Alat bukti dan barang bukti merupakan dua hal yang penting dalam proses pemeriksaan di persidangan perkara pidana. Banyak orang berpikiran bahwa antara alat bukti dan barang bukti adalah sama, padahal dua hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda. Berikut perbedaan antara alat bukti dan barang bukti dalam perkara pidana :
Pengaturan mengenai alat bukti dalam perkara pidana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut dengan KUHAP. Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 183 KUHAP, yang menyebutkan bahwa :
- Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurang dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan alat bukti dalam perkara pidana adalah hal yang dijadikan sebagai landasan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang berdasarkan keyakinan bahwa suatu tindak pidana tersebut benar terjadi atau tidak.
Baca juga : Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana
Alat bukti yang sah dalam perkara pidana, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP, meliputi lima hal, yaitu :
- keterangan saksi, adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
- keterangan ahli, adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
- surat, adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyamai buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang adalah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
- petunjuk, adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
- keterangan terdakwa, adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.
Hukum pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian negatif (negatief wettelijke), yaitu menggabungkan unsur keyakinan hakim dengan unsur pembuktian menurut undang-undang. Kedua unsur tersebut harus terpenuhi ketika hakim memutuskan suatu perkara pidana, baik putusan bersalah ataupun putusan bebas. Atau dengan kata lain, dalam sistem pembuktian negatif menghendaki adanya hubungan causal (sebab akibat) antara alat-alat bukti dengan keyakinan hakim.
2. Barang Bukti Dalam Perkara Pidana (Corpus Delicti).
Tidak terdapat penjelasan yang tegas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti dalam KUHAP. Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 39 KUHAP, yang menyebutkan bahwa :
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
- benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
- benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
- benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
- benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
- benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan barang bukti adalah suatu benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, baik itu karena diduga diperoleh dan/atau sebagai hasil dari tindak pidana atau karena benda dimaksud digunakan secara langsung untuk melakukan atau untuk mempersiapkan suatu tindak pidana. Atau dengan kalimat yang sederhana, barang bukti merupakan benda yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang terjadi yang dapat dilakukan penyitaan.
Baca juga : Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Pidana
Pengertian tentang barang bukti dalam perkara pidana juga dapat dijumpai dalam pendapat para ahli, diantaranya adalah :
- Andi Hamzah, menyebutkan bahwa barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik.
- Ansori Hasibuan, menyebutkan bahwa barang bukti dalam perkara pidana adalah barang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan.
- Martiman Prodjohamidjojo, menyebutkan bahwa barang bukti adalah barang bukti kejahatan.
Baca juga : Menjalankan Putusan Hakim (Eksekusi)
Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti adalah sebagai berikut :
- merupakan obyek materiil.
- berbicara untuk diri sendiri.
- sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya.
- harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa.
Baca juga : Alat Bukti Dalam Hukum Acara Pidana
Dalam proses persidangan perkara pidana, barang bukti mempunyai fungsi sebagai berikut :
- menguatkan kedudukan alat bukti yang sah.
- mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara pidana yang terjadi.
- menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan dari terdakwa sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.
Demikian penjelasan berkaitan dengan perbedaan antara alat bukti dan barang bukti dalam perkara pidana.
Semoga bermanfaat.