Pengertian Kriminalisasi, Kriteria, Ruang Lingkup, Dan Asas Kriminalisasi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita sering membaca dan mendengar, baik lewat media cetak, media online (daring), atau media elektronik lainnya, istilah "kriminalisasi". Mulai dari kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kriminalisasi ulama, dan lain sebagainya. Penggunaan istilah kriminalisasi tersebut, tidak hanya sering diucapkan oleh orang awam atau orang yang tidak paham hukum, tapi sering juga diucapkan oleh orang-orang yang paham tentang hukum. Yang menjadi permasalahan adalah apakah penggunaan istilah kriminalisasi yang cenderung berkonotasi negatif tersebut sudah tepat ?

Istilah kriminalisasi yang belakangan sering beredar di masyarakat, dapat dimaknai sebagai suatu tindakan aparat penegak hukum dalam menetapkan perbuatan seseorang sebagai perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana atas dasar pemaksaan interprestasi perundang-undangan. Atau dengan kata lain, aparat penegak hukum dianggap seolah-olah melakukan tafsir sepihak (subyektif) atas perbuatan seseorang, lantas diklasifikasikan sebagai pelaku tindak pidana. Apakah pengertian kriminalisasi seperti itu ? Tentu saja tidak.


Pengertian Kriminalisasi. Kata "kriminalisasi" berasal dari kata dasar "kriminal", yang berarti jahat. Secara sederhana, kriminalisasi dapat diartikan sebagai membuat suatu proses yang tadinya tidak jahat menjadi jahat dan dapat dihukum pidana. Dalam sudut pandang ilmu hukum, kriminalisasi merupakan bagian dari kajian ilmu kriminologi, yang diartikan sebagai suatu proses saat terdapat suatu perubahan perilaku individu-individu yang cenderung untuk menjadi pelaku kejahatan dan menjadi penjahat berikut sebab musabab orang melakukan kejahatan. Soetandyo Wignjosoebroto, dalam tulisannya yang berjudul "Kriminalisasi dan Dekriminalisasi : Apa yang Dibicarakan Sosiologi Hukum Tentang Hal Ini" yang disampaikan dalam Seminar Kriminalisasi dan Dekriminalisasi dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia, menyebutkan bahwa kriminalisasi adalah suatu pernyataan bahwa perbuatan tertentu harus dinilai sebagai perbuatan pidana yang merupakan hasil dari suatu penimbangan-penimbangan normatif yang wujud akhirnya adalah suatu keputusan. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kriminalisasi diartikan sebagai proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat.
  • Terhadap pengertian kriminalisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut, sebagian ahli tidak sepakat. Hal itu disebabkan karena dalam pengertian kriminalisasi tersebut seolah-olah mengidentikkan antara makna "peristiwa pidana" dengan "perbuatan pidana". Sebagaimana diketahui bahwa dalam dasar hukum pidana, kedua istilah tersebut memiliki makna dan kandungan yang berbeda. Tidak setiap peristiwa yang terjadi disebabkan oleh perbuatan manusia, misalnya kematian ada yang disebabkan karena peristiwa alam (bencana alam). Oleh karena itu, sebagian ahli sepakat bahwa istilah yang paling tepat untuk digunakan yang mewakili tindakan tercela sebagai tindakan melawan hukum adalah perbuatan pidana.


Selain itu, pengertian tentang kriminalisasi juga bisa dijumpai dalam banyak pendapat dari para ahli, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Soerjono Soekanto, dalam bukunya yang berjudul "Kriminologi : Suatu Pengantar", menyebutkan bahwa kriminalisasi adalah tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya.
  • Sudarto, dalam bukunya yang berjudul "Hukum dan Hukum Pidana", menyebutkan bahwa kriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan tersebut diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana.
  • Rusli Effendy, dalam bukunya yang berjudul "Asas-Asas Hukum Pidana", menyebutkan bahwa kriminalisasi adalah perubahan nilai yang menyebabkan sejumlah perbuatan yang sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak tercela dan tidak dituntut pidana, berubah menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan perlu dipidana.


