Istilah “fraud” atau “kecurangan”, dalam ilmu akuntansi khususnya yang berkaitan dengan laporan keuangan, diartikan sebagai sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja. Tindakan fraud ini dapat terjadi pada suatu manajemen yang dilakukan secara langsung atau melalui pihak ketiga atau dapat juga dilakukan oleh pihak lain yang memiliki tanggung jawab atas pengelolaan suatu perusahaan.
Dalam Black’s Law Dictionary Fraud, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “fraud” atau kecurangan adalah mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga serta penuh siasat.
Dalam tindakannya, fraud akan memanfaatkan suatu kebohongan yang bertujuan untuk mendapatkan berbagai keuntungan secara tidak adil. Tindakan fraud tentunya dapat melanggar hukum karena di dalamnya terdapat berbagai unsur kecurangan. Fraud biasanya terjadi pada perusahaan dengan skala besar, walaupun kasus fraud menunjukkan fakta bahwa perusahaan kecil-pun rentan terhadap fraud karena berbagai faktor.
The Association of Certified Fraud Examiner mengklasifikasikan “fraud” atau kecurangan menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Penggelapan Aset.
Penggelapan asset atau “asset misappropriation” merupakan suatu tindakan penipuan yang meliputi penyalah-gunaan aset atau pencurian aset perusahaan. Tindakan penggelapan aset adalah tindakan penipuan yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang “tangible” atau dapat dihitung.
2. Pernyataan yang Salah.
Pernyataan yang salah atau “fraudulent misstatement” merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui rekayasa terhadap laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan dari berbagai pihak. Apabila ada tindakan penggelapan aset, maka dapat berujung pada penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan akhirnya menghasilkan laba yang atraktif (window dressing).
3. Korupsi.
Korupsi atau “corruption” merupakan bentuk fraud yang paling sulit dideteksi karena biasanya tidak dilakukan oleh satu orang, melainkan dilakukan secara berkelompok. Korupsi dimaksud adalah suatu kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan menyalah-gunakan wewenang, penyuapan, pemberian hadiah yang ilegal, dan pemerasan secara ekonomi.
Baca juga : Skeptisisme Profesional Auditor
Teori Segitiga Kecurangan. Teori segitiga kecurangan atau “fraud triangle theory” pertama kali dikemukakan oleh Donald R. Cressey, dalam “Other People’s Money”. Dalam penelitian yang dilakukannya, Donald R. Cressey menelaah tentang “embezzlers” yang disebutnya sebagai “trust violators” atau pelanggar kepercayaan, yaitu mereka yang melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Hipotesis yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey adalah sebagai berikut :
“Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lainsadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasinya dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak-tanduk sehari-harinya memungkinkannya menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.”
Dalam “teori segitiga kecurangan” terdapat model segitiga kecurangan yang dibuat untuk menjawab pertanyaan :
- mengapa orang melakukan kecurangan ?, atau ;
- mengapa kecurangan terjadi ?
Selanjutnya, Donald R. Cressey menjelaskan bahwa dalam terdapat tiga elemen dalam “teori segitiga kecurangan” atau “fraud triangle theory”, yaitu :
1. Pressure.
Pressure atau tekanan berada pada sudut pertama dari model segitiga kecurangan. Pressure yang dirasakan oleh pelaku kecurangan yang dipandangnya sebagai kebutuhan keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain (perceived non-shareable financial needs), maka dari itu si pelaku kecurangan mulai mempertimbangkan tindakan illegal, seperti : menyalah-gunakan asset perusahaan atau melakukan manipulasi yang disengaja pada laporan keuangan untuk menyelesaikan masalah keuangannya.
Terdapat tiga bentuk pressure atau tekanan yang memotivasi seorang individu untuk melakukan fraud di perusahaan tempatnya bekerja, yaitu :
- personal pressure, merupakan bentuk tekanan di mana seorang individu melakukan kecurangan yang disebabkan oleh gaya hidupnya.
- employment pressure, merupakan bentuk tekanan di mana seorang individu melakukan kecurangan yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan atau target kerja, atau karena kepentingan keuangan yang dimiliki manajemen perusahaan,
- external pressure, merupakan bentuk tekanan di mana seorang individu melakukan kecurangan yang disebabkan oleh faktor dari luar perusahaan, misalnya : ancaman terhadap stabilitas keuangan perusahaan, ekspektasi pasar, dan lain sebagainya.
2. Opportunity.
Opportunity atau kesempatan berada pada sudut kedua model segitiga kecurangan. Opportunity atau kesempatan merupakan suatu kondisi (peluang) untuk melakukan kecurangan seperti yang dipersepsikan pelaku kecurangan. Opportunity dalam model segitiga kecurangan juga dapat diartikan dengan suatu metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan kecurangan. Pelaku kecurangan harus dapat melihat celah untuk bisa melakukan kecurangan, dengan menghindari risiko sekecil mungkin tindakan kecurangannya tersebut diketahui orang lain. Contoh opportunity yang dapat membuat kecurangan atau “fraud” bisa terjadi adalah :
- tingginya tingkat turnover di divisi manajemen yang memegang peranan penting di perusahaan.
- pemisahan tugas yang tidak memadai.
- transaksi yang sifatnya kompleks, atau bahkan struktur manajemen.
3. Rationalization.
Rationalization atau rasionalisasi adalah sudut terakhir dari model segitiga kecurangan. Rationalization atau rasionalisasi merupakan pembenaran yang “dibisikkan” untuk melawan hati nurani si pelaku kecurangan. Rationalization juga dapat berarti suatu mekanisme pertahanan yang dianggap sebagai perilaku yang kontroversial atau perasaan yang dijelaskan secara rasional atau logis untuk menghindari penjelasan yang benar. Berkaitan dengan rasionalisasi tersebut :
kebanyakan pelaku kecurangan adalah orang-orang yang baru pertama kali melakukan praktik kecurangan (first time offender), dan tidak melihat diri mereka sebagai pelaku kriminal. Mereka melihat diri mereka sebagai individu yang jujur yang terjebak dalam situasi yang buruk, dan mereka menjustifikasi praktik kecurangan mereka sebagai tindakan yang legal atau dapat diterima secara umum.
Contoh rasionalisasi yang umum dilakukan oleh seorang manajer ketika ia melakukan kecurangan adalah ia akan beralasan bahwa ia melakukan kecurangan karena dituntut untuk memenuhi target margin perusahaan tahun ini, dan ketika mereka gagal, usaha terakhirnya adalah melakukan kecurangan untuk memberikan comfortness kepada para stockholders.
Demikian penjelasan berkaitan dengan teori segitiga kecurangan atau “fraud triangle theory”.
Semoga bermanfaat.