Kealpaan (Culpa ) Dalam Perkara Pidana : Pengertian, Unsur, Dan Bentuk Kealpaan, Serta Perbedaan Antara Kealpaan Dan Kesengajaan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Kealpaan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), tidak ada penjelasan yang tegas tentang arti dari kealpaan. Ketentuan dalam KUH Pidana mengenai tindak pidana yang termasuk golongan “kejahatan” atau “misdrijven” yang termuat dalam buku II KUH Pidana, hanya menyebutkan bahwa kejahatan selalu mengandung dua unsur “kesalahan” dari pihak pelaku tindak pidana, yaitu : kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).

Kealpaan
atau culpa atau disebut juga dengan kelalaian merupakan suatu kesalahan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana karena kurangnya kehati-hatian sehingga menimbulkan akibat yang tidak disengaja terjadi. Kealpaan terjadi, apabila seseorang tetap melakukan suatu perbuatan, meskipun ia telah menduga akibatnya. Dan menduganya tersebut merupakan suatu syarat mutlak ia melakukan kealpaan. Berbeda halnya dengan suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih dahulu, sehingga tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya sebagai kealpaan. Contoh kealpaan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 359, 360, dan 490 KUH Pidana.

Penjelasan tentang kealpaan (culpa) secara lebih rinci termuat dalam MvT (Memory van Toelichthing) atau risalah penjelasan undang-undang (hukum pidana), yang diajukan oleh Menteri Kehakiman Belanda (Land Raad), di mana dalam rancangan undang-undang tersebut terdapat penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan kelalaian atau kealpaan, yaitu dapat dikatakan suatu kelalaian atau kealpaan apabila pada diri pelaku terdapat :
  • kekurangan pemikiran (penggunaan akal) yang diperlukan.
  • kekurangan pengetahuan (ilmu) atau pengertian yang diperlukan.
  • kekurangan kebijaksanaan (beleid) yang diperlukan.


Selain itu, pengertian kealpaan juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  • Wirjono Prodjodikoro, dalam "Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia", menyebutkan bahwa kealpaan (culpa) adalah “kesalahan pada umumnya”.
  • Jan Remmelink, dalam "Hukum Pidana", menyebutkan bahwa kealpaan (culpa) mencakup kurang (cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Lebih lanjut, Jan Remmelink menjelaskan bahwa ihwal kealpaan di sini jelas merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa kealpaan berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut-padahal itu mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
  • Sactohid Kartanegara, dalam "Hukum Pidana I : Kumpulan Kuliah", menyebutkan bahwa delik culpa (culpose delicten) adalah suatu tindak pidana yang berunsur culpa atau kurang hati - hati yang hukumannya tidak seberat seperti hukuman terhadap tindak pidana yang memiliki unsur kesengajaan (doleuse delicten). Adapun culpose delicten merupakan delik yang mempunyai unsur culpa dan kesalahan (schuld).


Unsur Kealpaan. Kealpaan mempunyai beberapa unsur. Menurut Van Hamel, sebagaimana dikutip oleh Moeljatno, dalam "Asas-Asas Hukum Pidana", disebutkan bahwa unsur dari kealpaan adalah :

1. Tidak adanya penduga-duga yang diperlukan.
Tidak adanya penduga-duga yang diperlukan atau "het gemis vande nodige voorzienigheid", maksudnya adalah bahwa mengadakan penduga-duga terhadap akibat, berarti harus meletakkan adanya hubungan antara suasana batin pelaku dengan akibat yang timbul, bahkan perlu dicari hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang.

2. Tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan.
Terdapat dua hal dalam tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan atau "het gemis van nodige voorzichtigheid", yaitu :
  • pelaku tidak berbuat secara hati-hati menurut yang semestinya.
  • pelaku telah berbuat dengan hati-hati, akan tetapi perbuatannya tersebut pada pokoknya tidak boleh dilakukan.

Sedangkan menurut pendapat H.B Vos, sebagaimana dikutip oleh Moeljatno, menyebutkan bahwa terdapat beberapa unsur untuk membentuk kealpaan, yaitu :
  • pelaku dapat menduga (voorzienbaarheid) akan akibat yang akan terjadi, hal ini dapat di teliti apakah si pembuat ketika berbuat apakah harusnya menduga-duga akan akibat yang timbul atau tidak.
  • pelaku berfikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata benar terjadi.
  • pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang timbul karena perbuatannya.
  • pelaku tidak berhati-hati (onvoorzichtigheid). Ukuran untuk menentukan apakah seseorang berhati-hati atau tidak, dalam artian apakah rata-rata orang yang sekemampuan dengan pelaku dalam keadaan yang sama akan berbuat yang sama atau tidak dan jika melakukan yang tidak sama maka ia telah melakukan yang tidak berhati-hati.


