Pengertian Sastra

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Ilmu sastra meneliti sifat-sifat yang terdapat di dalam teks-teks sastra, dan bagaimana teks-teks tersebut berfungsi di dalam masyarakat. Ilmu sastra merupakan sebuah telaah sistematik mengenai sastra dan mengenai komunikasi sastra yang pada prinsipnya tidak menghiraukan batas-batas antar bangsa dan antar kebudayaan.

Ilmu sastra tidak hanya menekuni kaidah-kaidah, sistem-sistem, serta modul-modul. Seorang peneliti sastra yang juga mempelajari sejarah tidak hanya memperhatikan sistem-sistem serta perkembangan sastra, ia juga akan memperhatikan ciri-ciri khas yang terdapat dalam karya-karya sastra masing-masing.  Dalam penelitian sastra yang bersifat hermeneuitik yaitu menerangkan teks, penafsiran serta penilaian terhadap karya-karya sastra sendiri justru menjadi perhatian. Namun begitu, tidak perlu kiranya mempertentangkan antara usaha menafsirkan sebuah karya sastra yang dilakukan di dalam kritik sastra di satu pihak dan ilmu sastra umum di lain pihak. 

Sebagaimana disiplin ilmu yang lain, pengertian sastra sangat banyak jumlahnya dan masing-masing ahli mengartikan sastra berbeda-beda. Hal tersebut terjadi dikarenakan :
  • Seringnya orang ingin mendefinisikan sastra. Mereka melupakan bahwa ada suatu perbedaan antara sebuah definisi deskriptif mengenai sastra dan sebuah defenisi evaluatif, yang ingin menilai apakah sebuah karya sastra termasuk sastra yang baik atau tidak.
  • Seringnya orang mencari sebuah definisi ontologis mengenai sastra yaitu sebuah definisi yang mengungkapkan hakekat sebuah karya sastra sambil melupakan bahwa sastra hendaknya didefinisikan di dalam situasi para pemakai atau pembaca sastra. Norma dan deskripsi sering dicampuradukkan. Juga tidak disadari bahwa karya bagi orang tersebut termasuk sastra, sedang bagi orang lain tidak.
  • Seringnya orang beranggapan bahwa sastra terlalu ditentukan oleh contoh sastra barat, khususnya sejak jaman Renaissance, tanpa menghiraukan bentuk-bentuk sastra yang khas seperti terdapat dalam lingkungan kebudayaan di luar Eropa. 
  • Kurangnya definisi yang memuaskan tentang sastra. Banyak definisi tentang sejumlah jenis sastra, tetapi defenisi tersebut kurang relevan apabila diterapkan pada sastra pada umumnya.

Untuk mengetahui lebih lanjut definisi tentang sastra, berikut beberapa definisi atau pengertian  tentang sastra dari sejarah ilmu sastra (definisi historik) sejak jaman Romantik, yaitu sebagai berikut :
  • Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya.  Sastra terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan. 
  • Sastra bersifat otonom, tidak mengacu pada sesuatu yang lain. sastara tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri. 
  • Karya sastra yang otonom itu bercirikan suatu koherensi. Koherensi adalah suatu keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi. Setiap isi berkaitan dengan suatu bentuk atau ungkapan tertentu. Bentuk dan isi saling berhubungan, bagian dan keseluruhan saling kait mengait secara erat sehingga saling menerangkan.
  • Sastra menghidangkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan.
  • Sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan. Sastra menimbulkan aneka macam asosiasi dan konotasi. Dalam sebuah teks sastra dijumpai sederatan arti yang dalam bahasa sehari-hari tidak dapat diungkapkan. Menurut Roland Barthes menafsirkan sebuah teks sastra tidak boleh menunjukkan satu arti saja, melainkan membeberkan aneka kemungkinan. 

Berdasarkan penilaian terhadap sifat otonomi sebuah karya sastra, maka aliran Romantik sangat menghargai bentuk, yaitu cara sebuah karya sastra mengungkapkan sesuatu. Sedangkan bagi kaum formalis, yaitu sekelompok teoretikus sastra dari Rusia, cara mengungkapkan merupakan ciri khas bagi kesusasteraan. Kesusasteraan ditentukan oleh cara bahannya disajikan. Berbeda dengan aliran Romantik, aliran formalis tidak menganggap bahasa kiasan sebagai ciri khas bagi sifat kesastraan. Efek kiasan justru mempercepat pengertian. 

Para formalis merumuskan sastra sebagai teks-teks yang mempunyai ciri-ciri oleh pengarangnya teks-teks ini sudah diubah sehingga efeknya mengasingkan dan melepaskan dari otomatisasi (deotomatisasi) bagi pencerapan kita. Bagi kaum formalis, sastra bukanlah sesuatu yang statik. Menurut Roman Jakobson, seorang formalis, bilamana dalam ungkapan bahasa teks sendiri ditekankan, cara sesuatu diungkapkan, maka fungsi puitiklah yang dominan. Pertanyaannya adalah, bagaimana dapat mengetahui adanya fungsi puitik tersebut ? menurut Jakobson, tandanya adalah bilamana muncul ekuivalensi, persamaan atau pertentangan yang menyolok atau yang bersifat sistematik. Ekuivalensi sempurna terjadi bilamana persamaan dan pertentangan itu nampak dengan berbagai cara dan di dalam segala lapisan dalam metrum, bunyi, sintaksis, dan semantik.

Sementara Kukarovsky, seorang penganut aliran strukturalistik, mengatakan deskripsi mengenai fungsi puitik berpangkal pada gejala bilamana ungkapan secara sistematik dikemukakan (foregrounding). Di sini ungkapan dipertentangkan dengan isi. Foregrounding dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, misalnya lewat ekuivalensi, tetapi juga dengan memakai konstruksi-konstruksi yang menyimpang dari tata bahasa atau dari idiom bahasa yang lazim dipakai. Menurut Mukarovsky, perhatian untuk tanda bahasa dibarengi oleh perhatian yang lebih tajam bagi apa yang diberitakan. Bahasa puitik tidak diarahkan dari luar, di dalamnya sudah terdapat pengarahan estetik, sehingga lebih daripada bahasa-bahasa fungsional, bahasa puitik mampu mengarahkan perhatian pembaca terhadap hubungan bahasa dan kenyataan.

Sebuah ciri khas lain dari sastra yang pernah diutarakan adalah fiksionalitas, kadar rekaan, yang sebetulnya tidak mengandung penilaian. Unsur fleksionalitas yang terdapat dalam teks-teks sastra menunjukkan bahwa teks-teks tersebut mengacu kepada suatu dunia yang untuk sebagian bersifat rekaan. Pada jaman klasik dan jaman Renaissance, semua tulisan yang bermutu dan yang mengandung unsur kelanggengan dianggap sebagai sastra atau kesusastraan.

Semoga bermanfaat.