Kriteria (Syarat) Kriminalisasi. Kriminalisasi setidaknya harus mempertimbangkan dua hal, yaitu : 
  • perbuatan apa yang sepatutnya dipidana. 
  • syarat apa yang harus dipenuhi untuk mempersalahkan seseorang yang melakukan perbuatan tersebut.
Dalam menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak kriminal, haruslah mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut :
  • apakah perbuatan tersebut tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena merugikan atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau dapat mendatangkan korban.
  • apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasil yang akan dicapai, maksudnya biaya pembuatan undang-undang, pengawasan, penegakan hukum, serta beban yang dipikul oleh korban dan pelaku kejahatan harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai.
  • apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang tidak seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai.
  • apakah perbuatan-perbuatan tersebut menghambat atau menghalangi cita-cita bangsa Indonesia sehingga merupakan bahaya bagi keseluruhan masyarakat.


Sedangkan menurut pendapat dari para ahli, kriteria kriminalisasi adalah sebagai berikut :

1. Moeljatno.
Moeljatno menyebutkan bahwa kriteria kriminalisasi adalah sebagai berikut :
  • penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
  • apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana tersebut adalah jalan yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut.
  • apakah pemerintah melalui alat-alat negara yang bersangkutan, benar-benar mampu untuk melaksanakan ancaman pidana seandainya ternyata ada yang melanggar larangan.

2. Sudarto.
Sudarto menyebutkan bahwa terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan kriminalisasi, yaitu :
  • tujuan kriminalisasi adalah menciptakan ketertiban masyarakat di dalam rangka menciptakan negara kesejahteraan.
  • perbuatan yang dikriminalisasi harus perbuatan yang menimbulkan kerusakan meluas dan menimbulkan korban.
  • harus mempertimbangkan faktor baya dan hasil, berarti biaya yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh harus seimbang.
  • harus memperhatikan kemampuan aparat penegak hukum, jangan sampai aparat penegak melampaui bebannya atau melampaui batas.

3. Hullsman.
Hullsman menyebutkan bahwa terdapat empat kriteria absolut yang harus dipenuhi dalam proses kriminalisasi, yaitu :
  • kriminalisasi tidak ditetapkan semata-semata atas keinginan untuk melaksanakan suatu sikap moral tertentu terhadap suatu bentuk perilaku tertentu.
  • alasan utama untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana seharusnya tidak pernah didirikan suatu kerangka untuk perlindungan atau perlakuan terhadap seseorang pelaku kejahatan potensial dalam kepentingannya sendiri.
  • kriminalisasi tidak boleh berakibat melebihi kemampuan perlengkapan peradilan pidana.
  • kriminalisasi seharusnya tidak boleh dipergunakan sebagai suatu tabir sekedar pemecahan yang nyata terhadap suatu masalah.

4. Muladi.
Muladi menyebutkan bahwa terdapat beberapa ukuran yang secara doktrinal mesti diperhatikan sebagai pedoman dalam kriminalisasi, yaitu :
  • kriminalisasi tidak boleh terkesan menimbulkan overkrimibalisasi yang masuk kategori the misuse of criminal sanction.
  • kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc.
  • kriminalisasi tidak harus mengandung unsur korban victimizing, baik aktual maupun potensial.
  • kriminalsasi harus memperhitungkan analisa biaya dan hasil serta prinsip ultimum remedium.
  • kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang dapat ditegakkan (enforceable).
  • kriminalisasi harus mampu memperoleh dukungan publik.
  • kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialitet mengakibatkan bahaya bagi masyarakat, sekalipun kecil sekali.
  • kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setiap peraturan pidana membatasi kebebasan rakyat dan memberikan kemungkinan kepada aparat penegak hukum untuk mengekang kebebasan tersebut.


Ruang Lingkup Kriminalisasi. Dari uraian tentang pengertian dan syarat-syarat kriminalisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kriminalisasi adalah : 
  • hanya terbatas pada penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana.

