Di samping ilmu hukum pidana, yang sesungguhnya dapat juga disebut ilmu tentang hukumnya kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatannya sendiri yang disebut kriminologi, keduanya adalah berbeda, baik obyek, tujuan, maupun tugasnya.
1. Ilmu Hukum Pidana.
- Obyeknya adalah aturan-aturan hukum yang mengenai kejahatan atau yang bertalian dengan pidana.
- Tujuannya adalah agar dapat mengerti dan mempergunakannya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya peraturan hukum pidana yang berlaku.
- Tugas ilmu hukum pidana adalah untuk menjelaskan hukum pidana, mengkaji norma hukum pidana dan menerapkan ketentuan yang berlaku terhadap suatu tindak pidana yang terjadi.
2. Kriminologi.
- Obyeknya adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri.
- Tujuannya adalah agar menjadi mengerti apa sebab-sebabnya sehingga sampai berbuat kejahatan tersebut. Apakah karena memang bakatnya adalah jahat, ataukah karena dorongan keadaan masyarakat di sekitarnya, baik keadaan sosiologis maupun ekonomis. Ataukah karena sebab-sebab lain. Sehingga apabila sebab-sebab seseorang tersebut melakukan tindak kejahatan telah diketahui, maka di samping pemidanaan, dapat dilakukan tindakan-tindakan yang tepat, agar orang tersebut tidak lagi berbuat kejahatan, atau agar orang-orang lain tidak akan melakukannya.
- Tugas kriminologi adalah untuk mencari dan menentukan sebab-sebab dari kejahatan serta menemukan cara-cara pemberantasannya.
Kriminologi biasanya dibagi menjadi tiga bagian, terutama di negara Anglosaxon, yaitu :
- Criminal Biology, yang menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohaninya.
- Criminal Sosiology, yang mencoba mencari sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan dalam lingkungan masyarakat di mana penjahat tersebut berada (dalam milieunya).
- Criminal Policy, yaitu tindakan-tindakan apa yang sekiranya harus dijalankan supaya orang lain tidak berbuat kejahatan.
Dengan adanya kriminologi di samping ilmu hukum pidana, pengetahuan tentang kejahatan menjadi lebih luas. Karena dengan demikian orang lalu mendapat pengertian, baik tentang penggunaan hukumnya terhadap kejahatan maupun tentang pengertian mengenai timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya, sehingga memudahkan penentuan adanya kejahatan dan bagaimana menghadapinya untuk kebaikan masyarakat dan penjahatnya sendiri.
Ilmu hukum pidana dan kriminologi seperti dalam pandangan tersebut di atas, adalah merupakan pasangan atau dwi tunggal. Antara yang satu melengkapi yang lain. Kedua ilmu tersebut di Jerman dicakup dengan nama Die gesammte Strafrechtswissenschaft, dan di negara-negara Angelsakson disebut dengan Criminal science.
Berkaitan dengan hubungan antara ilmu hukum pidana dan kriminologi tersebut, diantara para sarjana masih ada perbedaan pandangan, misalnya :
Berkaitan dengan hubungan antara ilmu hukum pidana dan kriminologi tersebut, diantara para sarjana masih ada perbedaan pandangan, misalnya :
1. Simons dan Van Hamel.
Kedua sarjana tersebut memasukkan kriminologi sebagai bagian atau pendukung dari ilmu hukum pidana. Alasan yang dikemukakan pada umumnya adalah bahwa untuk menyelesaikan suatu perkara pidana, tidaklah cukup hanya mempelajari pengertian dari hukum pidana yang berlaku, mengonstruksikan apa yang dimaksud serta menyistimatisirnya, akan tetapi perlu diselidiki juga penyebab dari tindak pindana itu, terutama mengenai pribadi pelaku, dan selanjutnya perlu diperhatikan cara-cara pemberantasan tindak pidana (kejahatan) tersebut.
2. Zevenbergen.
Zevenbergen berpendapat bahwa kriminologi termasuk dalam ilmu hukum pidana. Alasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
Walaupun belum ada suatu aturan yang berlaku secara menyeluruh sebagai ukuran bagi kejahatan, dan walaupun obyek, tugas, dan tujuan dari ilmu hukum pidana dengan kriminologi berbeda, namun satu sama lainnya sangat mempengaruhi, terutama dalam rangka penegakan hukum, keamanan, dan ketertiban, maka tidak salah apabila dikatakan bahwa kriminologi merupakan bagian dari ilmu hukum pidana dalam arti yang luas.
Kedua sarjana tersebut memasukkan kriminologi sebagai bagian atau pendukung dari ilmu hukum pidana. Alasan yang dikemukakan pada umumnya adalah bahwa untuk menyelesaikan suatu perkara pidana, tidaklah cukup hanya mempelajari pengertian dari hukum pidana yang berlaku, mengonstruksikan apa yang dimaksud serta menyistimatisirnya, akan tetapi perlu diselidiki juga penyebab dari tindak pindana itu, terutama mengenai pribadi pelaku, dan selanjutnya perlu diperhatikan cara-cara pemberantasan tindak pidana (kejahatan) tersebut.
2. Zevenbergen.
Zevenbergen berpendapat bahwa kriminologi termasuk dalam ilmu hukum pidana. Alasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
- Ilmu hukum pidana adalah ilmu untuk mengetahui atau mempelajari hukum positif, yaitu tentang norma-norma dan sanksi pidananya (bersifat normatif).
- Pidana adalah merupakan imbalan bagi seseorang pelaku tindak pidana. Karena penekanannya adalah pada pidana, maka kriminologi tidak ada sangkut pautnya.
- Metode ilmu hukum pidana adalah deduktif, maksudnya ketentuan-ketentuan hukum pidana sudah ada, maka berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum pidana inilah dinilai apakah suatu tindakan termasuk suatu tindak pidana atau bukan. Sedangkan metoda dari kriminologi adalah empiris induktif, maksudnya berdasarkan penyelidikan secara empiris, dikaji apakah suatu tindakan dalam kenyataannya berupa suatu kejahatan atau bukan, tanpa terikat pada ketentuan-ketentuan hukum positif.
Walaupun belum ada suatu aturan yang berlaku secara menyeluruh sebagai ukuran bagi kejahatan, dan walaupun obyek, tugas, dan tujuan dari ilmu hukum pidana dengan kriminologi berbeda, namun satu sama lainnya sangat mempengaruhi, terutama dalam rangka penegakan hukum, keamanan, dan ketertiban, maka tidak salah apabila dikatakan bahwa kriminologi merupakan bagian dari ilmu hukum pidana dalam arti yang luas.
Demikian penjelasan berkaitan dengan ilmu hukum pidana dan kriminologi.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.