Plato mengatakan, orang dianggap baik apabila ia dikuasai oleh akal budi, dan orang dianggap buruk apabila ia dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu. Mengapa bisa begitu ? Karena selama orang dikuasai oleh nafsu dan emosi, orang akan dikuasai oleh sesuatu yang di luar kita. Itu artinya, kita tidak teratur, terombang ambing kesana kemari, dan orang akan kacau. Ketergantungan pada nafsu atau emosi mana yang sedang menguasai, dan menjadi objek dorongan-dorongan irasional dari dalam diri.
gambar : en.wikipedia.org |
Sebaliknya, apabila seseorang dikuasai oleh akal budi, orang tersebut menguasai dirinya sendiri dan berpusat pada dirinya sendiri. Hidup secara rasional berarti bersatu dengan dirinya sendiri. Orang tersebut akan menikmati ketenangan dan kedamaian dalam hidupnya. Apabila dapat menguasai diri sendiri melalui akal budi, maka kita dapat menikmati tiga hal, yaitu kesatuan dengan diri sendiri, ketenangan, dan pemilikan diri yang tenang.
Oleh karenanya, apabila kita mau mencapai suatu hidup yang baik, yang tenang, bersatu, terasa bernilai, hal pertama yang perlu diusahakan adalah membebaskan diri dari kekuasaan irasional hawa nafsu dan emosi serta mengarahkan diri menurut akal budi. Karena itu, diri kita dituntut suatu perubahan ke arah yang rasional, relitas, dan baik. Kita perlu berpaling dari anggapan-anggapan dangkal pancaindera dan mencari realitas yang sebenarnya, realitas rohani. Artinya, kita akan mulai berpikir, membentuk konsep-konsep, dan melalui konsep-konsep tersebut kita akan diantar keluar dari pikiran yang irasional menuju ke dalam alam yang rasional, yang sebenarnya, alam rohani.Kita mulai melihat dan mengarahkan hidup kita kepada kebenaran yang sesungguhnya, pada idea-idea.
Bagi Plato, orang yang mengikuti akal budi adalah orang yang berorentasi kepada realitas yang sebenarnya. Akal budi adalah kemampuan untuk melihat dan mengerti. Orang berakal budi dikuasai oleh pengertian yang tepat. Pengertian tepat itu tercermin pada keteraturan dalam jiwa kita. Melalui akan budi, kita dapat menyesuaikan diri dengan keselarasan alam semesta, dengan alam idea-idea. Dengan demikian, batin kita akan semakin tertata dan selaras. Kita akan mampu untuk menentukan prioritas antara pelbagai dorongan dan kegiatan, membedakan antara keinginan yang perlu dan yang tidak perlu. Akal budi adalah pandangan tentang tatanan yang tepat. Dikuasai oleh akal budi berarti ditata oleh intuisi tatanan itu. Kita sendiri menjadi tertata. Kita terkait dengan tatanan yang lebih luas yang di dalamnya kita berada. Apabila kita dikuasai oleh akal budi, maka tindakan kita juga akan berubah dan menjadi lebih terarah.
Idea tertinggi adalah idea sang baik. Idea tertinggi itu dalam perumpaan tentang gua dan matahari. Kita dapat melihat kebaikan dan keindahan alam nyata di luar gua adalah karena alam itu disinari oleh matahari. Demikian juga dalam berorientasi kepada alam idea, kita tertarik kepada idea tertinggi, pada sang baik. Sang baik adalah dasar segala-galanya. Segala-galanya menuju kepadanya, tertarik olehnya. Mausia yang baik pada dasarnya adalah manusia yang seluruhnya terarah kepada sang baik. Segala kebaikan yang ditemukan di dunia merupakan cerminan kebaikan. Hidup manusia akan semakin bernilai bila semakin ia seluruhnya terarah kepada nilai dasar, sang baik. Sang baik tersebut, oleh Plato kadang-kadang juga disebut dengan Yang Ilahi. Karena itu, mausia menurut Plato akan mencapai puncak eksistensinya apabila ia terarah kepada Yang Ilahi.
Yang menarik manusia untuk mencari kebenaran dan menuju pada sang baik, menurut Plato adalah Cinta. Sang baik, justru karena ia baik, adalah apa yang paling dicintai dan dirindu oleh idea-idea. Idea yang baik dengan sendirinya adalah dasar segala cinta, adalah apa yang berada di akar segala cinta. Plato menyebut cinta itu eros. Eros adalah kekuatan universal dalam alam. Seperti segala kebaikan turun dari sang baik lewat alam idea sampai ke alam indrawi, begitu juga sebaiknya, manusia dapat naik dari cinta jasmani, lewat cinta rohani sampai pada tujuan segala cinta yang sekaligus asal usul segala ketertarikan, sang baik. Dengan naik dari cinta jasmani ke cinta yang semakin rohani, eros dapat mencapai idea sang baik.
Dalam kesanggupan memandang sang baik, cinta dan kebaikan menyatu. Cinta adalah yang paling membahagiakan. Karena itu, puncak hidup yang etis dalam paham Plato merupakan kesatuan total antara kebaikan (atau nilai) objektif, cinta, dan kebahagiaan.
Cinta terhadap yang abadi sekaligus akan membahagiakan. Semakin kita berhasil melepaskan diri dari keterikatan pada dunia jasmani indrawi, semakin kita akan bahagia. Filsuf adalah orang yang paling bahagia karena ia sampai pada sang baik. Semakin manusia mengangkat pandangannya ke alam abadi, semakin bahagia ia. Dapat dikatakan bahwa eros adalah nilai subjektif dan idea-idea adalah nilai-nilai objektif. Dalam eros kita mengalami yang baik, kita bahagia, sedangkan idea-idea secara objektif mewujudkan yang bernilai. Oleh karena itu, manusia mencapai puncak kebahagiaan apabila nilai subjektif, eros, menyatu dengan nilai objektif yang tertinggi, dengan idea sang baik. Persatuan cinta dengan yang dicintai, eros dengan idea, yang baik subjektif dengan yang baik objektif adalah kebahagiaan yang sempurna. (dari buku : 13 Tokoh Etika, Frans Magnis Suseno)