilan negeri, kejaksaan, dan lain-lain.
- debitur macet dinyatakan pailit karena insolvency atau bangkrut. Dalam kondisi demikian penagihan hutang debitur dapat diajukan kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), di mana kedudukan bank dapat sebagai kreditur preferent (yang didahulukan), jika bank telah melakukan pengikatan agunan. Bank berhak menjual barang agunan secara lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila hasil lelang barang agunan masih ada sisanya, maka sisa uang penjualan barang agunan tersebut harus diserahkan kepada BHP. Sedangkan apabila hasil lelang barang agunan tersebut tidak mencukupi untuk pelunasan hutang debitur, maka sisa hutang yang belum terbayarkan tetap merupakan hutang debitur yang harus dibayar.
Cara penyelesaian lain dari kredit macet adalah dengan melalui lembaga hukum, yaitu melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui badan pengadilan, arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi debitur maupun kreditu. Bagi kreditur, dampak negatif kredit macet adalah debitur harus menanggung kewajiban yang cukup berat kepada kreditur, mengingat setiap hutang dari kreditur (bank) mengandung bunga, yang akan terus bertambah besar jika belum dilunasi. Sedangkan dampak negatif bagi kreditur (bank) adalah berkurangnya dana sehingga dapat mempengaruhi kegiatan usaha bank.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kredit macet (non performing loan), faktor penyebab, serta penyelesaian kredit macet.
Semoga bermanfaat.