Nazar Dalam Islam : Pengertian, Rukun, Jenis, Dan Hukum Nazar, Serta Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Pemenuhan Nazar

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Nazar. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :

Barangsiapa bernazar untuk taat kepada Allah maka hendaklah dia taat, dan barangsiapa bernazar untuk kemaksiatan maka janganlah ia melakukannya.” (HR. Bukhari)

Secara etimologi, kata nazar berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk mashdar dari nazara-yanzuru-nazran, yang berarti menakut-nakuti, merasa takut, peringatan yang sifatnya menakut-nakuti, maksudnya adalah penyampaian yang disertai dengan perbuatan menakut-nakuti akan azab Allah atas kekafiran dan kemaksiatan. Nazar juga dapat berarti janji (melakukan hal) baik atau buruk.

Sedangkan secara terminologi, nazar dapat diartikan sebagai mewajibkan suatu qurbah (kebajikan) yang sebenarnya tidak wajib menurut syariat Islam dengan lafal yang menunjukkan hal itu. Nazar juga dapat berarti tindakan seorang muslim yang mewajibkan dirinya untuk melakukan suatu ibadah kepada Allah yang pada dasarnya hal tersebut tidak wajib. Dalam Ilmu Fiqh, nazar berarti "mengingat", maksudnya adalah mewajibkan kepada diri sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah dengan mengucapkan lafadz nazar, sesuai dengan ketentuan syara. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, nazar diartikan dengan janji hendak berbuat sesuatu apabila telah tercapai maksudnya; kaul; membayar (melepasi, menunaikan), melakukan apa yang sudah dijanjikan.


Rukun Nazar. Menurut jumhur ulama, rukun nazar ada tiga hal, yaitu :

1. Nadzir (orang yang bernazar).
Nazar sah apabila nadzir (orang yang bernazar) memenuhi kriteria berikut ini :
  • beragama islam.
  • atas kehendak sendiri (bukan terpaksa).
  • orang yang sah tasharrufnya (baligh dan berakal).
  • memungkinkan untuk melaksanakan nazarnya.

2. Sighat (pelafadzan atau ucapan).
Lafadz nazar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
  • lafadz muthlaq (mutlak), merupakan lafadz nazar yang disebutkan secara mutlak tanpa ada keterangan dan ikatan lainnya. Misalnya : saya bernazar saya akan sholat.
  • lafadz muqoyyad (mengikat), merupakan lafadz nazar yang mengikat. Misalnya : jika motor saya ditemukan, nazar saya adalah akan puasa selama dua hari. Sehingga ketika ikatannya terpenuhi yaitu “motornya ditemukan”, maka wajib baginya untuk berpuasa dua hari sesuai yang telah di nazarkan.

3. Mandzur (obyek yang dinazarkan).
Terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam mandzur (obyek yang dinazarkan) itu sendiri agar nazar-nya itu menjadi sah, dan jika ada syarat yang tidak terpenuhi maka belum bisa disebut nazar. Syarat mandzur adalah :
  • bukanlah suatu kemaksiatan. Ulama sepakat bahwa nazar yang sah dan boleh ditunaikan adalah yang tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah.
  • bukanlah suatu kewajiban, jika yang dinazari itu suatu yang memang sudah wajib sebelumnya. Seperti bernazar akan shalat lima waktu.


Jenis Nazar. Nazar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Sebagian ulama membedakan nazar menjadi dua jenis, yaitu :
  • nazar mutlak, adalah jenis nazar yang diucapkan atau dilakukan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan hal lain.
  • nazar bersyarat atau nazar mu’allaq, adalah jenis nazar yang diucapkan atau dilakukan dengan mengaitkan kepada sesuatu hal sebagai syarat.

Selain itu, nazar juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan :

1. Tujuan.
Berdasarkan tujuannya, nazar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  • nazar mujazati, adalah jenis nazar di mana pelaksanaannya mengacu pada terealisasinya suatu perbuatan. Nazar jenis ini terkadang dilakukan sebagai rasa syukur atas terkabul-nya hajat (nazar syukur) dan terkadang sebagai sanksi atas pelaksanaan perbuatan buruk (nazar zajr).
  • Nazar tabarru’i, adalah jenis nazar di mana pelaksanaannya tidak mengacu pada terealisasinya perkara lain.

2. Isi.
Berdasarkan isi atau kandungannya, nazar dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
  • nazar lajaj, adalah jenis nazar yang muncul dari seseorang dalam kondisi marah untuk mencegah dirinya melakukan sesuatu.
  • nazar mujazat, adalah jenis nazar yang muncul dari seseorang untuk melakukan sesuatu jika terjadi atau berhasil melakukan suatu.
  • nazar tabarrur, adalah jenis nazar yang dilakukan secara spontan tanpa kaitan untuk pencegahan melakukan sesuatu atau karena berhasil melakukan sesuatu.

