Penetapan Hakim (Beschikking) : Pengertian Dan Upaya Hukum Terhapan Penetapan Hakim, Serta Persamaan Dan Perbedaan Antara Penetapan Hakim Dan Putusan Hakim

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Penetapan Hakim. Secara umum, penetapan hakim atau penetapan pengadilan atau yang dalam bahasa Belanda disebut dengan beschikking merupakan keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunteer). Permohonan adalah suatu surat yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Oleh karena tidak ada sengketa, maka proses peradilan yang mengadili suatu permohonan dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya (jurisdidiction valuntaria).

Penetapan hakim
 atau beschikking juga dapat berarti surat pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim mengenai hal yang menjadi kewenangannya dalam memeriksa perkara yang diadakan di luar putusan pengadilan. Sudikno Mertokusumo, dalam “Hukum Acara Perdata Indonesia”, menyebutkan bahwa penetapan hakim merupakan jurisdiction valuntaria yang berarti bukan peradilan yang sesungguhnya, karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan hukum. Lebih lanjut Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa di dalam penetapan, hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun cukup dengan menggunakan kata ”menetapkan”. Sedangkan Yahya Harahap, dalam “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, menyebutkan bahwa penetapan atau beschikking adalah putusan hakim yang berisi pertimbangan, dengan sifat diktum :
  • diktum bersifat deklarator, yaitu hanya berisi penegasan pernyataan atau deklarasi hukum tentang hal yang diminta.
  • pengadilan tidak boleh mencantumkan diktum condemnatoir (yang mengandung hukuman) terhadap siapapun.
  • diktum tidak dapat memuat amar konstitutif, yaitu yang menciptakan suatu keadaan baru, seperti membatalkan perjanjian, menyatakan sebagai pemilik atas sesuatu barang, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, suatu penetapan pengadilan dapat dikeluarkan berdasarkan adanya permohonan atau gugatan volunteer (voluntair) yang ditandatangani oleh pemohon (baik perorangan maupun badan hukum) atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam permasalahan perdata. Penetapan hakim merupakan putusan hakim yang bersifat declaratoir terhadap suatu suatu peristiwa tertentu.


Beberapa hal (peristiwa tertentu) yang dapat dimohonkan penetapan hakim, diantaranya adalah :
  • permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa (berumur di bawah 18 tahun).
  • permohonan perwalian (pengampuan) bagi orang yang tidak cakap hukum.
  • permohonan pewarganegaraan (naturalisasi).
  • permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum berumur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun.
  • permohonan pembatalan perkawinan.
  • permohonan pengangkatan anak.

Sedangkan beberapa hal yang dilarang untuk dimohonkan penetapan hakim, diantaranya adalah :
  • permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan.
  • permohonan untuk menentukan status keahli warisan seseorang. Status keahli-warisan seseorang ditentukan dalam suatu gugatan.
  • permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah. Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan.


Upaya Hukum terhadap Penetapan Hakim. Hakim dalam memeriksa permohonan yang diajukan ke pengadilan dalam perkara volunteer atau perkara voluntair haruslah jeli, sehingga :
  • penetapan yang dikeluarkan tidak merugikan orang atau pihak lain.
  • jangan sampai yang seharusnya diselesaikan dengan putusan (vonnis) tetapi diperiksa dengan permohonan yang pada akhirnya keluar penetapan (beschikking).

Sebagaimana diketahui bahwa penetapan hakim merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir sehingga upaya hukum banding tidak dapat dilakukan terhadap penetapan. Yang menjadi masalah adalah apabila penetapan yang dikeluarkan oleh hakim tersebut merugikan orang atau pihak lain, upaya hukum apa yang dapat dilakukan terhadap penetapan hakim tersebut ?

Karena penetapan atas permohonan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir, maka upaya banding tidak dapat dilakukan. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, mengatur mengenai kasasi sebagai berikut :

(1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
(2) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.


Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 43 ayat (1) undang-undang tersebut, disebutkan mengenai pengecualian, yang menyebutkan :

Pengecualian dalam ayat (1) pasal ini diadakan karena adanya putusan pengadilan tingkat pertama yang oleh undang-undang tidak dapat dimohonkan banding.


