Disonansi Kognitif : Pengertian, Gejala, Dimensi Pengkuran, Penyebab, Dan Cara Mengatasi Disonansi Kognitif, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Disonansi Kognitif

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Disonansi Kognitif. Dalam hidup, seseorang akan selalu dihadapkan pada suatu pilihan. Keputusan yang harus diambil terhadap pilihan yang dihadapi akan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal inilah yang seringkali membuat seseorang mengalami suatu perasaan tidak nyaman, yang meliputi keraguan, kecemasan, menyesal, perasaan bersalah, dan lain sebagainya. Perasaan tidak nyaman dimaksud dapat terjadi, baik sebelum, saat, maupun sesudah pengambilan keputusan yang biasa disebut dengan “disonansi kognitif” atau “cognitive dissonance”.

Disonansi kognitif termasuk salah satu teori yang paling berpengaruh dalam psikologi sosial. Teori ini dicetuskan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Melalui teori disonansi kognitif ini, Leon Festinger menunjukkan bahwa setiap orang memiliki dorongan batin untuk menjaga semua sikap dan perilaku tetap selaras serta menghindari ketidak-harmonisan (disonansi). Apabila terjadi disonansi, maka sesuatu harus dirubah untuk menyelaraskan kembali situasi tersebut.

Leon Festinger, dalam “A Theory of Cognitive Dissonance”, menyebutkan bahwa disonansi kognitif adalah ketidak-sesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidak-nyamanan psikologis serta mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Istilah disonansi atau disonan tersebut berkaitan dengan istilah konsonan di mana keduanya mengacu pada hubungan yang ada di antara elemen, yaitu elemen kognitif. Hubungan dimaksud adalah :
  • hubungan antara elemen kognitif yang konsonan berarti adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif manusia.
  • hubungan yang disonan adalah hubungan yang berlawanan atau tidak sesuai.

Lebih lanjut Leon Festinger juga menjelaskan bahwa apabila terjadi hubungan yang konsonan antara elemen kognitif, akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan. Hubungan konsonan adalah hubungan yang berjalan secara beriringan dan sesuai, sementara hubungan yang disonan akan membuat perasaan yang tidak enak atau tidak nyaman pada diri seseorang. Perasaan tidak nyaman yang terbentuk akibat hubungan yang disonan tersebut akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu agar disonansi tersebut dapat dikurangi sehingga akan menciptakan keadaan yang seimbang atau konsonan.

Leon Festinger menyebutkan bahwa terdapat dua prinsip disonansi kognitif, yaitu :
  • disonansi membuat tidak nyaman dan akan memotivasi seseorang untuk menguranginya.
  • seseorang yang mengalami disonansi akan menghindari situasi yang menghasilkan lebih banyak disonansi.


Berdasarkan hal tersebut, secara umum, “disonansi kognitif” dapat diartikan sebagai satu perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang di saat menghadapi dua atau lebih nilai yang berbeda atau ketika melakukan hal yang tidak sesuai dengan kepercayaan atau keyakinan yang dianut. Disonansi kognitif juga dapat berarti suatu keadaan psikologis yang dihasilkan ketika seseorang merasakan bahwa kedua pengertian yang dipercayai sebagai kebenaran, tidak sesuai satu sama lain. Disonansi kognitif merupakan suatu situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Dengan kata lain, disonansi kognitif dapat digambarkan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika elemen kognitif yang mereka punya saling bertolak belakang atau tidak mempunyai tujuan yang sama.

Pada dasarnya setiap orang akan selalu mencari homeostatis atau keseimbangan dan sistem kognitif adalah sebuah alat utama yang dapat digunakan untuk mencapai keseimbangan. Menurut “teori konsistensi”, seseorang akan merasa nyaman apabila ada konsistensi dalam dirinya. Konsistensi dimaksud dapat terwujud apabila terdapat keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan konatif. Yang dimaksud dengan :
  • aspek kognitif, adalah yang menyangkut kesadaran dan pengetahuan.
  • aspek afektif, adalah menyangkut sikap atau perasaan atau emosi.
  • aspek konatif, adalah menyangkut perilaku atau tindakan.


Gejala Disonansi Kognitif. Beberapa gejala yang dapat dirasakan atau dilihat ketika seseorang mengalami disonansi kognitif, diantaranya adalah :
  • merasa cemas sebelum melakukan sesuatu atau mengambil keputusan.
  • mencoba membenarkan atau merasionalisasi keputusan atau tindakan yang telah diambil.
  • merasa malu terhadap tindakan yang diambil atau kecenderungan untuk menyembunyikannya.
  • merasa bersalah atau menyesal tentang sesuatu yang pernah dilakukan.
  • menghindari percakapan tentang topik tertentu atau informasi baru yang bertentangan dengan keyakinan.
  • melakukan sesuatu karena tekanan sosial meski itu bukan hal yang diinginkan.
  • mengabaikan informasi yang menyebabkan disonansi.


