Pengertian Perkara Perdata. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkara diartikan dengan masalah atau persoalan atau urusan. Suatu perkara sedapat mungkin harus (dapat) diselesaikan. Secara umum, yang dimaksud dengan perkara perdata adalah suatu masalah atau persoalan yang terjadi di antara dua pihak atau lebih dalam lapangan hukum keperdataan.
Perkara perdata juga dapat berarti perkara mengenai perselisihan hubungan antara perseorangan (subjek hukum) yang satu dengan perseorangan (subjek hukum) yang lain mengenai hak dan kewajiban atau perintah dan larangan dalam lapangan keperdataan. Misalnya, perselisihan dalam hal :
- perjanjian jual beli.
- perjanjian sewa menyewa.
- penyelesaian hutang piutang.
- pembagian harta bersama.
Baca juga : Pengertian Dan Sifat Hukum Acara Perdata
Bentuk Perkara Perdata. Perkara perdata yang diajukan atau didaftarkan ke pengadilan dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
1. Perkara yang mengandung sengketa atau perselisihan.
Maksud dari perkara yang mengandung sengketa atau perselisihan atau perkara contentious (jurusdictio contenciosa) adalah perkara perdata yang mengandung sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan dalam bentuk gugatan.
Dalam perkara contentious :
- sengketa atau perselisihan yang terjadi tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak itu sendiri, melainkan memerlukan penyelesaian lewat hakim atau pengadilan sebagai lembaga yang berwenang dan tidak memihak.
- selalu terdapat lebih dari satu pihak yang saling berhadapan. Yang satu disebut “penggugat” dan yang lainnya disebut “tergugat“. Penggugat adalah pihak yang dapat mengajukan gugatan yang mempunyai kepentingan yang cukup, sedangkan tergugat adalah orang yang digugat oleh penggugat.
- apabila ada beberapa penggugat dan beberapa tergugat, maka mereka disebut penggugat I, penggugat II, dan seterusnya serta tergugat I, tergugat II, dan seterusnya. Dalam praktiknya dikenal juga istilah “turut tergugat”, yaitu ditujukan kepada orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu hal, hanya untuk melengkapi gugatan.
- tugas hakim adalah menyelesaikan sengketa dengan adil. Aktivitas hakim hanya terbatas pada apa yang dikemukakan dan apa yang diminta para pihak . Hakim hanya memperhatikan dan mengadili apa yang telah ditentukan oleh para pihak yang bersengketa. Tugas hakim yang demikian termasuk “jurisdictio contentiosa”, artinya adalah kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenaan dengan masalah persengketaan antara pihak yang bersengketa. Hasil akhir dari proses perkara contentious adalah berupa “putusan atau vonis”.
Ciri-ciri perkara contentious. Menurut M. Yahya Harahap, dalam “Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan”, menyebutkan bahwa ciri tertentu (khas) dari perkara contentius adalah sebagai berikut :
- permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa (disputes, diffirences).
- terjadi sengketa di antara para pihak, minimal di antara 2 (dua) pihak.
- bersifat partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lainnya berkedudukan sebagai tergugat.
- tidak boleh dilakukan secara sepihak (ex-parte), hanya pihak penggugat atau tergugat saja.
- pemeriksaan sengketa harus dilakukan secara kontradiktor dari permulaan sidang sampai putusan dijatuhkan, tanpa mengurangi kebolehan mengucapkan putusan tanpa kehadiran salah satu pihak.
2. Perkara yang tidak mengandung sengketa atau perselisihan.
Maksud dari perkara yang tidak mengandung sengketa atau perselisihan atau perkara voluntair (jurisdiction voluntaria) adalah perkara perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan.
“Permohonan adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.”
Permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain.
Dalam perkara voluntair :
- pihak yang bersangkutan tidak meminta putusan hakim, melainkan meminta penetapan hakim tentang status dari suatu hal.
- hanya ada satu pihak saja yang disebut “pemohon”, yaitu orang yang meminta kepada hakim untuk menetapkan sesuatu kepentingan yang tidak mengandung sengketa. Hasil akhir dari proses perkara volunteria adalah berupa “penetapan atau beschikking”.
- tugas hakim yang demikian termasuk “jurisdictio volunteria” atau disebut juga “yurisdiksi volunteer”, artinya adalah kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, melainkan bersifat administratif. Hakim bertugas sebagai petugas administrasi negara untuk mengatur dan menetapkan suatu hal.
