Pengertian Narsisme. Secara etimologis, istilah “narsisme” yang dalam bahasa Inggris disebut dengan “narsisisme” adalah berasal dari nama seorang tokoh dalam mitologi Yunani, yaitu “Narkissos” atau yang dalam bahasa Latin disebut “Narcissus”. Dalam mitologi tersebut, diceritakan bahwa Narcissus adalah seseorang pemuda tampan yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri ketika tidak sengaja melihat dirinya pada kolam air.
Sedangkan secara terminologis, istilah “narsisme” dapat diartikan sebagai perilaku yang ditandai dengan kecenderungan untuk memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian, selain itu tertanam dalam dirinya perasaan paling mampu, paling unik (beda sendiri) dan merasa khusus dibandingkan dengan orang lain. Narsisme juga dapat berarti suatu kondisi gangguan kepribadian di mana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Seorang dengan sifat narsime disebut narsisis atau “narcissist” yang pada umumnya sudah ada dalam diri setiap manusia sejak lahir.
J.P. Chaplin, dalam “Kamus Lengkap Psikologi”, menyebutkan bahwa narsisme adalah suatu tingkat awal dalam perkembangan manusiawi yang dicirikan secara khas dengan perhatian yang sangat ekstrim pada diri sendiri dan tidak adanya perhatian pada orang lain. Orang yang berperilaku narsisme cenderung menjadi sangat self-consciousness, yaitu perhatian yang sangat berlebihan pada diri sendiri dan apabila kecenderungan ini semakin gawat maka muncul imaginary audience dalam pikirannya. Sedangkan Kartini Kartono dan D. Gulo, dalam “Kamus Psikologi”, menyebutkan bahwa narsisme adalah cinta diri yang ekstrim, menganggap diri sendiri sangat superior dan sangat penting, serta ada extreem self importancy.
Konsep narsisme pertama kali dipopulerkan oleh psikoanalis, Sigmund Freud melalui bukunya yang berjudul “General Introduction to Psychoanalysis”. Sigmund Freud menjelaskan bahwa istilah “narcissistic” ditujukan pada orang-orang yang menunjukkan bahwa dirinya orang penting secara berlebih-lebihan dan keinginan mendapatkan perhatian. Narsisme merupakan cinta kepada diri sendiri, yang dibarengi dengan kecenderungan mementingkan diri sendiri. Mereka memiliki kekaguman terhadap dirinya sendiri, dan sering berdiri di depan kaca untuk memperhatikan kecantikannya atau kecakapannya.
Selain itu, pengertian narsisme juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
- J.W. Santrock, dalam “Life Span Development”, menjelaskan bahwa narsistik adalah pendekatan terhadap orang lain yang berpusat pada diri sendiri (self-contered) dan memikirkan diri sendiri (self-concerned). Pelaku narsisme sangat berpusat pada dirinya, selalu menekankan bahwa dirinya sempurna, serta memandang keinginan dan harapannya adalah hal terpenting
- Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene, dalam “Abnormal Psychology”, menjelaskan bahwa narsistik adalah perilaku atau cara berhubungan dengan orang lain yang benar-benar kaku yang menghalang-halangi mereka untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan eksternal, sehingga perilaku tersebut pada akhirnya bersifat merusak diri sendiri. Penderita kecenderungan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tidak masuk akal, bahwa dirinya orang penting dan sangat terpaku dengan dirinya sendiri sehingga mereka tidak memiliki sensitivitas dan tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain.
Karakteristik Narsisme. Narsisme memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan jenis perilaku yang lain. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, menjelaskan bahwa seseorang dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsisme apabila ia sekurang-kurangnya memiliki lima dari sembilan karakteristik kepribadian sebagai berikut :
- memiliki perasaan kekaguman terhadap kepentingan diri.
- sering asyik dengan fantasi, khayalan, tidak terbatas tentang kesuksesan, kekuasaan, kepandaian, kecantikan, atau cinta yang sempurna.
- percaya bahwa mereka adalah unggul, spesial, atau unik dan mengharapkan orang lain untuk menghargainya sebagaimana mestinya.
- membutuhkan pujian yang lebih dari orang lain.
- ingin diperlakukan secara istimewa.
- ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain.
- kurang memiliki empati.
- mempunyai perasaan iri terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain iri pada mereka.
- sombong, berlaku angkuh, suka meninggikan diri, menghina.
Sedangkan Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene, menjelaskan bahwa seorang yang narsistik memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah :
- memiliki rasa bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri.
- kebutuhan yang ekstrem akan pemujaan.
- mereka membesar-besarkan prestasi mereka.
- berharap orang lain menghujani mereka dengan pujian.
- berharap orang lain melihat kualitas khusus mereka, bahkan saat prestasi mereka biasa saja.
- bersifat self-absorbed.
- kurang memiliki empati pada orang lain.