Dengan memperhatikan penjelasan Pasal 43 ayat (1) undang-undang tersebut, oleh karena penetapan yang dijatuhkan terhadap permohonan tidak dapat dilakukan upaya banding, maka upaya hukum terhadap penetapan hakim yang merugikan, dapat ditempuh dengan upaya hukum kasasi.

Hal tersebut ditegaskan dalam putusan Mahkamah Agung berkaitan dengan gugatan pembatalan perwalian atas seorang anak, di mana dalam Putusan Mahkahah Agung Nomor : 3302 K/Pdt/1996, tertanggal 28 Mei 1998, menyatakan :

“Gugatan untuk membatalkan "penetapan" atau "beschikking" Hakim Pengadilan Negeri tentang perwalian seorang anak adalah bukan diajukan ke Pengadilan Negeri yang sama, yang telah menerbitkan "penetapan" secara voluntaire lurisdictie tersebut. Tuntutan pembatalan "penetapan" tersebut seharusnya diajukan kasasi ke Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1985 yang mentakan : Mahkamah Agung berwenang dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena : (i) tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, (ii) salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, dan (iii) lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.”



Persamaan dan Perbedaan Antara Penetapan Hakim (Beschikking) dan Putusan Hakim (Vonnis). Antara penetapan hakim dan putusan hakim memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim adalah :

1. Persamaan penetapan hakim dan putusan hakim :
  • keduanya merupakan produk dari pemeriksaan perkara yang dilakukan oleh hakim dalam perkara perdata.

2. Perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim.
Perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim dapat dilihat berdasarkan :

2.1. Ada tidaknya gugatan.
Berdasarkan ada tidaknya gugatan, perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim adalah :
  • penetapan hakim : penetapan hakim dikeluarkan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemohon ke pengadilan (tidak ada gugatan).
  • putusan hakim : putusan hakim dikeluarkan karena adanya gugatan yang diajukan oleh penggugat yang merasa hak atau kepentingannya dirugikan atau dilanggar oleh orang atau pihak lain (tergugat).

2.2. Para pihak yang berperkara.
Berdasarkan para pihak yang berperkara, perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim adalah :
  • penetapan hakim : pihak yang berperkara hanya ada satu, yaitu pemohon, di mana pemohon itu sendiri adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang.
  • putusan hakim : pihak yang berperkara ada dua yaitu penggugat dan tergugat.

2.3. Kata-kata penegasan yang dipakai.
Berdasarkan kata-kata penegasan yang dipakai dalam penetapan dan putusan hakim, perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim adalah :
  • penetapan hakim : hakim hanya menggunakan kata “menetapkan” untuk memutuskan perkara yang diajukan oleh para pemohon.
  • putusan hakim : hakim menggunakan kata “mengadili”, di mana kata itu digunakan untuk mempertegas bahwa tergugat bersalah dan harus membayar ganti rugi materiil atau immateriil kepada penggugat sebagai pihak yang dirugikan haknya.

2.4. Arti.
Berdasarkan artinya, perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim adalah :
  • penetapan hakim : disebut dengan jurisdiction valuntaria, karena yang ada di dalam penetapan hanyalah pemohon.
  • putusan hakim : disebut dengan jurisdiction contentiosa, karena adanya pihak tergugat dan penggugat sebagaimana ada dalam pengadilan yang sesungguhnya.

2.5. Ada tidaknya konflik atau sengketa.
Berdasarkan ada tidaknya konflik atau sengketa, perbedaan antara penetapan hakim dan putusan hakim adalah :
  • penetapan hakim : tidak ada konflik atau sengketa yang melatarbelakangi munculnya penetapan hakim.
  • putusan hakim : di dahului adanya konflik atau sengketa antara para pihak, yang ditandai dengan adanya gugatan atas konflik atau sengketa tersebut di pengadilan.


Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa penetapan hakim (beschikking) adalah produk dari perkara volunteer (voluntair), yaitu suatu perkara perdata yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain yang pemeriksaan penyelesaiannya cukup diajukan dalam bentuk permohonan.

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian penetapan hakim (beschikking), upaya hukum terhadap penetapan hakim, serta persamaan dan perbedaan antara penetapan hakim (beschikking) dan putusan hakim (vonnis).

Semoga bermanfaat.