Barang Bukti Dalam Hukum Acara Pidana : Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, Dan Fungsi Barang Bukti Dalam Hukum Acara Pidana

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Barang Bukti. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak terdapat penjelasan yang tegas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Hanya saja dalam ketentuan Pasal 39 KUHAP, disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan barang sitaan. Pasal 39 KUHAP menyebutkan bahwa :

(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah : 
  • a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
  • b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya. 
  • c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
  • d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. 
  • e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. 

(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).


Berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHAP tersebut, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan barang bukti adalah suatu benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, baik itu karena diduga diperoleh dan/atau sebagai hasil dari tindak pidana atau karena benda dimaksud digunakan secara langsung untuk melakukan atau untuk mempersiapkan suatu tindak pidana. Atau dengan kalimat yang sederhana, barang bukti merupakan benda yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang terjadi yang dapat dilakukan penyitaan.

Maksud dari penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan, dan peradilan. Penyitaan bersifat sementara, maksudnya adalah benda milik seseorang dilepas sementara untuk keperluan pembuktian, dan hak milik atas benda tersebut tidak terlepas dari pemiliknya, sehingga apabila benda tersebut sudah tidak lagi dipergunakan sebagai alat pembuktian akan segera dikembalikan kepada yang berhak. 

Soesilo Yuwono dalam bukunya yang berjudul "Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP Sistem dan Prosedur", menyebutkan bahwa secara umum, benda yang dapat disita dibedakan menjadi :
  • benda yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan tindak kejahatan (instrumental delicti).
  • benda yang diperoleh atau dari hasil suatu tindak pidana (corpora delicti).
  • benda-benda lain yang secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana tetapi mempunyai alasan yang kuat untuk alasan pembuktian.
  • barang bukti pengganti, misalnya : benda yang dicuri adalah uang, kemudian uang hasil curian tersebut digunakan untuk membeli suatu barang, maka barang dimaksud dapat disita sebagai barang bukti pengganti.

Yang perlu diperhatikan adalah penyitaan berbeda dengan perampasan. Perampasan atau verbeurdverklaring adalah pengambil-alihan suatu benda atau barang dari pemiliknya dengan tujuan untuk mencabut status hak milik atas barang tersebut, untuk kemudian :
  • digunakan bagi kepentingan negara,
  • untuk dimusnahkan, atau ;
  • untuk dirusak hingga tidak dapat dipergunakan lagi.

Baca juga : Visum et Repertum

Selain itu, pengertian tentang barang bukti dalam perkara pidana juga dapat dijumpai dalam pendapat para ahli, diantaranya adalah : 
  • Andi Hamzah, menyebutkan bahwa barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik.
  • Ansori Hasibuan, menyebutkan bahwa barang bukti dalam perkara pidana adalah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan. 
  • Martiman Prodjohamidjojo, menyebutkan bahwa barang bukti adalah barang bukti kejahatan. 

Baca juga : Otopsi

Ciri-Ciri Barang Bukti. Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti adalah sebagai berikut : 
  • merupakan obyek materiil.
  • berbicara untuk diri sendiri. 
  • sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya. 
  • harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa. 

Baca juga : Malpraktik

Jenis Barang Bukti. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHAP tersebut di atas, jenis dari barang bukti adalah segala benda yang dapat disita yang meliputi sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 39 KUHAP tersebut. Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor : 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa barang bukti dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  • benda bergerak atau tidak bergerak.
  • benda berwujud atau tidak berwujud.
yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Sedangkan menurut Adami Chazawi, barang bukti dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  • benda berwujud, yang meliputi : 1. benda yang digunakan dalam melakukan tindak pidana (instrument delicti). 2. benda yang dipakai untuk menghalang-halangi penyidikan. 3. benda yang dibuat khusus atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. 4. benda-benda lainnya yang mempunyai hubungan langsung/tidak langsung dengan dilakukannya tindak pidana, termasuk di dalamnya adalah benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana (corpus delicti), misalnya uang palsu.
  • benda yang tidak berwujud, yang meliputi tagihan yang diduga dari tindak pidana.


Fungsi Barang Bukti dalam Perkara Pidana. Dalam proses persidangan perkara pidana, barang bukti mempunyai fungsi sebagai berikut : 
  • menguatkan kedudukan alat bukti yang sah.
  • mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara pidana yang terjadi. 
  • menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan dari terdakwa sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

Sedangkan menurut Yahya Harahap, barang bukti dalam perkara pidana berfungsi sebagai alat ukur dalam membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran. Maksud dari alat ukur tersebut adalah sebagai berikut :
  • bewijsgronden, yaitu dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan pengadilan.
  • bewijsmiddelen, yaitu alat-alat pembuktian yang datanya dipergunakan oleh hakim untuk memperoleh gambaran tentang terjadinya perbuatan pidana yang telah lampau.
  • bewijsvoering, yaitu penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di sidang pengadilan.
  • bewijskracht, yaitu kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti dalam rangkaian terbuktinya suatu dakwaan.
  • bewijslast, yaitu beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan di muka sidang pengadilan.


Suatu benda untuk dapat dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara pidana tidak disyaratkan bahwa benda tersebut disebutkan dalam surat dakwaan. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 125 K/Kr/1960, tanggal 13 Nopember 1960 dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesa Nomor : 115 Kr/K.1972, tanggal 23 Mei 1972, disebutkan bahwa barang bukti harus diperlihatkan kepada saksi dan terdakwa, serta menanyakannya apakah ia mengenali benda itu (yang digunakan sebagai barang bukti).

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian barang bukti (corpus delecti), ciri-ciri, jenis, dan fungsi barang bukti dalam perkara pidana.

Semoga bermanfaat.