Pengertian Maslahah Mursalah. Dalam Islam terdapat aturan-aturan hukum yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam dimensi vertikal, diatur ketentuan hukum yang bersifat ta’abudi, yang berlaku sepanjang masa, seperti tata cara shalat dan puasa. Sedangkan dalam dimensi horizontal, diatur ketentuan hukum yang menyangkut hubungan antar manusia yang sebagian besar bersifat muamalah.
Berkaitan dengan hubungan antara manusia, seringkali terdapat berbagai masalah yang harus dicarikan jalan keluar atau solusi yang baik yang tidak bertentangan dengan hukum syara’. Salah satu jalan keluar dimaksud adalah melakukan penetapan hukum melalui maslahah mursalah.
Secara etimologi, istilah maslahah mursalah berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua term kata, yaitu "maslahah" dan "mursalah". Maslahah berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Dan mursalah berarti terlepas atau bebas. Sehingga istilah maslahah mursalah dapat diartikan sebagai terlepas atau bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidak bolehnya dilakukan.
Sedangkan secara terminologi, maslahah mursalah dapat berarti sesuatu yang dianggap maslahat tetapi tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil tertentu baik yang mendukung maupun yang menolaknya. Menurut Zaidan al-Wajiz, dalam "Muassasah al-Risalah", menyebutkan bahwa pada hakekatnya maslahah mempunyai dua sisi, yaitu :
Baca juga : Pengertian Qiyas
Selain itu, pengertian maslahah mursalah juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama, diantaranya adalah :
- Imam Al Ghazali, dalam "Kitab al-Mustasyfa", menyebutkan bahwa maslahah mursalah adalah apa-apa (maslahah) yang tidak ada bukti baginya dari syara’ dalam bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan tidak ada yang memperhatikannya.
- Asy-Syaukani, dalam "Kitab Irsyad al-Fuhul", menyebutkan bahwa maslahah mursalah adalah maslahah yang tidak diketahui apakah syari’ menolaknya atau memperhitungkannya.
Baca juga : Pengertian Ijma'
Syarat Maslahah Mursalah. Maslahah mursalah dapat dijadikan sebagai sumber hukum atau dalil dari suatu hal dengan syarat sebagai berikut :
- berupa maslahah yang hakiki, bukan sekedar maslahah yang diduga atau diasumsikan;
- bersifat umum, bukan kemashlahatan pribadi atau kemashlahatan khusus.
- sesuai dengan maqashid al-syari’ah dan tidak bertentangan dengan dalil-dalil syara’.
- selaras dan sejalan dengan akal sehat, rrtinya kemashlahatan tersebut tidak boleh bertentangan dengan akal sehat.
- pengambilan kemashlahatan tersebut harus untuk merealisasikan kemashlahatan dharuriyyah, bukan kemashlahatan hajiyyah atau tahsiniyyah.
Baca juga : Pengertian Ijtihad
Pengelompokkan Maslahah Mursalah. Maslahah mursalah dapat dikelompokkan menjadi beberapa hal. Musa Ibrahim al-Ibrahimy, dalam "Al-Madkhal Ushul Fiqh", menyebutkan bahwa berdasarkan penilaian syariat, maslahah mursalah dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu :
- maslahah al-mu’tabarah, merupakan bentuk kemaslahatan yang didukung oleh syara’, artinya adalah adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut.
- maslahah al-mulghah, merupakan bentuk kemaslahatan yang ditolak oleh syara’, karena bertentangan dengan ketentuan syara’.
- maslahah al-mursalah, merupakan bentuk kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan atau ditolak syara’ melalui dalil yang rinci, seperti : membukukan Al Quran. Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi menjadi dua hal, yaitu : 1. maslahah al-gharibah, merupakan bentuk kemaslahatan yang asing, atau kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syara’, baik secara rinci mapun secara umum. 2. maslahah al-mursalah, merupakan bentuk kemaslahatan yang tidak didukung dalil syara’ atau nash yang rinci, tetapi didukung oleh sekumpulan makna nash (ayat atau hadist).
Sedangkan Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, dalam "I’lam al-Muwaqqa’in", menyebutkan bahwa berdasarkan tingkatan atau kualitasnya, maslahah mursalah dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu :
- al-Mashlahah ad-Dharuriyyah, merupakan bentuk kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan ini dikenal dengan pemeliharaan al-mashalih al-khams (agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta).
- al-Mashlahah al-Hajiyyah, merupakan bentuk kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok atau mendasar yang antara lain berbentuk suatu keringanan dalam rangka mempertahankan dan memelihara kebutuhan pokok manusia. Bentuk maslahah seperti ini terdapat pada masalah furu’ yang bersifat muamalah serta berbagai macam keringanan (rukhsoh) yang telah ditetapkan oleh syari’.
- al-Mashlahah at-Tahsiniyyah, merupakan bentuk kemaslahatan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya, yang dimaksudkan untuk memperbaiki adat kebiasaan dan memuliakan akhlak manusia, seperti bersuci ketika akan melakukan shalat, memakai perhiasan, wangi-wangian, haramnya makanan yang kotor dan lain sebagainya.
Baca juga : Pengertian Ikhtiar Dalam Islam
Pandangan Para Ulama tentang Maslahah Mursalah. Terdapat perbedaan pandangan di antara para ulama berkaitan dengan maslahah mursalah, terutama berkaitan dengan kehujjahan atau kedudukan dari maslahah mursalah sebagai sumber hukum dalam Islam. Sebagian ulama menerima kehujjahan maslahah mursalah, sedangkan sebagian lagi menolak kehujjahan maslahah mursalah. Berikut Alasan para ulama menerima atau menolak kehujjahan maslahah mursalah sebagai sumber hukum :
1. Alasan para ulama yang menerima kehujjahan maslahah mursalah sebagai sumber hukum :
- hasil induksi terhadap ayat atau hadits menunjukkan bahwa setiap hukum mengandung kemaslahatan bagi umat manusia.