Dimensi Pengukuran Disonansi Kognitif. Disonansi kognitif dapat diukur dengan menggunakan beberapa dimensi. Jillian C. Sweeney, Douglas Hauscknecht, dan Geoffrey N. Soutar, dalam “Cognitive Dissonance after Purchase: A Multidimensional Scale”, yang dimuat dalam Psychology and Marketing, Volume : 17, Tahun 2000, menyebutkan bahwa disonansi kognitif dapat diukur dengan tiga dimensi, yaitu :

1. Emosional.
Emosional merupakan ketidak-nyamanan psikologis yang dialami oleh seseorang ketika dihadapkan pada situasi sebelum dan sesudah pengambilan suatu keputusan. Indikator dari dimensi ini, diantaranya adalah telah membuat sesuatu yang salah, menyesal, kecewa dengan diri sendiri, takut, marah, cemas atau khawatir, kesal dengan diri sendiri, dan lain sebagainya.

2. Kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan.
Kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan merupakan ketidak-nyamanan psikologis yang dialami oleh seseorang yang berkaitan dengan keputusan yang telah dilakukan. Indikator dari dimensi ini,  diantaranya adalah apakah telah membuat pilihan yang tepat, apakah sesuai kebutuhan, diperlukan atau tidak, sesuai atau tidak dengan keinginan atau pilihan.

3. Kekhawatiran atas kesepakatan.
Kekhawatiran atas kesepakatan merupakan ketidak-nyamanan psikologis yang dialami oleh seseorang setelah melakukan sesuatu hal atau setelah dibuatnya suatu keputusan. Indikator dari dimensi ini, diantaranya adalah : melakukan kesalahan terhadap suatu hal yang dibuat atau diputuskan, melakukan suatu kebodohan, kebingungan, dan lain sebagainya.


Penyebab Disonansi Kognitif. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan disonansi kognitif pada diri seseorang, diantaranya adalah :
  • pengambilan keputusan. Keharusan seseorang untuk memilih satu dari beberapa hal yang menarik, yang semuanya memiliki sisi kebaikan dan menguntungkan bagi diri atau kelompoknya dapat menyebabkan timbulnya disonansi kognitif pada seseorang tersebut.
  • tekanan dari orang lain. Paksaan dari orang atau pihak lain terhadap diri seseorang dapat menimbulkan disonansi kognitif pada yang bersangkutan.
  • upaya mencapai tujuan. Usaha keras yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai suatu tujuan dan hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diinginkan dapat menimbulkan disonansi kognitif pada diri orang tersebut.

Sedangkan Leon Festinger menjelaskan bahwa disonansi kognitif dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu :

1. Inkonsistensi logis.
Inkonsistensi logis atau “logical inconsistency” merupakan disonansi yang terjadi karena ketidak-sesuaian elemen kognitif dengan hal-hal logis yang ada.

2. Nilai-nilai budaya.
Nilai-nilai budaya atau “culture mores” merupakan disonansi yang terjadi karena adanya perbedaan budaya.

3. Pendapat umum.
Pendapat umum atau “opinion generality” merupakan disonansi yang terjadi karena adanya pemaksaan pendapat yang dianut oleh banyak orang kepada kepada pendapat perorangan.

4. Pengalaman masa lalu.
Pengalaman masa lalu atau “past experience” merupakan disonansi yang terjadi karena adanya ketidak-konsistenan kognisi dengan pengetahuan pada pengalaman masa lalu.


Cara Mengatasi Disonansi Kognitif. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi disonansi kognitif, diantaranya adalah :
  • mengubah atau mengurangi keyakinan. Disonansi kognitif dapat diatasi dengan cara mengubah atau mengurangi keyakinan yang dianut, sehingga perasaan tidak nyaman akibat disonansi dapat dihilangkan.
  • membenarkan (justifikasi) tindakan. Disonansi kognitif dapat diatasi atau dikurangi dengan cara membenarkan atau melakukan justifikasi serta serta meyakinkan diri terhadap tindakan yang dilakukan.
  • menambah informasi baru. Disonansi kognitif dapat diatasi dengan cara menambah informasi tehadap sesuatu hal atau tindakan yang menimbulkan disonansi, sehingga keyakinan terhadap sesuatu hal atau tindakan yang dilakukannya tersebut menjadi lebih kuat.
  • menolak atau menghindari suatu informasi. Disonansi kognitif dapat diatasi dengan cara menolak atau menghindari suatu informasi berkaitan dengan sesuatu hal atau tindakan yang menimbulkan disonansi.


Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Disonansi Kognitif. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi kognitif yang dialami oleh seseorang. Philip G. Zimbardo, Ebbe B. Ebbsen, dan Christina Maslach, dalam “Influencing Attitudes and Changing Behavior: An Introduction to Method, Theory, and Applications of Social Control and Personal Power”, menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi kognitif seseorang adalah :
  • kepentingan, yaitu seberapa signifikan suatu masalah yang dihadapi akan berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang dirasakan oleh seseorang.
  • rasio disonansi, yaitu jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang konsonan.
  • rasionalitas, yaitu segala sesuatu yang digunakan oleh seseorang untuk menjustifikasikan konsistensi.

Faktor-faktor tersebut merujuk pada alasan yang menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka akan semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian disonansi kognitif (cognitive dissonance), gejala, dimensi pengukuran, penyebab, dan cara mengatasi disonansi kognitif, serta faktor yang mempengaruhi disonansi kognitif (cognitive dissonance).

Semoga bermanfaat.