Bentuk Kealpaan. Secara umum, kealpaan dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :

1. Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld).
Kealpaan dalam bentuk ini, pelaku sudah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, walaupun pelaku sudah berusaha untuk mencegah, tetap saja timbul akibat tersebut. Kealpaan dengan kesadaran terdiri dari :
  • culpa lata atau merkelijke schuld atau grove schuld, yang berarti kealpaan berat. Culpa lata dipandang sebagai kejahatan karena kealpaan. Untuk kealpaan berat disyaratkan adanya kekurang-waspadaan (onvoorzichtigheid).
  • culpa levissima atau lichtste schuld, yang berarti kealpaan ringan. Culpa levissima dipandang sebagai pelanggaran. Untuk kealpaan ringan disyaratkan hasil perkiraan atau perbandingan, yaitu : 1. tindakan pelaku terhadap tindakan orang lain dari golongan pelaku atau. 2. tindakan pelaku terhadap tindakan orang lain yang terpandai dalam golongan pelaku.
Dalam ilmu hukum pidana ataupun dalam yurisprudensi ada kecendrungan pandangan bahwa yang dapat dipidana adalah culpa lata (kealpaan berat).

2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld).
Kealpaan dalam bentuk ini, pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang mungkin timbul yang dilarang oleh undang-undang, sedangkan seharusnya pelaku dapat mempertimbangkan suatu akibat dari perbuatannya tersebut.


Perbedaan Antara Kealpaan dan Kesengajaan. Menurut Moeljatno, kesengajaan atau dolus adalah hal yang berlainan dengan kealpaan atau culpa. Akan tetapi, dasarnya sama, yaitu :
  • adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
  • adanya kemampuan bertanggungjawab.
  • tidak adanya alasan pemaaf, tetapi bentuknya lain.

Sedangkan yang membedakan antara kealpaan (culpa) dan kesengajaan (dolus) adalah :

1. Kealpaan (culpa ) :
  • dalam kealpaan, kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.

2. Kesengajaan (dolus) :
  • dalam kesengajaan, sikap batin orang menentang larangan.

S.R. Sianturi, dalam "Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya", menyebutkan bahwa dalam hubungannya dengan suatu tindakan yang dapat dipidana, terdapat perbedaan antara kealpaan dan kesengajaan, yaitu :

1. Kealpaan (culpa) :
  • akibat yang terjadi tidak dikehendaki pelaku, meskipun ada dalam perkiraan.
  • ancaman pidananya lebih ringan dari kesengajaan atau bahkan tidak ada pemidanaan. Kealpaan termasuk percobaan untuk melakukan suatu kejahatan, karena kealpaan pada umumnya tidak dapat dibayangkan, karena memang niat untuk melakukan tidak ada, karenanya tidak mungkin ada pemidanaan.
  • disyaratkan bahwa pelaku seharusnya dapat menduga atau voorzien (terutama pada kealpaan berat/culpa lata) akan kemungkinan terjadinya sesuatu akibat, tetapi sekiranya diperhitungkan akibat itu akan pasti terjadi, ia lebih suka tidak melakukan tindakannya itu.
  • pada dasarnya adalah sebuah kesalahan yang tidak disengaja, sehingga tingkatannya berada di bawah dolus (kesalahan yang disengaja), Meskipun culpa tersebut berakibat celakanya seseorang tetapi akibat tersebut tidak diinginkan oleh pelaku.

2. Kesengajaan (dolus) :
  • akibat yang terjadi adalah perwujudan dari kehendak dan keinsyafannya.
  • ancaman pidananya lebih berat dari kealpaan, karena merupakan bentuk perbuatan (kejahatan) yang disengaja.
  • disyaratkan adanya kesadaran akan kemungkinan terjadinya sesuatu akibat (terutama pada dolus eventualis), kendatipun ia bisa berbuat lain, tetapi lebih suka melakukan tindakan itu walaupun tahu resikonya
  • pada dasarnya sebuah kesalahan yang disengaja, sehingga akibat dari perbuatan merupakan perwujudan kehendak dari pelaku.
  • perwujudan kehendak dari pelaku.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kealpaan (culpa) dalam perkara pidana, unsur dan bentuk kealpaan, serta perbedaan antara kealpaan (culpa) dan kesengajaan (dolus).

Semoga bermanfaat.