Intervensi (Interventie) Dalam Hukum Acara Perdata

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dalam suatu persidangan di pengadilan, khususnya perkara perdata, biasanya melibatkan dua pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat. Dalam Hukum Acara Perdata, yang dimaksud dengan penggugat adalah orang yang haknya dilanggar, sedangkan tergugat adalah orang yang diduga melanggar hak penggugat.

Dalam beberapa kasus tertentu, adakalanya pihak-pihak yang terlibat dalam berperkara tersebut tidak hanya penggugat dan tergugat saja, tetapi juga melibatkan pihak lain di luar kedua belah pihak tersebut, seperti : 
  • pihak turut tergugat, yaitu orang (orang-orang) yang tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu atau bisa juga tidak menguasai barang sengketa, tetapi untuk lengkapnya suatu gugatan, mereka harus disertakan. Dalam putusan yang dijatuhkan oleh hakim, pihak turut tergugat tidak ikut menjalankan hukuman yang diputus untuk tergugat, tetapi mereka hanya patuh dan tunduk pada putusan tersebut.
  • penggugat/tergugat intervensi, yaitu orang (orang-orang) yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada. Mereka dapat mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam proses pemeriksaan perkara perdata tersebut.


Pengertian Intervensi. Secara umum, intervensi atau interventie dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum oleh pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dalam suatu gugatan perdata, dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak yang sedang berperkara. Atau dapat juga intervensi diartikan dengan campur tangan atau ikut sertanya pihak ketiga yang mempunyai kepentingan ke dalam satu proses perkara perdata yang sedang berlangsung antara pihak penggugat dengan pihak tergugat.  

Intervensi tidak diatur dalam HIR (Hirzien Indonesis Reglement) maupun dalam RBg (Rechtsreglement Buitengewesten), tetapi diatur dalam Rv (Reglement op de Rechtsvordering), yaitu dalam ketentuan Pasal 279 Rv, yang menyebutkan bahwa :
  • Barang siapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan antara pihak-pihak lain, dapat menuntut untuk mengabungkan diri atau campur tangan.

Berdasarkan bunyi ketentuan Pasal 279 Rv tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan intervensi adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara yang  sedang berlangsung apabila ia mempunyai kepentingan. Maksudnya keikut-sertaan pihak ketiga dalam perkara dimaksud karena kepentingannya terganggu. Apabila pihak ketiga tidak melibatkan dirinya dalam perkara yang sedang berlangsung tersebut, maka ada kemungkinan (patut diduga) kepentingannya akan dirugikan. Dengan demikian, inisiatif untuk ikut serta dalam perkara tersebut datang dari pihak ketiga sendiri.


Jenis Intervensi. Terdapat tiga jenis intervensi, yaitu :

1. Voeging.
Voeging atau menyertai adalah ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif sendiri dalam pemeriksaan sengketa perdata untuk membela salah satu pihak penggugat atau tergugat. Agar dapat diterima sebagai pihak melalui intervensi secara voeging, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • sebagai pihak yang berkepentingan secara suka rela dan berdiri sendiri.
  • permintaan masuk sebagai pihak berisi tuntutan hak tertentu.
  • adanya kepentingan hukum langsung dari pihak ketiga yang ingin dilindungi dengan mendukung salah satu pihak yang berperkara.
  • kepentingan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan pokok perkara yang sedang diperiksa.
Dalam hal adanya permohonan voeging tersebut, hakim akan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi, kemudian hakim akan menjatuhkan putusan sela. Apabila dikabulkan, maka dalam putusannya, hakim harus menyebutkan kedudukan dari pihak ketiga tersebut.

2. Tussenkomst.
Tussenkomst atau menengahi adalah ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif sendiri dalam pemeriksaan sengketa perdata untuk membela kepentingannya sendiri, dan tidak memihak salah satu pihak, baik penggugat atau tergugat. Dengan kata lain, keikut-sertaan pihak ketiga dalam proses perkara tersebut, didasarkan karena ada kepentingannya yang terganggu, bisa jadi karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan atau diperebutkan oleh kedua belah pihak yang sedang berperkara di pengadilan tersebut. Untuk dapat diterima sebagai pihak melalui intervensi secara tussenkomst :
  • sebagai pihak ketiga yang berkepentingan secara suka rela dan berdiri sendiri.
  • adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian atau kehilangan haknya.
  • melawan kepentingan kedua belah pihak yang sedang berperkara.
  • pihak ketiga tersebut harus memiliki hubungan langsung atau hubungan yang sangat erat dengan pokok perkara, maksudnya adalah adanya hubungan hukum antara pihak ketiga dengan para pihak yang sedang berperkara atau karena obyek perkara memiliki kaitan langsung dengan kepentingan hukumnya yang perlu dilindungi.
Putusan mengenai dikabulkan atau ditolak permohonan intevensi secara tussenkomst tersebut dijatuhkan oleh hakim melalui putusan sela. Apabila dikabulkan, maka akan ada dua perkara bersama-sama, yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi.