Jenis Narsisme. Narsisme dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Secara umum, narsisme dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
- narsistik tampak atau “grandiose narcissism”, merupakan jenis narsisme yang umum berada pada lingkungan sekitar, di mana seseorang dengan narsisme jenis ini bersifat blak-blakan, mendominasi percakapan, dan ingin selalu diperhatikan.
- narsistik tidak tampak atau “vulnerable narcissism”, merupakan jenis narsisme yang jarang ditemui, di mana seseorang dengan narsisme jenis ini cenderung pendiam namun rapuh (mudah di ambil hati), pengidap vulnerable narcissism ini tidak banyak bicara, sensitif terhadap hinaan yang merendahkan, dan tidak ingin didiamkan.
Selain kedua jenis narsisme tersebut, narsisme juga dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu :
- narsistik prososial. Seseorang dengan perilaku narsistik prososial akan berusaha melakukan perbuatan baik dan suka tampil di depan umum untuk membuat orang lain senang dengan mereka. Dengan cara ini, mereka bisa memperoleh validasi yang sangat mereka butuhkan, serta dikenal dan dihargai oleh semua orang.
- narsistik antisosial. Seseorang dengan perilaku narsistik antisosial akan sering menyalah-gunakan atau mengeksploitasi hubungan untuk keuntungan diri sendiri. Mereka seringkali egois yang mengharapkan kepuasan berlebihan dari orang lain dalam hidupnya.
- narsistik ganas. Seseorang dengan perilaku narsistik ganas tidak akan melakukan apapun demi keuntungan orang lain. Bahkan, mereka tidak segan menyerang atau mencoba menghancurkan orang lain untuk menopang perasaan rapuh dirinya.
- narsistik terselubung. Seseorang dengan perilaku narsistik terselubung percaya bahwa mereka lebih unggul, tapi mereka menyimpan kepercayaan di dalam hatinya. Mereka sangat mementingkan diri sendiri dan percaya bahwa mereka berhak mendapat perhatian lebih.
Dampak Perilaku Narsisme. Perilaku narsisme dapat memberikan dampak bagi pelakunya, diantaranya adalah :
- mempunyai obsesi yang besar untuk tampil sempurna.
- dapat memecah konsentrasi saat belajar atau sedang melakukan aktivitas.
- respon negatif dari lingkungan sekitar sehingga menimbulkan kejahatan.
- menimbulkan rasa iri.
- krisis percaya diri.
- narsis berlebihan.
- banyak yang benci.
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Narsisme. Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya perilaku narsisme. V.M. Durand dan D.H. Barlow, dalam “Abnormal Psychology”, menjelaskan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya perilaku narsisme adalah :
- temperamen yang sangat sensitif sejak lahir.
- pujian dan penilaian yang berlebihan dari orang tua.
- penilaian orang tua sebagai tujuan untuk mengatur harga diri mereka.
- sanjungan yang berlebihan yang tidak pernah seimbang dengan kenyataan timbal balik.
- pemberian perhatian yang tidak terduga dari orang tua.
- penyiksaan yang terlalu pada waktu kecil.
- membanggakan penampilan dan bakat orang tua.
Sedangkan C. Sedikides, dalam “Are Normal Narcissists Psychologically Healthy ?: Self Esteem Matters”, yang dimuat dalam Journal of Personality and Social Psychology, Volume : 87, Nomor : 3, Tahun 2004, menjelaskan bahwa beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya perilaku narsisme adalah :
1. Self- esteem atau harga diri.
Harga diri yang tidak stabil dan terlalu tergantung pada interaksi sosialnya memiliki harga diri yang rapuh, sehingga sangat rentan terhadap kritik. Seseorang yang memiliki tingkat self-esteem yang rendah cenderung lebih sering aktif di media sosial.
2. Depresion atau depresi.
Depresi yang dialami oleh seseorang dapat terjadi diantaranya disebabkan karena adanya anggapan bahwa dirinya adalah orang yang penting dan terokupasi dengan keinginan mendapatkan perhatian, jika tidak mampu mewujudkan harapan-harapannya sendiri maka ia menjadi putus asa dan cenderung menyalahkan orang lain.
3. Loneliness atau kesepian.
Perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidak-sesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal. Hal tersebut membuat mereka tidak mampu untuk memahami orang lain dan memiliki sedikit empati karena perasaan iri dan arogansi, membuat tuntutan yang tidak realistik bagi orang lain untuk mengikuti keinginannya.
4. Subjective Well-being atau perasaan subyektif.
Seseorang merasa bahwa dirinya seakan-akan menjadi pribadi yang sempurna sehingga hal ini membuatnya hidup dalam fantasi keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau kecantikan yang tidak terbatas.
5. Kurangnya sosialisasi.
Sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Seseorang yang tidak berada dalam satu di antara kedua kondisi tersebut, akan berada dan banyak menghabiskan waktunya dalam dunianya sendiri dan tidak peduli dengan lingkungan sosialnya. Ia cenderung mementingkan kehidupannya sendiri.
