Janji Dan Perikatan Dalam Buku III KUH Perdata

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Di negara Belanda, tempat di mana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berasal, mempunyai prinsip bahwa adanya janji akan menimbulkan hubungan antara yang memberikan janji dan yang menerima janji. Maksudnya adalah :
  • ada kewajiban pada si pemberi janji untuk memenuhinya, dan di lain pihak, yang meberima janjinya boleh berharap bahwa janji yang diterimanya akan dilaksanakan. 


Dengan demikian, pada asasnya janji akan menimbulkan perikatan di antara pihak yang memberikan janjinya dan pihak yang menerima janji dari pihak yang lain.

Baca juga : Ketentuan Umum Dan Sistem Terbuka Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan

Janji merupakan faktor penting dalam perikatan. Pada prinsipnya setiap janji, atau orang yang memberikan  janji kepada orang lain berkewajiban untuk melaksanakan janjinya tersebut. Jika seorang telah memberikan janjinya dan ia tidak menepati janji yang dibuatnya tersebut maka ia dapat dikatakan telah ingkar janji atau wanprestasi. Hal tersebut sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Perikatan sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata mengatur tentang hukum kekayaan. Hak kekayaan adalah hak-hak yang mempunyai nilai uang atau nilai ekonomi. Sedangkan di dalam hak kekayaan terkandung hak kebendaan. Di dalam KUH Perdata, hak kebendaan mendapatkan pengaturan sebagai berikut :
  • Hak kebendaan sebagai bagian dari hak kekayaan yang absolut mendapatkan pengaturannya dalam buku II KUH Perdata.
  • Hak kebendaan  sebagai bagian dari hak kekayaan yang relatif mendapatkan pengaturannya dalam buku III KUH Perdata. 

Baca juga : Pembagian Perjanjian Berdasarkan Kepentingannya

Di dalam hukum (undang-undang), hanya sebagian kecil saja janji-janji dalam masyarakat yang mendapatkan pengaturannya. Janji-janji yang mendapatkan pengaturan oleh hukum disebut perjanjian atau perikatan, di mana di dalamnya terdapat hubungan-hubungan janji di antara pihak yang pengaturannya di dalam hukum disebut dengan hubungan hukum. Sebagian lainnya tidak diatur dalam hukum, hal ini dikarenakan banyak janji dalam masyarakat yang hanya merupakan perikatan moral, sehingga kewajiban yang muncul juga hanya berupa kewajiban moral saja.

Janji yang diberikan oleh seorang kepada seorang yang lain, bisa disebut dengan istilah prestasi. Untuk membedakan dengan perikatan moral, prestasi dalam perjanjian biasanya mempunyai nilai uang atau nilai ekonomi, di mana hal tersebut merupakan ciri-ciri prestasi dalam perjanjian. Sehingga jika seorang yang berjanji tidak memenuhi janjinya (kewajibannya) akan menimbulkan kerugian pada pihak yang lain atau pihak yang menerima janji. Karena prestasi tersebut mempunyai nilai uang atau nilai ekonomi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditanggungnya.  
Seorang dikatakan ingkar janji atau wanprestasi, apabila ia tidak memenuhi prestasi atau ia berada dalam kondisi :
  • Tidak memenuhi kewajibannya.
  • Terlambat memenuhi kewajibannya.
  • Tidak berbuat sesuai dengan perjanjian.

Dalam hal terjadi wanprestasi, pihak yang dirugikan dapat menuntut kepada pihak yang mengakibatkan kerugian, berupa :
  • Pemenuhan perikatan.
  • Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi.
  • Ganti rugi.
  • Pembatalan perjanjian.
  • Pembatalan dengan ganti rugi. 

Baca juga : Penjelasan Tentang Sanksi-Sanksi Akibat Dari Wanprestasi (Ingka Janji)

Dalam KUH Perdata, dikenal adanya tiga macam prestasi, yaitu :
  • Prestasi untuk berbuat sesuatu.
  • Prestasi untuk menyerahkan atau memberikan sesuatu.
  • Prestasi untuk tidak berbuat sesuatu.

Baca juga : Pengertian Prestasi Dalam Hukum Perdata

Kerugian yang ditanggung oleh salah satu pihak akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pihak lain, dapat berupa :
  • Kerugian materiil, yang merupakan kerugian yang bersifat kebendaan.
  • Kerugian immateriil, yang merupakan kerugian yang tidak bersifat kebendaan.  

Dari hal-hal yang diuraikan di atas, terutama mengenai perikatan sebagaimana dimaksud dalam buku III KUH Perdata, dapat dilihat bahwa faktor prestasi yang mempunyai nilai uang atau nilai ekonomi, merupakan perikatan yang dapat dipaksakan pelaksanaannya melalui sarana atau bantuan hukum, yang telah diatur secara khusus dalam perundang-undangan (KUH Perdata dan perundang-undangan yang lain).

Demikian penjelasan berkaitan dengan janji dan perikatan dalam Buku III KUH Perdata.

Semoga bermanfaat.