- kemaslahatan manusia akan senantiasa dipengaruhi perkembangan tempat, zaman dan lingkungan mereka sendiri. Apabila syariat islam terbatas pada hukum-hukum yang ada saja, akan membawa kesulitan.
2. Alasan para ulama yang menolak kehujjahan maslahah mursalah sebagai sumber hukum :
- dengan nash-nash yang ada dan cara qiyas yang benar, syara’ senantiasa mampu merespons masalah yang muncul demi kemaslahatan manusia.
- jika menetapkan hukum hanya berdasarkan kemaslahatan berarti dapat membuka pintu keinginan hawa nafsu.
- penerapan maslahah mursalah berpotensi mengurangi kesakralitasan hukum syariat, dan dapat merusak unitas dan unibersalitas syariat Islam.
- posisi maslahah mursalah berada dalam pertengahan penolakan syara’ dan pengukuhannya pada sebagian yang lain.
Beberapa pandangan para ulama berkaitan dengan kehujjahan maslahah mursalah sebagai sumber hukum :
1. Imam Al Ghazali.
Imam Al Ghazali berpandangan bahwa maslahah mursalah yang dapat dijadikan dalil hanyalah maslahah dharuriyyah, sedangkan maslahah hajiyyah dan maslahah tahsiniyyah tidak dapat dijadikan dalil. Imam Al Ghazali menuliskan sebagai berikut :
“setiap mashlahah yang tidak menuju kepada pemeliharaan maksud yang di pahamkan dari al-kitab, as-sunnah, atau ijma dan ia termasuk mashlahah yang asing yang tidak sejalan dengan tindakan-tindakan syara‟ maka ia mashlahah yang batal dan harus di campakan dan barang siapa yang memperaktekkannya ia membuat syariat sendiri.”
2. Ulama dari Mazhab Syafi’i dan Hanafiyah.
Para ulama dari mazhab Syafi’i dan Hanafi berpandangan bahwa sebagai sumber hukum, maslahah mursalah tidak dapat berdiri sendiri. Para ulama dari mazhab Syafi’i dan Hanafi memasukan maslahan mursalah ke dalam bagian dari qiyas.
- Imam syafi’i membolehkan berpegang pada maslahah mursalah dengan syarat harus sesuai dengan dalil kulli atau dalil juz’i dan syara’.
- Para ulama mazhab Hanafiyah menyebutkan bahwa untuk menjadikan maslahah mursalah sebagai dalil disyaratkan maslahah tersebut berpengaruh pada hukum, artinya, ada ayat, hadist atau ijma’ yang menunjukan bahwa sifat yang dianggap sebagai kemaslahatan itu merupakan illat (motivasi hukum) dalam penetapan suatu hukum, atau jenis sifat yang menjadi motivasi hukum tersebut dipergunakan oleh nash sebagai motivasi suatu hukum.
3. Ulama dari Mazhab Malikiyah dan Hanabilah.
Para ulama dari mazhab Malikiyah dan Hanabilah berpandangan bahwa maslahah mursalah dapat diterima sebagai dalil dalam menetapkan hukum. Berkaitan dengan hal tersebut, ulama dari mazhab Malikiyah dan Hanabilah mendasarkan pada :
- praktek para sahabat yang telah menggunakan maslahah mursalah, diantaranya adalah saat para sahabat mengumpulkan Al Quran kedalam beberapa mushaf, dengan alasan untuk menjaga Al Quran dari kepunahan karena banyak hafidz yang meninggal, selain juga sebagai bukti nyata dari firman Allah dalam QS. Al Hijr : 9, yang artinya : “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan alquran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”.
- adanya maslahat berarti sama dengan merealisasikan maqosid as-syari’. Oleh karenanya, wajib menggunakan dalil maslahah karena merupakan sumber hukum pokok yang berdiri sendiri.
- seandainya maslahah tidak diambil pada setiap kasus yang jelas mengandung maslahat, maka orang-orang mualaf akan mengalami kesulitan, sebagaimana firma Allah dalam QS. Al Hajj : 78, yang artinya : “Dia tidak sekali-kali menjadikan kamu dalam agama suatu kesempitan”.
Imam Malik membolehkan secara mutlak maslahah mursalah sebagai sumber hukum, dengan alasan sebagi berikut :
- nash-nash syara’ menetapkan bahwa syari’at itu diundangkan untuk merealisasikan kemashlahatan manusia, oleh karenanya berhujjah dengan maslahah mursalah sejalan dengan karakter syara’ dan prinsip-prinsip yang mendasarinya serta tujuan pensyari’atannya.
- setiap hukum selalu mengandung kemaslahatan bagi manusia, dan Islam adalah rahmat bagi semua alam, sehingga apabila syari’at Islam hanya terbatas pada hukum-hukum yang ada saja, akan membawa kesulitan bagi manusia.
- para mujtahid dari kalangan sahabat dan generasi sesudahnya banyak melakukan ijtihad berdasarkan maslahah dan tidak ditentang oleh seorang pun dari mereka. Karenanya ini merupakan ijma’.
Baca juga : Pengertian Mujahadah
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian maslahah mursalah, syarat dan pengelompokkan maslahah mursalah, serta pandangan para ulama berkaitan dengan maslahah mursalah.
Semoga bermanfaat.