Mediasi Dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor : 1 Tahun 2016

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak yang memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan. Salah satu jenis mediasi yang dikenal adalah mediasi di dalam pengadilan, di mana pengertian dan prosedur pelaksanaannya secara rinci diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor : 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Prosedur mediasi di pengadilan merupakan bagian hukum acara perdata, yang pelaksanaannya dapat memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam menyelesaikan sengketa. Dalam  SEMA Nomor : 1 Tahun 2016 tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. 

Mediator. Dalam proses mediasi, para pihak yang bersengketa dibantu oleh mediator. Yang dimaksud dengan mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertipikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Setiap mediator wajib memiliki sertipikat mediator, yaitu dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan mediasi. Menyimpang dari ketentuan tersebut, berdasarkan surat keputusan ketua pengadilan, hakim yang tidak bersertipikat dapat menjalankan fungsi mediator dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah mediator bersertipikat.

Tugas Mediator Dalam Mediasi. Dalam menjalankan fungsinya, mediator bertugas sebagai berikut :
  • memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri.
  • menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak.
  • menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan.
  • membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak.
  • menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus).
  • menyusun jadwal mediasi bersama para pihak.
  • mengisi formulir jadwal mediasi.
  • memberi kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian.
  • mengintervensi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala perioritas.
  • memfasilitasi dan mendorong para para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak, mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak, dan bekerja sama mencapai penyelesaian.
  • membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian.
  • menyampaikan laporan keberhasilan, ketidak-berhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara.
  • menyatakan salah satu atau para pihak tidak beritikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara.
  • tugas lain dalam menjalankan fungsinya.

Ruang Lingkup Mediasi di Pengadilan. Prosedur mediasi berdasarkan PERMA Nomor : 1 Tahun 2016 tersebut berlaku dalam proses berperkara di pengadilan baik dalam lingkup peradilan umum maupun peradilan agama. Selain itu prosedur mediasi di pengadilan tersebut juga dapat dilakukan di luar lingkungan peradilan umum dan peradilan agama, sepanjang dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.


Tempat Mediasi. Mediasi yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa diselenggarakan di ruang mediasi pengadilan atau di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Hanya saja dalam satu perkara mediasi yang mediatornya adalah :
  • hakim pengadilan atau pegawai pengadilan ;
  • non hakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan mediator hakim atau pegawai pengadilan ; 
penyelenggaraan mediasi wajib bertempat di pengadilan.

Jenis Perkara yang Wajib Menempuh Mediasi. Semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan, termasuk :
  • perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek ;
  • perkara perlawanan pihak berperkara (partij verzet) ;
  • perkara perlawanan pihak ketiga (darden verzet) ;
terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi.

Jenis Perkara yang Tidak Wajib Menempuh Mediasi. Pada asasnya semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan wajib terlebih dahulu menempuh jalan mediasi, kecuali sengketa-sengketa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) PERMA Nomor : 1 Tahun 2016, yaitu :
  • sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya, seperti sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga atau Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, permohonan pembatalan putusan arbitrase, keberatan atas putusan Komisi Informasi, penyelesaian perselisihan partai politik, sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana, dan sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut.
  • gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi).
  • sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan.
  • sengketa yang diajukan ke pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar pengadilan melalui mediasi dengan bantuan mediator bersertipikat yang terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditanda-tangani oleh para pihak dan mediator bersertipikat. 

Sifat Proses Mediasi. Dalam proses mediasi yang dilakukan, wajib dihadiri oleh para pihak yang bersengketa. Kehadiran para pihak tersebut dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui komunikasi audio visual jarak jauh. Proses mediasi yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa pada dasarnya bersifat tertutup. Penyampaian laporan mediator berkaitan dengan pihak yang tidak beritikad baik maupun laporan mengenai ketidak-berhasilan proses mediasi kepada hakim pemeriksa perkara bukan merupakan pelanggaran terhadap sifat tertutup mediasi. 

Itikad Baik Dalam Menempuh Mediasi. Mediasi yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa harus didasarkan pada itikad baik. Salah satu pihak dapat dinyatakan tidak beritikad baik oleh mediator dalam hal yang bersangkutan :
  • tidak hadir dalam mediasi tanpa alasan yang jelas setelah dipanggil dua kali berturut-turut secara patut.
  • mengakhiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya tanpa alasan yang jelas, meskipun telah dipanggil dua kali berturut-turut secara patut.
  • ketidak-hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan yang sah.
  • menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain. Resume perkara adalah dokumen yang dibuat oleh para pihak yang memuat duduk perkara perkara dan usulan perdamaian. 
  • tidak menanda-tangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan yang sah. Kesepakatan perdamaian adalah kesepakatan hasil mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian yang ditanda-tangani oleh para pihak dan mediator.

Akibat Hukum Bagi Pihak Tidak Beritikad Baik. Dalam hal salah satu pihak ternyata terbukti tidak beritikad baik dalam mediasi, maka pihak yang bersangkutan akan menanggung konsekuensi sebagai berikut :

* Pihak Penggugat.
Apabila pihak penggugat terbukti tidak beritikad baik dalam proses mediasi, maka akan berakibat : 
  • gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim pemeriksa perkara.
  • penggugat dikenai kewajiban pembayaran biaya mediasi. Biaya mediasi adalah biaya dalam proses mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi biaya pemanggilan para pihak, biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses mediasi.

