Pledoi (Nota Pembelaan) : Pengertian, Dasar Hukum, Tujuan, Dan Teknis Penyusunan Pledoi (Nota Pembelaan)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Pledoi. Secara etimologi, istilah pledoi berasal dari bahasa Belanda, yaitu "pleidooi" yang berarti pembelaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pledoi diartikan dengan pidato pembelaan terhadap terdakwa yang dibacakan oleh advokat (pembela) atau terdakwa sendiri. Sedangkan secara terminologi, pledoi atau "nota pembelaan" adalah suatu tahap pembelaan yang dilakukan terdakwa untuk dapat melakukan sanggahannya mengenai tuntutan yang dituntutkan oleh penuntut umum. Pledoi dibuat atau dilakukan secara tertulis dan dibacakan di muka persidangan.

A.L. Wisnubroto
, dalam "Praktik Persidangan Pidana", menjelaskan bahwa pledoi (nota pembelaan) merupakan :
  • salah satu hak dari terdakwa, baik itu yang akan disampaikan langsung oleh terdakwa maupun yang akan disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa.
  • salah satu rangkaian dari proses pemeriksaan di Pengadilan.
  • jawaban terdakwa dan/atau penasehat hukum atas tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum.

Sementara M. Yahya Harahap, dalam "Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali)", menjelaskan bahwa pledoi (nota pembelaan) :
  • diajukan atas permintaan hakim ketua sidang. Walaupun pledoi merupakan hak yang melekat pada diri terdakwa (atau penasihat hukum), tetapi dalam penyampaian atau pengajuan pledoi dilakukan pada tahap tertentu setelah hakim memintanya untuk mengajukan pembelaan.
  • mendahulukan pengajuan tuntutan dari pembelaan. Dalam praktik persidangan pidana, pledoi dari terdakwa atau penasehat hukum, disampaikan setelah penuntut umum mengajukan tuntutan pidana kepada terdakwa.

Dalam praktik persidangan pidana, pledoi merupakan upaya terkahir dari seorang terdakwa atau penasehat hukum dalam rangka mempertahankan hak-haknya (dari kliennya), membela kebenaran yang diyakininya sesuai bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Upaya terakhir dimaksud, artinya adalah upaya dari terdakwa atau penasehat hukum dalam persidangan perkara pidana yang dijalaninya, sebelum dijatuhkannya suatu putusan oleh Pengadilan Negeri.


Dasar Hukum Pledoi. Dasar hukum pledoi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu dalam ketentuan :

1. Pasal 182 ayat (1) b, yang menyebutkan :

"Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir."


2. Pasal 182 ayat (1) c, yang menyebutkan :

"Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan."



Tujuan Pledoi. Pledoi pada prinsipnya dilakukan oleh terdakwa sendiri (meskipun dalam praktik, seringkali pledoi diwakilkan dan diurus oleh penasehat hukum sebagaimana diperjanjikan dalam surat kuasa) dengan menolak, menyanggah, atau melakukan perlawanan di muka persidangan. Secara umum, tujuan dari pledoi adalah :
  • untuk memperoleh putusan hakim yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya hukuman pidana seringan-ringannya.


Teknis Penyusunan Pledoi. Tidak ada suatu teori yang baku bagaimana teknis menyusun pledoi. Dalam KUHAP pun, juga tidak mengatur secara terperinci tentang bagaimana teknis dalam penyusunan pledoi. A.L. Wisnubroto menjelaskan bahwa :
  • pada prinsipnya pledoi atau nota pembelaan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukum terdakwa harus disusun secara sistematis, kritis, dan logis, dilengkapi dengan sanggahan-sanggahan atas tuntutan penuntut umum, dengan disertai dasar bukti atau fakta yang terungkap di persidangan yang relevan dan analisis yuridis yang akurat.

Biasanya, pledoi yang disusun atau disampaikan oleh terdakwa atau penasehat hukum terdakwa berisi tanggapan tentang beberapa hal, sebagai berikut :
  • surat dakwaan jaksa penuntut umum kabur.
  • jaksa penuntut umum keliru dalam menerapkan undang-undang atau pasal-pasal yang didakwakan.
  • jaksa penuntut umum keliru melakukan analisa terhadap unsur-unsur delik yang didakwakan dan penerapan terhadap perbuatan terdakwa yang dipandang terbukti.
  • jaksa penuntut umum keliru dalam menilai alat-alat bukti atau menggunakan alat bukti yang saling tidak mendukung.
  • delik yang didakwakan adalah delik materiil bukan formiil.
  • mengajukan alibi pada saat terjadinya perbuatan pidana.
  • perbuatan terdakwa bukanlah perbuatan pidana tetapi perbuatan perdata.
  • barang bukti yang diajukan bukanlah milik terdakwa, dan lain sebagainya sesuai dengan kasus yang dihadapi.

Sedangkan Jeremias Lemek, dalam "Penuntun Praktis Membuat Pledoi", menjelaskan bahwa penyusunan pledoi dapat dilakukan dengan menggunakan sistematika sebagai berikut :
  1. Bab Eksepsi.
  2. Bab Pendahuluan.
  3. Bab Tinjauan atas Dakwaan.
  4. Bab Fakta-fakta yang Terungkap dalam Persidangan.
  5. Bab Tinjauan Yuridis.
  6. Bab Fakta-fakta yang Terungkap dalam Persidangan kalau Dihubung-kan dengan Dakwaan dan Tuntutan.
  7. Bab Tinjauan Terhadap Tuntutan.
  8. Bab Penutup atau Kesimpulan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian pledoi (nota pembelaan), dasar hukum, tujuan, dan teknis penyusunan pledoi (nota pembelaan).

Semoga bermanfaat.