Penghentian Penuntutan Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Keadilan Restoratif. Keadilan restoratif merupakan suatu istilah yang sudah umum digunakan dalam pendekatan pemidanaan, yang menekankan pada konsep menempatkan kembali korban dan lingkungan kepada keadaan semula dibanding menghukum pelaku tindak pidana. Secara umum, keadilan restoratif dapat diartikan sebagai suatu langkah penyelesaian terhadap perkara pidana yang melibatkan masyarakat, korban, dan pelaku kejahatan dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak, sehingga tercipta keadaan yang sama sebagaimana sebelum terjadinya kejahatan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keadilan restoratif adalah penataan kembali sistem pemidanaan yang lebih adil, baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat.

Ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, menyebutkan bahwa :
  • Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Lebih lanjut disebutkan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 2012 tersebut bahwa peradilan restoratif merupakan suatu proses diversi, myaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak bedasarkan pembalasan. 


Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Yang berwenang menghentikan penuntutan dalam perkara pidana adalah penuntut umum. Hal tersebut merujuk pada ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan bahwa :
  • a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.

Selain alasan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP tersebut di atas, penuntut umum juga mempunyai kewenangan untuk dapat menghentikan penuntutan perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 tersebut di atas, di mana dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorarif tersebut, penuntut umum harus memperhatikan :
  • kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi.
  • penghindaran stigma negatif.
  • penghindaran pembalasan.
  • respon dan keharmonisan masyarakat, dan ;
  • kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 


Syarat Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020, yang menyebutkan bahwa :

(1) Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut :
  • a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
  • c. tindak pidana dilakukan dengan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Selain harus terpenuhinya persyaratan sebagai ditentukan di atas, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus juga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  • telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara : 1. mengembalikan barang diperoleh dari tindak pidana kepada korban. 2. mengganti kerugian korban. 3. mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana, dan/atau 4. memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana.
  • telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka.
  • masyarakat merespon positif.


Tata Cara Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Terdapat dua komponen dalam hal tata cara penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu :

1. Upaya Perdamaian.
Upaya perdamaian diatur dalam ketetuan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020. Upaya perdamaian merupakan upaya yang ditawarkan oleh penuntut umum saat memasuki tahap penuntutan, tanpa adanya tekanan, paksaan, dan intimidasi. Dalam hal tawaran upaya perdamaian diterima oleh korban dan tersangka, maka upaya ini akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya yaitu proses perdamaian, sedangkan apabila upaya perdamaian ditolak oleh korban dan/atau tersangka maka penuntut umum akan melimpahkan perkara ke pengadilan.

2. Proses Perdamaian.
Proses Perdamaian diatur dalam ketentuan Pasal 9 sampai dengan Pasal 12 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020. Dalam proses perdamaian (yang dilakukan di kantor kejaksaan), peran penuntut umum adalah sebagai fasilitator, yang tidak mempunyai kepentingan atau keterikatan dengan perkara, korban, maupun tersangka, baik secara pribadi maupun profesi. Proses perdamaian dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak penyerahan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh tersangka. Jika proses perdamaian tercapai, maka korban dan tersangka akan membuat kesepakatan perdamaian secara tertulis dihadapan penuntut umum yang isinya :
  • sepakat berdamai disertai dengan pemenuhan kewajiban tertentu.
  • sepakat berdamai tanpa disertai dengan pemenuhan kewajiban tertentu. 

Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan perdamaian yang dibuat secara tertulis tersebut, penuntut umum akan melaporkannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acara kesepakatan perdamaian. Di samping penyampaian laporan tersebut, penuntut umum juga akan meminta persetujuan untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.


Tindak Pidana yang Tidak Dapat Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Keadilan Restoratif. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dapat dilakukan terhadap :
  • tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
  • tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal.
  • tindak pidana narkotika.
  • tindak pidana lingkungan hidup.
  • tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

Demikian penjelasan berkaitan dengan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Semoga bermanfaat.