* Pihak Tergugat.
Apabila pihak tergugat terbukti tidak beritikad baik dalam proses mediasi, maka tergugat akan dikenai kewajiban pembayaran biaya mediasi.

* Para Pihak.
Dalam hal kedua belah pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak beritikad baik oleh mediator, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim pemeriksa perkara tanpa penghukuman biaya mediasi. 

Tahap Mediasi. Tahapan prosedur mediasi yang harus dijalani oleh para pihak yang bersengketa adalah sebagai berikut :


1. Tahap Pra Mediasi.
  • Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para pihak, hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk menenmpuh mediasi.
  • Hakim pemeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang meliputi pengetian dan manfaat mediasi, akibat hukum jika tidak beritikad baik dalam mengikuti mediasi, pembebanan biaya, dan menindaklanjuti hasil mediasi.
  • Hakim pemeriksa perkara menyerahkan formulir tentang pernyataan para pihak telah menerima penjelasan sebagaimana yang dimaksud di atas.
  • Pemilihan mediator, dan setelah adanya surat penetapan penunjukan mediator dari Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara, mediator akan menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi pertama.
  • Jika sudah terjadi kesepakatan dalam menyusun jadwal mediasi, mediator menulisnya dalam formulir jadwal mediasi.

2. Tahap Mediasi.
  • Mediator akan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian. Penyampaian tersebut dapat dilakukan oleh para pihak secara lisan maupun secara tertulis dengan menggunakan lembar resume perkara.
  • Mediator akan mengintervensi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala perioritas.
  • Mediator memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak, mencari berbagai pilihan penyelesaian yang baik bagi para pihak, dan bekerja sama mencapai penyelesaian.
  • Jika tercapai kesepakatan, maka mediator berkewajiban membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian.

3. Tahap Akhir Mediasi.
  • Mediator menyampaikan laporan hasil mediasinya kepada hakim pemeriksa perkara, baik itu berupa laporan keberhasilan jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan atau laporan tidak dapat dilaksanakannya mediasi karena terdapat pihak yang tidak beritikad baik.

Kesepakatan Sebagian Dalam Mediasi. Ketentuan mengenai kesepakatan sebagian ini merupakan hal baru dalam mediasi yang diatur dalam PERMA Nomor : 1 Tahun 2016. Kesepakatan sebagian meliputi :

1. Kesepakatan Sebagian Pihak yang Bersengketa
Maksud dari kesepakatan sebagian pihak yang bersengketa adalah kesepakatan antara sebagian pihak, baik penggugat ataupun tergugat yang berperkara dalam mediasi. Dalam hal proses mediasi mencapai kesepakatan antara penggugat dan sebagian pihak tergugat, maka :
  • penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. 
  • terhadap para pihak (tergugat) yang tidak mencapai kesepakatan  damai tersebut, penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap pihak tersebut.
Pengajuan gugatan kembali (secara terpisah) sebagaimana disebut di atas, didasarkan pada pemikiran bahwa apabila gugatan diteruskan, maka posita dan petitum gugatan sudah berubah sedemikian rupa terhadap tergugat yang tidak mencapai kesepakatan damai tersebut.  Dalam hal tercapainya kesepakatan sebagian dalam mediasi, penggugat tidak dapat merubah gugatan, hal tersebut dikarenakan adanya ketentuan Pasal 127 Rv, yang pada intinya menyatakan perubahan gugatan hanya bisa dilakukan  terhadap tuntutan tanpa mengubah atau menambah pokok gugatan. Selain itu, perubahan gugatan juga mengharuskan adanya persetujuan tergugat.
Sebaliknya terhadap pihak tergugat yang telah mencapai kesepakatan damai dengan penggugat, maka perkaranya diteruskan dengan membuat kesepakatan perdamaian yang dapat dikuatkan dengan akta perdamaian. Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian.

2. Kesepakatan Sebagian Obyek Perkara atau Tuntutan Hukum
Maksud dari kesepakatan sebagian obyek perkara atau tuntutan hukum adalah kesepakatan antara para pihak terhadap sebagian obyek perkara atau tuntutan hukum. Dengan adanya sebagian obyek perkara atau tuntutan hukum yang telah disepakti oleh para pihak di dalam mediasi, maka pada saat pemeriksaan di pengadilan, hanya dilanjutkan pemeriksaan terhadap obyek perkara atau tuntutan hukum yang tidak mencapai kesepakatan  di tahapan mediasi.

Perbedaan Proses Mediasi antara PERMA Nomor : 1 Tahun 2016 dengan PERMA Nomor : 1 Tahun 2008. Dengan diberlakukannya PERMA Nomor : 1 Tahun 2016, maka ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor : 1 Tahun 2008 tentang Mediasi tidak berlaku. Terdapat beberapa hal yang membedakan proses mediasi dari dua aturan tersebut, diantaranya :
  • batas waktu mediasi, yang tadinya 40 hari menjadi lebih singkat yaitu 30 hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi.
  • adanya kewajiban dari para pihak untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kecuali ada alasan sah seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir pada saat mediasi dilaksanakan berdasarkan surat keterangan dokter, di bawah pengampuan, dan lain sebagainya.
  • diaturnya ketentuan tentang itikad baik dalam proses mediasi.
  • diaturnya ketentuan tentang kesepakatan sebagian, baik kesepakatan sebagian pihak yang  bersengketa maupun kesepakatan sebagian obyek perkara atau tuntutan hukum.

Semoga bermanfaat.