3. Vrijwaring.
Vrijwaring atau penjaminan adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam pemeriksaan sengketa perdata karena ditarik oleh salah satu pihak (tergugat) untuk ikut menanggungnya. Vrijwaring diajukan dengan suatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis. Tujuan utama dari vrijwaring adalah untuk membebaskan pihak yang menariknya (tergugat) dari kemungkinan akibat putusan atas pokok perkara. Sehingga berdasarkan tujuannya tersebut, vrijwaring mempunyai karakteristik sebagai berikut :
  • pada intinya merupakan penggabungan tuntutan.
  • salah satu pihak yang bersengketa (tergugat) menarik pihak ketiga dalam sengketa yang sedang dihadapinya.
  • keikut-sertaan pihak ketiga timbul karena paksaan, bukan karena inisiatifnya sendiri.
Dengan adanya permohonan vrijwaring, hakim akan memberi kesempatan pada para pihak untuk menanggapi permohonan tersebut. Setelahnya, hakim akan menjatuhkan putusan berkaitan dengan permohonan vrijwaring tersebut sebagai berikut :
  • apabila ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan akhir yang dapat dimohonkan banding, dengan pengiriman berkas banding ke pengadilan tinggi harus bersama-sama dengan perkara pokok. Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka konsekuensinya permohonan banding dari intervensi secara vrijwaring tersebut tidak dapat diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri.
  • apabila dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat dalam Berita Acara Pengadilan, dan selanjutnya pemeriksaan perkara akan diteruskan dengan menggabungkan permohonan intervensi ke dalam pokok perkara.


Menurut Sudikno Mertokusumo, dalam bukunya yang berjudul "Hukum Acara Perdata Indonesia", vrijwaring dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
  • vrijwaring formil (garantie formelle), adalah penjaminan atau penanggungan seseorang kepada orang lain untuk menikmati suatu hak atau terhadap tuntutan yang bersifat kebendaan. Dalam vrijwaring formil, penanggung boleh menggantikan kedudukan tertanggung dalam suatu perkara sepanjang dikehendaki oleh para pihak asal, dan tertanggung dapat meminta dibebaskan dari sengketa apabila disetujui oleh penggugat.
  • vrijwaring simple/sederhana, adalah penjaminan atau penanggungan oleh seseorang atas tagihan hutang debitur kepada kreditur. Apabila kreditur mengajukan gugatan kepada debitur, maka penjamin atau penanggung dapat ditarik sebagai pihak, baik oleh penggugat ataupun tergugat. Vrijwaring simple terjadi apabila tergugat dikalahkan dalam sengketa yang sedang berlangsung, maka kreditur mempunyai hak untuk menagih kepada pihak ketiga (penjamin). Dengan dilunasinya hutang debitur tersebut oleh penjamin, maka penjamin mempunyai hak untuk menagih kepada pihak debitur.


Sedangkan menurut pendapat dari  R. Subekti, dalam bukunya yang berjudul "Hukum Acara Perdata", menyebutkan bahwa intervensi terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :
  • atas kemauan pihak ketiga sendiri untuk ikut terlibat dalam proses perkara perdata tersebut.
  • pihak ketiga tidak memihak salah satu pihak yang sedang berperkara, baik penggugat atau tergugat.
  • pihak ketiga hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.
 
Berdasarkan hal tersebut, R. Subekti berpendapat bahwa keikut-sertaan atau campur tangan pihak ketiga dalam suatu perkara perdata dapat terjadi dalam bentuk :
  • intervenvensi (voeging/menyertai dan tussenkomst/menengahi), dan ; 
  • vrijwaring (penjaminan). 

R. Subekti mengartikan vrijwaring sebagai ikut sertanya pihak ketiga dalam proses yang diminta oleh salah satu pihak yang berperkara, dengan tujuan sebagai penjamin atau penanggung. Selanjutnya R. Subekti menyebutkan bahwa vrijwaring atau penjaminan dapat terjadi dalam kondisi sebagai berikut :
  • dalam suatu perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan. 
  • di luar kedua belah pihak yang berperkara.
  • ada pihak ketiga yang ditarik masuk dalam perkara tersebut.
Vrijwaring diatur dalam ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 76 Rv.


Dari pendapat R. Subekti tersebut, dapat dilihat adanya  perbedaan antara intervensi dan vrijwaring, yaitu :

* Intervensi (interventie) :
  • ikut campur atau keterlibatan pihak ketiga dalam suatu perkara perdata karena inisiatifnya sendiri.

* Vrijwaring :
  • ikut campur atau keterlibatan pihak ketiga dalam suatu perkara perdata karena permintaan salah satu pihak yang sedang berperkara.
  • tujuan vrijwaring adalah agar pihak ketiga dapat membebaskan pihak yang memanggilnya/melibatkannya dari kemungkinan adanya putusan hakim.

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian serta jenis intervensi (interventie) dalam hukum acara perdata.

Semoga bermanfaat.