Sosiologi Sastra

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Aspek sosiologi berkaitan erat dengan konsep stabilitas sosial, kontinyuitas yang terbentuk antar masyarakat yang berbeda, cara-cara yang dengannya individu-individu menerima lembaga-lembaga sosial yang utama sebagai suatu hal yang memang diperlukan dan benar. Sosiologi juga berurusan dengan proses perubahan-perubahan sosial, baik yang terjadi secara berangsur-angsur maupun secara revolusioner, dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut. 

Berikut pendapat beberapa ahli mengenai sosilogi sastra, yaitu :

1. Swingewood.
Swingewood dalam bukunya yang berjudul "The Sociology of Literature", mendefinisikan sosiologi sebagai studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Pada prinsipnya, sosiologi memang mempelajari kehidupan nyata manusia sebagai suatu kolektivitas. 

Baca juga : Pengertian Sastra

2. Ritzer.
Ritzer beranggapan bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang multipradigma, maksudnya adalah di dalam sosiologi dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Paradigma tersebut diartikan sebagai suatu citra fundamental mengenai pokok persoalan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai untuk menentukan apa yang harus dipelajari , pertanyaan-pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana cara mengatasi jawaban-jawaban yang diperoleh. Paradigama adalah unit konsensus terluas dalam suatu ilmu pengetahuan, ia menggolongkan, mendefinisikan, menginter-relasikan teladan-teladan, teori-teori, metode-metode, dan instrumen-instrumen yang terdapat di dalamnya. Ritzer menemukan setidaknya ada tiga paradigma yang dasar dalam sosiologi, yaitu :
  • Paradigma fakta-fakta sosial. 
  • Paradigma definisi sosial. 
  • Paradigma perilaku sosial. 
Teori yang banyak digunakan adalah teori struktural fungsional, teori konflik, serta metode kuesioner dan intervieuw.

Baca juga : Teks Dan Sastra

3. Max Weber.
Pokok persoalan sosiologi menurut Max Weber bukanlah terletak pada fakta-fakta sosial yang obyektif, melainkan cara subyektif individu menghayati fakta-fakta sosial tersebut.  Max Weber merupakan teladan dari paradigma definisi sosial. Teori yang banyak digunakan adalah teori interaksionisme simbolik, sosiologi fenomenologis, dan metode observasi.

4. Skinner.
Menurut Skinner, yang dianggap sebagai pokok persoalan sosiologi oleh paradigma perilaku sosial adalah perilaku manusia sebagai subyek yang nyata, individual.  Teori-teori yang masuk di dalamnya antara lain adalah teori sosiologi perilaku dan teori pertukaran. Dan metode yang banyak digunakan adalah metode eksperimental seperti yang biasa digunakan dalam psikologi. Ketiga paradigma yang disebutkan Ritzer, yaitu paradigma fakta-fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial, sesungguhnya tidak menjelaskan sepenuhnya mengenai kompleksitas sosiologi.

Baca juga : Sastra Dan Masyarakat

5. Wolff.
Wolff mengatakan bahwa sosiologi kesenian dan kesusasteraan merupakan suatu disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan antara seni dan kesusasteraan dengan masyarakat.

Penelitian dan penyelidikan sosiologi sastra dapat dilakukan berdasarkan :
  • Dasar sosial kepengarangan seperti yang dilakukan Laurenson.
  • Produksi dan distribusi karya kesusasteraan seperti yang dilakukan oleh Escarpit.
  • Kesusasteraan dalam masyarakat primitif seperti yang dilakukan oleh Radin dan Leach.
  • Hubungan antar nilai-nilai dalam karya seni dengan masyarakat seperti yang dilakukan oleh Albrecht.
  • Data historis yang berhubungan dengan kesusasteraan dan masyarakat seperti yang dilakukan oleh Goldmann, Lowenthal, Watt, dan Webb.


6. Sapardi Djoko Damono.
Sapardi Djoko Damono mengemukakan beberapa pendapat mengenai aneka ragam pendekatan terhadap karya sastra seperti dikemukakan oleh Wolff. Dari Wellek dan Waren, Sapardi Djoko Damono menemukan setidaknya ada tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu :
  • Sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain sebagainya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra.
  • Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri.
  • Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. 

Dari Ian Watt, Sapardi Djoko Damono juga menemukan tiga macam pendekatan yang berbeda, yaitu :
  • Konteks sosial pengarang. Yang terutama harus diteliti dalam pendekatan ii adalah bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya, sejauh mana pegarang menganggap pekerjaan sebagai suatu profesi, dan masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
  • Sastra sebagai cermin masyarakat. Yang terutama mendapat perhatian adalah sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra ditulis, sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, dan sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat.
  • Fungsi sosial sastra. Yang menjadi perhatian adalah sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, sejauh mana sastra hanya berfungsi sebagai penghibur saja, dan sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan keduanya.
Secara epistemologis dapat dikatakan tidak mungkin untuk membangun suatu sosiologi sastra general yang meliputi seluruh pendekatan tersebut di atas.  
7. Marx.
Teori sosial Marxis menduduki posisi yang dominan dalam segala diskusi mengenai sosiologi sastra. Hal ini disebabkan karena :
  • Marx sendiri pada mulanya adalah seorang sastrawan sehingga teorinya tidak hanya memberikan perhatian khusus pada kesusastraan, tapi bahkan dipengaruhi oleh pandangan dunia romantik dalam kesusastraan.
  • Teori sosial Marx tidak hanya merupakan teori yang netral, melainkan mengandung ideologi yang pencapaiannya terus menerus diusahakan oleh para penganutnya. 
  • Di dalam teori sosial Marx terbangun suatu totalitas kehidupan sosial secara integral dan sistematik yang di dalamnya kesusastraan ditempakan sebagai salah satu lembaga sosial yang tidak berbeda dengan lembaga-lembaga sosial lainnya seperti ilmu pengetahuan, agama, politik, dan lain sebagainya.

Teori Marx secara garis besar dapat disebutkan sebagai berikut :
  • Manusia harus hidup lebih dahulu sebelum dapat berpikir. Bagaimana mereka berpikir dan apa yang mereka pikirkan secara erat bertalian dengan bagaimana mereka hidup karana apa yang diekpresikan manusia dan cara-cara pengekspresiannya tergantung pada apa dan bagaimana mereka hidup.
  • Adalah suatu kesalahan untuk menganggap kesadaran merupakan sesuatu yang selalu dimiliki manusia dengan berbagai bunga-bunganya dan bahwa manusia secara intelektual mampu menentukan kondisi-kondisi kehidupannya. 
  • Bahwa struktur sosial suatu masyarakat terutama sekali ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupannya. Sehingga Marx membagi masyarakat menjadi dua bagian, yaitu infrastruktur atau dasar ekonomik dan superstruktur yang dibangun di atasnya.

Baca juga : Teori Fiksionalitas Dalam Sastra

Dalam hal kesusastraan, Marx sesungguhnya tidak menerapkan secara ketat teorinya tersebut. Ia cenderung untuk menempatkan kesusastraan sebagai gejala kedua, gejala yang ditentukan oleh infrastruktur sesuai dengan teorinya tersebut. Di lain pihak terlihat pola kecenderungannya memberikan posisi yang relatif otonom pada kesusastraan, yaitu sebagai gejala pertama yang menentukan dirinya.

Demikian penjelasan berkaitan dengan sosiologi sastra.

Semoga bermanfaat.