Pengertian Perjanjian. Menurut pendapat dari Prof. Subekti, SH, yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Baca juga : Perumusan Dan Manfaat Pembedaan Perjanjian
Macam-Macam Perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh dua orang akan menimbulkan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dari perjanjian-perjanjian yang timbul dalam masyarakat, dapat dibedakan menjadi berbagai macam perjanjian, yaitu :
- Perjanjian adalah suatu perbuatan, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Dari ketentuan pasal 1313 KUH Perdata tersebut, dapat dikatakan bahwa suatu perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi banyak, di mana untuk itu diperlukan kata sepakat dari para pihak. Ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian diatur dalam bab II, sedangkan ketentuan khusus tentang perjanjian diatur dalam bab V sampai dengan XVIII ditambah bab VII A KUH Perdata.
Baca juga : Perjanjian Menurut Pasa 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Baca juga : Perjanjian Menurut Pasa 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Suatu perjanjian yang dibuat oleh dua orang atau lebih akan sah dan mengikat para pihak yang membuatnya, apabila memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, menyebutkan bahwa : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, yaitu berkaitan dengan subyek pembuat perjanjian, yang apabila tidak terpenuhi akan berakibat dapat dibatalkannya perjanjian. Syarat ke tiga dan keempat merupakan syarat obyektif, yaitu berkaitan dengan obyek perjanjian, yang apabila tidak dipenuhi akan berakibat batal demi hukum.
- sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
- suatu hal tertentu.
- suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, yaitu berkaitan dengan subyek pembuat perjanjian, yang apabila tidak terpenuhi akan berakibat dapat dibatalkannya perjanjian. Syarat ke tiga dan keempat merupakan syarat obyektif, yaitu berkaitan dengan obyek perjanjian, yang apabila tidak dipenuhi akan berakibat batal demi hukum.
Baca juga : Janji Dan Perikatan Dalam Buku III KUH Perdata
Unsur-Unsur Perjanjian. Untuk dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian haruslah memenuhi unsur-unsur perjanjian, yaitu :
Unsur-Unsur Perjanjian. Untuk dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian haruslah memenuhi unsur-unsur perjanjian, yaitu :
- Unsur Essentialia, yaitu bagian-bagian dari perjanjian yang tanpa itu perjanjian tidak mungkin ada. Misalnya, harga adalah unsur essentialia bagi perjanjian jual beli.
- Unsur Naturalia, yaitu bagian-bagian yang oleh undang-undang ditentukan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya, penanggungan (vrijwaring).
- Unsur Accidentalia, yaitu bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian, di mana undang-undang tidak mengaturnya. Misalnya, jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.
- adanya pihak-pihak, yaitu subyek perjanjian yang terdiri dari dua orang atau lebih (atau suatu badan hukum yang mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh undang-undang).
- adanya persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap (bukan suatu perundingan).
- adanya tujuan yang hendak dicapai, di mana tujuan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
- adanya prestasi yang akan dilaksanakan, yaitu suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, dapat berupa menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
- berbentuk tertentu, maksudnya adalah perjanjian dapat dibuat secara tertulis ataupun lisan.
Baca juga : Perumusan Dan Manfaat Pembedaan Perjanjian
Macam-Macam Perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh dua orang akan menimbulkan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dari perjanjian-perjanjian yang timbul dalam masyarakat, dapat dibedakan menjadi berbagai macam perjanjian, yaitu :
1. Dilihat dari segi prestasi yang ditimbulkannya, perjanjian dapat dibedakan menjadi :
- Perjanjian sepihak, yaitu perjanjian, di mana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok kepada kedua belah pihak.
2. Dilihat dari segi pembebanan yang ditimbulkan, perjanjian dapat dibedakan menjadi :
- Perjanjian cuma-cuma, yaitu perjanjian, di mana salah satu pihak mendapatkan keuntungan dari pihak lain secara cuma-cuma.
- Perjanjian atas beban, yaitu perjanjian di mana terhadap prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain. Antara kedua prestasi tersebut terdapat hubungan hukum satu dengan yang lain.
3. Dilihat dari segi kesepakatan, perjanjian dapat dibedakan menjadi :
- Perjanjian konsensuil, yaitu perjanjian yang terjadi dengan kata sepakat.
- Perjanjian riil, yaitu perjanjian, di mana selain diperlukan kata sepakat juga diperlukan penyerahan barang.
- Perjanjian formil, yaitu perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertentu.
4. Dilihat dari segi hasil persetujuan, perjanjian dapat dibedakan menjadi :
- Perjanjian comutatif, yaitu perjanjian di mana terdapat keuntungan yang dinikmati oleh yang berhak.
- Perjanjian aleatoir, yaitu perjanjian di mana terhadap suatu prestasi yang dijanjikan dengan atau tanpa syarat.
5. Dilihat dari segi pokok kelanjutan, perjanjian dapat dibedakan menjadi :
- Perjanjian principiil atau primer, yaitu perjanjian pokok.
- Perjanjian accessoir atau sekunder, yaitu perjanjian ikutan dari perjanjian pokok.
6. Dilihat dari segi bentuknya, perjanjian dapat dibedakan menjadi :
- Perjanjian bernama, yaitu perjanjian, di mana oleh undang-undang telah diatur secara khusus.
- Perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian yang tidak diatur secara khusus oleh undang-undang.
- Perjanjian campuran, yaitu petrjanjian yang mengandung berbagai unsur dari berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan sebagai perjanjian bernama atau tidak bernama. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka dapat dilihat dari 3 teori : a. Teori Absorptie. Menurut teori ini ditetapkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan dari perjanjian yang dalam perjanjian campuran tersebut paling menonjol. b. Teori Combinatie. Menurut teori ini perjanjian dibagi-bagi dan kemudian atas masing-masing bagian tersebut diterapkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk bagian-bagian tersebut. c. Sui Generis. Menurut teori ini, ketentuan-ketentuan dari perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam perjanjian campuran diterapkan secara analogis.
Baca juga : Pengertian Serta Hubungan Antara Perjanjian, Persetujuan, Kontrak, Perikatan, Dan Kesepakatan
Selain dari macam-macam perjanjian tersebut, masih terdapat pula macam-macam perjanjian yang lain, yaitu :
- Perjanjian liberatoire, yaitu perjanjian yang dibuat atas dasar kata sepakat para pihak menghapuskan perikatan yang telah ada. Perjanjian liberatoire diatur dalam ketentuan pasal 1440 sampai dengan pasal 1442 KUH Perdata.
- Perjanjian dalam hukum keluarga. Bentuk perjanjian ini merupakan perjanjian yang mempunyai sifat-sifat khusus.
- Perjanjian kebendaan, yaitu perjanjian untuk menyerahkan, menimbulkan, mengubah, atau menghapuskan hak-hak kebendaan. Perjanjian kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata.
- Perjanjian mengenai pembuktian, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak untuk menentukan dan mempergunakan alat-alat bukti yang akan digunakan dalam suatu proses. Dapat juga ditentukan mengenai kedudukan hukum yang akan dipilih.
Demikian penjelasan berkaitan dengan unsur-unsur dan berbagai macam bentuk perjanjian yang ada dan dikenal dalam masyarakat.
Semoga bermanfaat.