Sedangkan menurut pendapat Paul Cornill, ruang lingkup kriminalisasi tidak hanya terbatas pada penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana saja, melainkan juga termasuk penambahan atau peningkatan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang telah ada.


Asas-Asas Kriminalisasi. Untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana berikut ancaman sanksi pidananya, pihak yang berwenang harus memperhatikan beberapa asas. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Asas Legalitas.
Asas legalitas pada esensinya dapat ditemukan dalam ungkapan yang dikemukakan oleh Anselm Von Feurbach, yaitu : "nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali" yang mengandung arti bahwa tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan. Asas legalitas ini merupakan asas yang paling penting dalam hukum pidana, terutama dalam penetapan kriminalisasi. 

Makna Asas Legalitas. Menurut J.E. Sahetapy, makna yang terkandung dalam asas legalitas adalah sebagai berikut :
  • tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang.
  • tidak ada penerapan undang-undang pidana berdasarkan analogi.
  • tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan.
  • tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex certa).
  • tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana.
  • tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang.
  • penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang.

Fungsi Asas Legalitas. Secara umum, asas legalitas berfungsi untuk membatasi ruang lingkup hukum pidana dan mengamankan hukum posisi hukum rakyat terhadap negara. Sedangkan dalam doktrin hukum pidana, terdapat enam fungsi asas legalitas yaitu sebagai berikut : 
  • pada hakekatnya, asas legalitas dirancang untuk memberi maklumat kepada publik secara luas tentang apa yang dilarang oleh hukum pidana sehingga mereka dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
  • menurut aliran klasik fungsi asas legalitas adalah membatasi ruang lingkup hukum pidana, sedangkan menurut aliran modern fungsi asas legalitas adalah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan perlindungan masyarakat. 
  • fungsi asas legalitas adalah untuk mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara (penguasa). 
  • asas legalitas dikaitan dengan peradilan pidana, mengharapkan lebih banyak lagi dari pada hanya akan melindungi warga masyarakat dari kesewenang-wenangan pemerintah. Asas legalitas diharapkan memainkan peranan yang lebih positif, yaitu harus menentukan tingkatan-tingkatan dari persoalan yang ditangani oleh suatu sistem hukum pidana yang sudah tidak dapat dipakai lagi.
  • tujuan utama asas legalitas adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan mengawasi serta membatasi pelaksanaan dari kekuasaan tersebut atau menormakan fungsi pengawasan dari hukum pidana tersebut. Fungsi pengawasan di sini juga merupakan fungsi asas kesamaan, asas subsidiaritas, asas proporsionalitas, dan asas publisitas.
  • asas legalitas memberikan kepastian hukum kepada masyarakat mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yang disertai dengan ancaman pidana tertentu. Dengan adanya penetapan perbuatan terlarang tersebut berarti ada kepastian (pedoman) dalam bertingkah laku bagi masyarakat.

2. Asas Subsidiaritas.
Asas subsidiaritas bermakna bahwa  hukum pidana harus ditempatkan sebagai ultimum remedium (senjata pamungkas/upaya terakhir) dalam penanggulangan kejahatan yang menggunakan instrumen penal, bukan sebagai premum remedium (senjata utama) untuk mengatasi masalah kriminal. 

3. Asas Persamaan/Kesamaan.
Asas persamaan/kesamaan dimaksudkan untuk mengadakan suatu sistem hukum pidana yang lebih jelas dan sederhana, sehingga dapat mendorong lahirnya hukum pidana yang bersifat adil. Singkatnya, asas persamaan/kesamaan adalah kesederhanaan dan kejelasan hukum pidana.


Satu hal yang penting dari kriminalisasi adalah bahwa kriminalisasi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik pusat maupun daerah, melalui produk undang-undang maupun peraturan daerah.

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kriminalisasi, kriteria, ruang lingkup, dan asas kriminalisasi.

Semoga bermanfaat.