Ciri-ciri perkara voluntair. Menurut M. Yahya Harahap, ciri tertentu (khas) dari perkara voluntair adalah sebagai berikut :
- masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja (for the benefit of one party only).
- permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without dispute or differences with another party).
- tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat mutlak satu pihak (ex-parte).
Baca juga : Gugatan Dalam Hukum Perdata
Ciri-Ciri Perkara Perdata. Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam perkara perdata :
- sudah pasti terdapat perselisihan atau ada sesuatu hal yang disengketakan (jurusdictio contenciosa).
- terdapat dua pihak atau lebih yang berperkara.
- karena perselisihan atau persengketaan yang timbul tidak dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan atau musyawarah, maka diperlukan penyelesaian melalui pihak ketiga yang lebih kompeten, dalam hal ini adalah hakim di pengadilan sebagai pihak dan instansi yang berwenang, dan tidak memihak pihak manapun dalam memutuskan perselisihan atau sengketa tersebut.
- hakim di pengadilan bertugas menyelesaiakan suatu perkara dengan jalan memeriksa dan mengadili seadil-adilnya pihak yang berselisih atau bersengketa dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum formil), dalam hal ini Hukum Acara Perdata.
- petitum gugatan dan putusan hakim bersifat condemnatoir, yaitu putusan yang berisi penghukuman. Misalnya, putusan yang isinya menetapkan pihak tergugat untuk membayar hutangnya.
- putusan yang dijatuhkan oleh hakim bersifat mengikat kedua belah pihak yang berperkara.
Baca juga : Eksekusi Dalam Perkara Perdata
Perbedaan Antara Perkara Perdata dan Perkara Pidana. Terdapat beberapa hal mendasar yang membedakan antara perkara perdata dan perkara pidana. Abdulkadir Muhammad, dalam “Hukum Perdata Indonesia”, menjelaskan bahwa antara perkara perdata dan perkara pidana dapat dibedakan dalam beberapa hal berkaitan dengan :
1. Istilah yang digunakan.
Berkaitan dengan istilah yang digunakan, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
- perkara perdata : pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut penggugat, sedangkan pihak lawannya disebut tergugat.
- perkara pidana : pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut jaksa penuntut umum, sedangkan pihak yang disangka melakukan kejahatan atau perbuatan pidana disebut tersangka. Apabila pemeriksaannya diteruskan ke pengadilan maka pihak yang disangka melakukan kejahatan atau perbuatan pidana disebut terdakwa.
2. Dasar timbulnya perkara.
Berkaitan dengan dasar timbulnya perkara, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
perkara perdata : perkara timbul karena adanya pelanggaran terhadap hak seseorang, seperti diatur dalam hukum perdata.
perkara pidana : perkara timbul karena adanya pelanggaran terhadap perbuatan pidana sebagaimana yang ditetapkan dalam hukum pidana. Perbuatan pidana tersebut sifatnya merugikan negara, mengganggu ketertiban umum, dan mengganggu kewibawaan pemerintah.
3. Inisiatif berperkara.
Berkaitan dengan inisiatif berperkara, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
perkara perdata : inisiatif berperkara datang dari pihak yang merasa dirugikan.
perkara pidana : insiatif berperkara datang dari pihak penguasa negara melalui aparaturnya yaitu pihak kepolisian dan jaksa penuntut umum.
4. Tugas hakim dalam acara.
Berkaitan dengan tugas hakim dalam acara, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
perkara perdata : tugas hakim adalah mencari kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh pihak penggugat, hakim tidak boleh bertindak dan memutuskan melebihi dari itu.
perkara pidana : tugas hakim mencari kebenaran sesungguhnya ,tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa. Hakim mengejar kebenaran materiil.
5. Perdamaian.
Berkaitan dengan tawaran perdamaian, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
perkara perdata : selama perkara belum diputus oleh hakim, selalu terbuka atau dapat ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara.
perkara pidana : tidak boleh dilakukan perdamaian.
6. Sumpah.
Berkaitan dengan sumpah yang dilakukan dalam acara persidangan, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
perkara perdata : mengenal sumpah decissoire, yaitu sumpah yang dimintakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain atau lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa.
perkara pidana : tidak mengenal sumpah decissoire.
7. Hukuman.
Berkaitan dengan hukuman yang dijatuhkan oleh hakim, perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana adalah :
perkara perdata : hukuman yang dijatuhkan oleh hakim kepada pihak yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi.
perkara pidana : hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa berupa hukuman badan.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian perkara perdata, bentuk dan ciri-ciri perkara perdata, serta perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana.
Semoga bermanfaat.