Kematangan Beragama : Pengertian, Karakteristik, Dan Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Beragama

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Kematangan Beragama. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini tampak dari keyakinan akan adanya Tuhan, ritual agama yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari, serta dari perilaku sosial moral yang didasarkan pada ajaran agama yang dianutnya. Sebagai masyarakat yang religius, bangsa Indonesia menempatkan keimanan dan ketakwaan, selain ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai kualitas yang harus diperjuangkan perwujudannya.

Agama adalah
suatu sistem nilai yang mengarah kepada norma-norma tertentu yang perlu ditaati. Agama merupakan proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya yaitu sesuatu yang lebih tinggi dari manusia. Istilah kematangan dapat berarti suatu pertumbuhan kepribadian dan intelegensi secara bebas dan wajar seiring dengan perkembangan yang relevan. Kematangan seorang individu dapat dicapai melalui perkembangan hidup yang berakumulasi dengan berbagai pengalaman, baik secara fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Akumulasi dari pengalaman hidup tersebut kemudian terefleksikan dalam pandangan hidup, sikap, dan perilaku sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut, kematangan beragama dapat diartikan sebagai watak keberagamaan yang berasal dari pengalaman-pengalaman yang kemudian membentuk suatu konsep dan prinsip pada diri seseorang dalam menjalani hidupnya yang bersandar pada nilai-nilai agama. Kematangan beragama juga dapat berarti capaian tingkatan seseorang dalam kehidupan beragama baik itu secara ilmu dan aplikasinya yang tercermin dalam perilaku sebagaimana yang diajarkan dan dimaksud oleh ajaran agama tersebut. Kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba karena tingkat kematangan beragama merupakan suatu perkembangan individu yang memerlukan waktu, yang diwujudkan dalam bentuk keimanan, karena pada hakikat beragama adalah keimanan.


Selain itu, pengertian kematangan beragama juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Gordon Willard Allport, dalam “The Individual and His Religion: A. Psychological Interpretation”, menyebutkan bahwa kematangan beragama adalah watak keberagaman yang terbentuk melalui pengalaman, di mana pengalaman tersebut akan membentuk respon terhadap obyek-obyek atau stimulus yang diterimanya yang berupa konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang akan menjadi bagian penting dan bersifat menetap dalam kehidupan pribadi individu sebagai agama.
  • Jalaluddin Rakhmat, dalam “Psikologi Agama: Sebuah Pengantar”, menyebutkan bahwa kematangan beragama adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai-nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku.
  • Emma Indirawati, dalam “Hubungan Antara Kematangan Beragama dengan Kecenderungan Strategi Coping”, yang dimuat dalam Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Volume : 3(75), Tahun 2006, meyebutkan bahwa kematangan beragama adalah keberagamaan yang terbuka pada semua fakta, nilai-nilai, serta memberi arah pada kerangka hidup, baik secara teoritis maupun praktis dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang diyakininya.


Karakteristik Kematangan Beragama. Kematangan beragama dari seorang individu memiliki beberapa karakteristik. Gordon Willard Allport menjelaskan bahwa karakteristik kematangan beragama dari seorang individu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Differensiasi yang baik.
Seseorang yang memiliki kehidupan keagamaan yang terdifferensiasi adalah ia yang mampu menempatkan rasio sebagai salah satu bagian dari kehidupan beragama selain dari segi sosial, spiritual, maupun emosional. Pandangannya tentang agama menjadi lebih kompleks dan realistis.

2. Motivasi kehidupan beragama yang dinamis.
Motivasi kehidupan beragama berasal dari berbagai dorongan, baik biologis, psikologis, maupun sosial.

3. Pelaksanaan ajaran agama secara konsisten dan produktif.
Pelaksanaan kehidupan beragama merupakan realisasi penghayatan ketuhanan dan keimanan. Oleh karenanya, keadaran beragama yang matang terletak pada konsistensi pelaksanaan hidup beragama secara bertanggung jawab dengan mengerjakan perintah agama sesuai kemampuan dan berusaha secara maksimal meninggalkan larangan-larangan-Nya.

4. Pandangan hidup yang komprehensif.
Keberagaman yang komprehensif dapat diartikan sebagai keberagaman yang luas, universal dan toleran dalam arti mampu menerima perbedaan.

5. Pandangan hidup yang integral.
Dalam kesadaran beragama, integrasi tercermin pada keutuhan pelaksanaan ajaran agama, yaitu keterpaduan ihsan, iman, dan peribadatan. Pandangan hidup yang matang bukan hanya keluasan cakupannya saja, tetapi juga mempunyai landasan terpadu yang kuat dan harmonis.

6. Semangat pencarian dan pengabdian kepada Tuhan (heuristik).
Kesadaran beragama yang matang juga ditandai dengan adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa keutuhan, dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Ia selalu menguji keimanannya melalui pengalaman-pengalaman keagamaan sehingga menemukan keyakinan yang tepat.

Sedangkan David M. Wulff, dalam “Psychology of Religion: Classic and Contemporary Views”, menjelaskan bahwa karakteristik kematangan beragama adalah sebagai berikut :
  • mampu menyadari dan menjabarkan ajaran agama yang diyakininya.
  • berupaya komprehensif dalam beragama.
  • dinamis dalam beragama.
  • konsistensi moral.
  • berupaya mengaitkan agama dengan bidang lain kehidupan.
  • berupaya untuk selalu mengembangkan pemahaman dan penghayatan agama.


Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Beragama. Secara umum, terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kematangan beragama, yaitu :

1. Faktor Internal.
Faktor internal merupakan segala hal yang berasal dari dalam diri seorang individu yang dapat mempengaruhi kematangannya dalam beragama, yang meliputi diantaranya adalah :
  • temperamen. Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
  • gangguan jiwa. Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
  • konflik dan keraguan. Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti : taat, fanatik, agnotis, maupun ateis.
  • jauh dari Tuhan. Orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup terutama saat menghadapi musibah.

2. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal merupakan segala hal yang berasal dari luar diri seorang individu yang dapat mempengaruhi kematangannya dalam beragama. Atau dengan kata lain, faktor eksternal merupakan kondisi dan situasi lingkungan di mana seorang individu tinggal yang dapat mempengaruhi kematangan dalam beragama, yang meliputi diantaranya adalah : lingkungan keluarga, sekolah, adanya musibah, kejahatan, dan lain sebagainya.

Sedangkan Singgih D. Gunarsa, dalam “Psikologi untuk Keluarga”, menjelaskan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kematangan beragama dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :

1. Faktor Intern.
Faktor intern merupakan faktor yang mempengaruhi kematangan beragama seorang individu yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, yang meliputi : konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental, bakat khusus, serta emosionalitas. Faktor intern akan berpengaruh terhadap terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang.

2. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kematangan beragama seorang individu yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan, yang meliputi : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, kebududayaan di mana ia bertempat tinggal, dan lain sebagainya.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kematangan beragama, karakteristik dan faktor yang mempengaruhi kematangan beragama.

Semoga bermanfaat.