Perjanjian Pemberian Atau Hibah

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Perjanjian pemberian atau hibah atau schenking diatur dalam pasal 1666 sampai dengan pasal 1693 KUH Perdata. Pasal 1666 KUH Perdata, menyebutkan :
  1. Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan di penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
  2. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup.

Dari pengertian hibah, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 1666 ayat (1) KUH Perdata tersebut, dapat diketahui bahwa unsur hibah adalah :
  • Adanya suatu benda sebagai obyek hibah.
  • Pemberi dan penerima hibah masih hidup.
  • Diberikan dengan cuma-cuma.
  • Pemberian (hibah) tidak dapat ditarik kembali.

Pasal 1666 ayat (2) KUH Perdata memberikan satu penegasan bahwa hibah hanya dapat terjadi dan diakui oleh undang-undang, apabila hibah tersebut dilakukan oleh seorang pemberi hibah yang masih hidup.


Pernyataan 'hibah terjadi dengan cuma-cuma' dalam pasal 1666 ayat (1) KUH Perdata tersebut mengandung arti bahwa hibah dapat terjadi dengan tanpa kontra prestasi atau dengan kontra prestasi (dengan suatu beban). Apabila hibah dilakukan dengan kontra prestasi, maka nilai prestasi harus lebih kecil dari nilai obyek hibah. Dalam suatu hibah, apabila prestasi si penerima hibah melampaui atau sama nilainya dengan barang yang menjadi obyek hibah, maka tidak dapat dikatakan sebagai hibah atau pemberian.

Hal penting yang mesti diperhatikan dalam hibah adalah mengenai penyerahan benda yang dihibahkan. 


Penyerahan (levering) benda yang akan dihibahkan diatur dalam ketentuan :

1. Pasal 1682 KUH Perdata, menyebutkan :
  • Tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.

2. Pasal 1686 KUH Perdata, menyebutkan :
  • Hak milik atas benda-benda yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan itu telah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada si penerima hibah, selain dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut pasal-pasal 612, 613, 616, dan selanjutnya.

3. Pasal 1687 KUH Perdata, menyebutkan :
  • Pemberian-pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh atau surat-surat penagihan utang kepada si penunjuk dari tangan satu ke tangan lain, tidak memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga  yang menerima pemberian itu atas nama si penerima hibah.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut, hibah dapat diserahkan dengan cara sebagai berikut : 
  1. Terhadap benda tidak bergerak atau benda tetap, penyerahan terjadi dengan akta notaris (akta otentik), yang aslinya akan disimpan oleh notaris yang bersangkutan.
  2. Terhadap benda bergerak yang bertubuh adalah sah hanya dengan penyerahan saja.
  3. Terhadap surat yang beratas nama, seperti saham perusahaan, penyerahan dilakukan dengan akta otentik (akta notaris).

Pada asasnya suatu hibah tidak dapat ditarik kembali, pengecualian terhadap ketentuan tersebut diatur dalam pasal 1688 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa : Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya, melainkan dalam hal-hal yang berikut :
  1. karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan.
  2. jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si pemberi hibah.
  3. jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.


Hibah berbeda dengan wasiat (hibah wasiat). Terdapat beberapa hal yang membedakan antara hibah dengan wasiat (hibah wasiat). Perbedaan antara hibah dan wasiat adalah sebagai berikut  :

a. Hibah :
  1. Mempunyai kekuatan hukum seketika saat terjadi penyerahan secara hibah.
  2. Tidak dapat ditarik kembali.

b. Wasiat (hibah wasiat) :
  1. mempunyai kekuatan hukum mutlak apabila pemberi wasiat telah meninggal dunia.
  2. Masih dapat ditarik kembali.


Perjanjian pemberian atau hibah merupakan perjanjian unilateral atau perjanjian obligatoir, karena dalam perjanjian tersebut hanya sepihak atau hanya satu pihak saja yang berprestasi. Sehingga hibah dapat ditafsirkan sebagai berikut :
  1. dalam arti sempit, adalah formele schenking yang semata-mata hanya memberikan hadiah belaka.
  2. dalam arti luas, adalah materiele schenking yang semata-mata tidak hanya memberikan hadiah belaka.


Demikian penjelasan berkaitan dengan perjanjian pemberian atau hibah. Tulisan tersebut bersumber dari buku Hukum Perdata Material, karangan Marhainis Abdulhay, SH dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Semoga bermanfaat.