Baca juga : Plato : Sang Baik, Cinta, Dan Kebahagiaan
Terapi untuk Mengatasi Perilaku Narsisme. Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi perilaku narsisme, diantaranya adalah :
1. Terapi Kognitif.
Terapi kognitif merupakan suatu pendekatan yang mengombinasikan penggunaan teknik kognitif untuk membantu seseorang dalam memodifikasi mood dan perilakunya dengan mengubah pikiran yang merusak diri. Terapis bertindak seperti pelatih, mengajari kliennya teknik dan strategi yang bisa ia gunakan untuk mengatasi masalahnya. Terapi kognitif adalah pendekatan yang berorientasi problem dan edukatif, dengan tujuan :
- memperbaiki dan memecahkan kesulitan atau masalah.
- membantu klien memperoleh strategi yang konstruktif dalam mengatasi masalah.
- membantu klien memodifikasi kesalahan berfikir.
- membantu klien menjadi terapis pribadinya sendir
2. Terapi Psikodinamik.
Psikodinamik merupakan teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Istilah psikodinamika berarti “langsung terkait dengan hukum tindakan mental”, dan hukum-hukum itu menggunakan anggapan dasar anggapan dasar bahwa ada beberapa prinsip yang menentukan relasi antara pikiran dan tindakan dan bahwa semua itu bisa dirumuskan sebagai basis untuk intervensi terapeutik.Pendekatan psikodinamik ini dapat digunakan sebagai terapi untuk mengobati seseorang dengan gangguan kepribadian narsistik. Terapi psikodinamik dimaksudkan untuk :
- memberikan pengalaman perkembangan korektif kepada klien, di mana terapis ini menggunakan empati untuk mendukung pencarian klien untuk pengakuan dan kekaguman. Sehingga orang yang mempunyai gangguan kepribadian narsisme bisa lebih peduli terhadap kondisi di sekitar lingkungannya.
- mencoba memandu klien ke arah apresiasi yang lebih realistis bahwa tidak ada yang sempurna.
- membantu klien berbicara dengan lebih bebas, maka pendekatan tersebut digunakan untuk menemukan dan menganalisis kecemasan yang memotivasi hambatan dan resistensi, mengidentifikasi dan menantang hal-hal yang tak diucapkan, dan untuk menarik perhatian pada terjadinya pengulangan perilaku
Persamaan dan Perbedaan Antara Narsisme dan Egosentrisme. Terdapat beberapa hal yang menjadi persamaan dan yang membedakan antara narsisme dan egosentrisme. Persamaan dan perbedaan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Persamaan antara narsisme dan egosentrisme.
Beberapa hal yang menjadi persamaan antara narsisme dan egosentrisme adalah :
- sama-sama berfokus pada persepsi dan opini sendiri.
- kurang memiliki empati.
- tidak mampu memahami kebutuhan orang lain berpikir berlebihan tentang penilaian orang tentang mereka dan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan atas kebutuhan atau kepentingannya sendiri.
2. Perbedaan antara narsisme dan egosentrisme.
Beberapa hal yang menjadi perbedaan antara egosentrisme dan narsisme adalah :
2.1. Narsisme :
- orang dengan narsisme, dapat melihat sesuatu hal dari sudut pandang orang lain, tetapi ia tidak memedulikannya. Orang yang memiliki narsisme tinggi akan menjadi kesal atau bahkan marah ketika orang lain gagal melihat sesuatu dengan cara mereka.
- orang degan narsisme akan bersikeras untuk menerima perlakuan khusus, mengeluh ketika tidak mendapatkannya, dan menolak orang-orang yang dianggap menghalangi mereka. Mereka akan merasa kosong dan tidak berarti ketika tidak mendapat perhatian dan pengakuan seperti yang diinginkan.
- narsisme merupakan sifat psikologis, yang menunjukkan gangguan kepribadian yang dikenal sebagai “Narcissistic Personality Disorder”.
2.2. Egosentrisme :
- orang dengan egosentrisme tidak dapat melihat sesuatu hal dari sudut pandang orang lain.
- egosentrisme dapat berkembang menjadi narsisme. Pada kondisi demikian, mereka menjadi haus akan perhatian orang lain dan selalu mengelilingi diri dengan para pengagum mereka untuk melindungi kepercayaan diri yang semakin tidak stabil.
- egosentrisme yang merupakan keterpusatan pada diri sendiri, bukanlah bagian dari kategori diagnostik. Egosentrisme merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk merujuk pada pola dalam cara berpikir.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian narsisme, karakteristik, jenis, dampak, faktor yang mempengaruhi, dan terapi untuk mengatasi perilaku narsisme, serta persamaan dan perbedaan antara narsisme dan egosentrisme.
Semoga bermanfaat.