Pada asasnya semua orang dapat berperkara di depan pengadilan. Hanya saja undang-undang membuat pengecualian, yaitu bagi mereka yang belum cukup umur atau belum dewasa dan orang yang sakit ingatan, mereka tidak boleh berperkara sendiri di depan pengadilan, melainkan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya dan bagi mereka yang sakit ingatan diwakili oleh pengampunya.
Di samping pihak-pihak yang berperkara di depan pengadilan adalah orang perseorangan, dimungkinkan juga :
- Suatu badan hukum, misalnya Perseroan Terbatas (P.T) dapat juga menjadi pihak dalam perkara, dan yang harus bertindak untuk dan atas nama badan hukum tersebut adalah direktur P.T atau siapapun sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan tersebut.
- Negara. Apabila negara yang digugat, maka gugatan harus diajukan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dan yang mewakili Negara Republik Indonesia dalam perkara ini dianggap bertempat tinggal pada Kementerian. Tergantung pada Kementerian mana gugatan tersebut diajukan.
Mahkamah Agung dalam salah satu keputusannya, tertanggal 8 Januari 1958, Nomor : 23 K/Sip/1957, mengemukakan, bahwa dibenarkan adanya kemungkinan untuk menggugat negara pada Pengadilan Negeri di luar Jakarta. Hal ini dapat terjadi apabila Pejabat yang bertindak sebagai kuasa dari Pemerintah Pusat melakukan perbuatan tersebut di daerah di luar Jakarta. Sedangkan menurut Staatsblad 1922 Nomor : 522 yang berhak mewakili di muka pengadilan adalah Jaksa atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Menteri. Sementara dewasa ini, pada umumnya yang mewakili Negara Republik Indonesia dalam berperkara di muka pengadilan adalah Kepala Biro Hukum Kementerian atau Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dengan membawa surat kuasa khusus atau surat penunjukan dari Menteri atau Kepala Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Dalam mengajukan gugatan harus diperhatikan dengan baik, bahwa yang diberi kuasa dan juga tergugat atau para tergugat harus benar-benar orang yang dapat mewakili pihak yang bersangkutan. Pengajuan gugatan secara keliru artinya bahwa yang diajukan atau ditujukan terhadap orang yang tidak dapat mewakili suatu badan hukum atau yang tidak dapat bertindak sebagai wali, atau bukan wakil yang sah dari penggugat atau tergugat. Jika hal tersebut terjadi maka akan berakibat fatal bagi penggugat. Gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima. Dan apabila hal tersebut terjadi, maka berarti bahwa penggugat akan kehilangan waktu, uang dan tenaga dengan percuma.
Baca juga : Perdamaian Di Dalam Dan Di Luar Peradilan
Surat kuasa khusus yaitu surat kuasa yang diharuskan dipakai dalam persidangan di Pengadilan Negeri, sebagaimana yang diatur dalam pasal 123 ayat 1 H.I.R oleh Mahkamah Agung telah diberi petunjuk dalam SEMA tertanggal 19 Januari 1959, Nomor : 2/1959, yang isinya antara lain berbunyi :
".... Seharusnya dalam surat kuasa yang menurut kehendak pembuat undang-undang harus bersifat khusus itu dicantumkan bahwa surat kuasa itu hanya akan dipergunakan :
- dalam perkara perdata antara misalnya A sebagai penggugat dan B sebagai tergugat mengenai misalnya soal warisan atau hutang piutang tertentu, jadi pada pokoknya secara singkat harus disebut dengan konkrit yang menjadi perselisihan atau persengketaan antara dua belah pihak yang berperkara di mana diinginkan dengan penambahan bahwa kuasa tersebut dalam perkara tertentu ini dapat memajukan permohonan banding dan kasasi.
- Dalam perkara pidana dengan menyebut pasal-pasal K.U.H.P jang disangkakan atau dituduhkan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap.
Hendaknya oleh saudara surat-surat kuasa yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai yang dimaksudkan di atas ini seketika dikembalikan untuk diperbaiki seperlunya sebagai ditunjuk di atas."
Seseorang yang mewakili salah satu pihak yang berperkara harus merupakan wakil yang sah, misalnya orang yang mewakili tergugat harus mempunyai surat kuasa yang menyebutkan nomor perkara, Pengadilan Negeri yang mana, dan untuk apa surat kuasa tersebut diberikan. Dalam hal pihak tergugat hendak mengajukan gugatan balik atau gugatan dalam rekonpensi, maka surat kuasanya harus memuat dengan tegas mengenai akan diajukannya gugatan balik termaksud terhadap penggugat atau salah seorang penggugat apabila penggugatnya terdiri dari beberapa orang. Gugatan dalam rekonpensi yang diajukan oleh seorang kuasa yang tidak diberi kuasa untuk mengajukan gugatan dalam rekonpensi, harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Surat kuasa khusus dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta otentik dihadapan seorang notaris. Surat kuasa tersebut dapat dilimpahkan kepada orang lain, apabila pemberi kuasanya disertai hak untuk dilimpahkan. Dalam praktek, surat kuasa yang dilimpahkan pada bagian akhirnya memuat kalimat "surat kuasa ini diberikan dengan hal substitusi". Yaitu hak menggantikan, jadi maksudnya menggantikan orang yang semula diberi kuasa.
Apabila surat kuasa yang bersangkutan telah dilimpahkan seluruhnya kepada orang lain yang ditunjuk oleh yang diberi kuasa, maka untuk selanjutnya penerima kuasa semula, yang telah melimpahkan haknya, tidak berhak lagi untuk mewakili pihak yang bersangkutan di persidangan pemeriksaan perkara tersebut dan menandatangani surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang bersangkutan. Lain halnya apabila yang disubstitusikan hanyalah untuk sebagian saja, misalnya kuasa tersebut menunjuk seseorang sekedar untuk menyerahkan jawaban atau menghadap pada suatu sidang tertentu, atau kuasa substitusi hanya diberi kuasa untuk menerima replik. Apabila dalam surat kuasa tidak dimuat kalimat "surat kuasa ini diberikan degan hak substitusi" dan kemudian ternyata disubstitusikan kepada orang lain, maka pelimpahan tersebut adalah tidak sah.
Pemberian kuasa dapat juga dilakukan dengan lisan di muka persidangan. Apabila pemberian kuasa secara lisan tersebut, dimaksudkan pula untuk dapat dilimpahkan atau untuk mengajukan gugatan balasan, dan apabila pemberian kuasa meliputi juga pemberian kuasa untuk untuk, seandainya diperlukan, mengajukan permohonan banding atau kasasi, maka mengenai hal tersebut harus secara tegas dikatakan sewaktu pemberian kuasa lisan tersebut. Pemberian kuasa lisan dengan lengkap harus dimuat dalam berita acara pemeriksaan sidang. Apabila di kemudian hari diajukan permohonan banding atau kasasi oleh kuasa tersebut, untuk keperluan tersebut tidak diperlukan surat kuasa khusus lagi.
Baca juga : Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Perdata
Demikian penjelasan berkaitan dengan para pihak yang berperkara, perwakilan orang, badan hukum, dan negara.
Semoga bermanfaat.