3. Perbuatan yang dinazarkan.
Berdasarkan perbuatan yang dinazarkan, nazar dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :
  • menazarkan perbuatan yang wajib.
  • menazarkan ibadah yang sunah.
  • menazarkan perbuatan mubah.
  • menazarkan perbuatan makruh.
  • menazarkan perbuatan haram.


Hukum Nazar. Pada hakekatnya, nazar merupakan merupakan ucapan atau janji pada Allah dari seseorang mukallaf yang mewajibkan dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu hal yang awalnya tidak wajib menjadi wajib. Terhadap hal tersebut (nazar), di antara para ulama terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum nazar adalah makruh, bahkan beberapa ulama seperti Syeikhul Islam Ibnu Taimiah cenderung mengharamkan nazar, yang didasarkan pada sabda Rasulullah, yang artinya :

Janganlah kalian bernazar; sesungguhnya ia tidak bisa mempengaruhi takdir; ia hanya dilakukan oleh orang yang bakhil.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa nazar adalah ibadah dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah. Hal tersebut didasarkan pada :

1. Firman Allah dalam QS. Al-Insan : 6-7, yang artinya :

(yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.”

2. Firman Allah dalam QS. Al-Hajj : 29, yang artinya :

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”

3. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 270, yang artinya :

Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.”

Ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa salah satu ciri hamba-hamba Allah yang diberi keberkahan di surga kelak adalah mereka yang menunaikan nazar.

Baca juga : Dakwah Dalam Islam

Pemenuhan terhadap Nazar. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barang siapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya”. (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadits tersebut, kewajiban menunaikan nazar hanya berlaku pada hal-hal yang sesuai dengan ajaran Islam. Adapun nazar yang berupa janji untuk melakukan maksiat hendaklah tidak ditunaikan.

Berikut ketentuan berkaitan dengan pemenuhan terhadap nazar yang diucapkan :

1. Wajib dilaksanakan atau dipenuhi.
Nazar yang wajib dilaksanakan atau dipenuhi apabila nazar dimaksud merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Misalnya : bernadzar memberi makan anak yatim jika mendapat rezeki. Jika nazar tersebut tidak dilaksanakan, maka orang yang bernadzar terkena kafarat. Kafarat nazar sama dengan kafarat sumpah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya :

Kafarat nadzar itu kafarat sumpah.” (HR. Muslim)


Dengan demikian, kafarat nazar adalah sebagai berikut :
  • memberi makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarga, atau ;
  • memberi mereka (sepuluh orang miskin) pakaian, atau ;
  • memerdekakan hamba sahaya ;
  • jika semua itu tidak bisa dilakukan maka ia wajib puasa tiga hari, baik secara berturut-turut maupun tidak.

2. Tidak wajib dilaksanakan atau dipenuhi.

Nazar tidak wajib dilaksanakan atau dipenuhi apabila nazar dimaksud merupakan kemaksiatan atau kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Misalnya : bernadzar makan daging babi jika diterima kerja di perusahaan tertentu. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

Barangsiapa bernazar untuk mentaati Allah maka hendaklah ia mentaatiNya, dan barangsiapa bernazar untuk mendurhakai-Nya maka janganlah ia mendurhakai-Nya.(HR. Bukhari dan Muslim)

Jika nazar dengan suatu kemaksiatan tidak dilaksanakan atau dipenuhi, maka tidak dikenakan kafarat.

Selain kedua hal tersebut, apabila seseorang bernazar, lalu ia lupa apa yang dinazarkannya, maka karena ia tidak bisa melaksanakan nazar tersebut, ia wajib membayar kafarat nazarnya tersebut, yaitu sebagaimana disebutkan di atas : memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa ia dan keluarganya makan, atau memberi mereka pakaian, atau dengan memerdekakan seorang hamba sahaya. Dan jika semua itu tidak sanggup ia lakukan, maka ia harus berpuasa selama tiga hari, boleh berturut-turut dan boleh tidak berturut-turut.

Baca juga : Munafik Dalam Islam

Nazar itu disyariatkan, namun tidak digalakkan. Hal tersebut karena nazar menunjukkan kekikiran orang yang bernazar. Orang yang mau melakukan ketaatan atau kebajikan hendaknya melakukannya saja tanpa harus dengan nazar.

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian nazar, rukun, jenis, dan hukum nazar, serta beberapa hal yang berkaitan dengan pemenuhan nazar.

Semoga bermanfaat.