Apakah tujuan pemidanaan yang dijatuhkan kepada seorang yang melakukan tindak pidana, untuk memberikan pembalasan atas perbuatan yang dilakukannya yang telah merugikan kepentingan orang lain atau kepentingan umum ? Jawaban dari pertanyaan tersebut tentunya tidak. Pemidanaan seseorang seharusnya tidak semata-mata untuk memberikan pembalasan atau apa yang telah ia perbuat, sehingga menimbulkan kerugian buat kepentingan orang lain atau kepentingan umum.
Penjatuhan hukuman terhadap seorang penjahat, tidak semata-mata sebagai pembalasan, tetapi lebih untuk memberikan efek jera. Dalam hukuman tersebut juga semestinya ada pembinaan yang dilakukan terhadap pelaku tindak kejahatan, sehingga ia dikemudian hari tidak melakukan lagi suatu kejahatan apapun. Hukuman yang dijatuhkanpun harus benar-benar sesuai dengan kejahatan yang telah ia lakukan, harus memenuhi asas keadilan, serta memperhatikan hak-hak terpidana, meskipun ia telah terbukti bersalah melakukan tindak kejahatan tersebut.
Tujuan dari pemidanaan dalam hukum pidana telah mengalami banyak perkembangan. Hal tersebut kemudian banyak memunculkan teori hukum pidana, yang menitik-beratkan pada unsur pemidanaan. Pada prinsipnya teori-teori tersebut terbagi menjadi :
1. Teori Pembalasan (Teori Mutlak/Absolut).
gambar : negarahukum.com |
Tujuan dari pemidanaan dalam hukum pidana telah mengalami banyak perkembangan. Hal tersebut kemudian banyak memunculkan teori hukum pidana, yang menitik-beratkan pada unsur pemidanaan. Pada prinsipnya teori-teori tersebut terbagi menjadi :
1. Teori Pembalasan (Teori Mutlak/Absolut).
Teori ini merupakan teori tertua (klasik) dan banyak dianut oleh ahli-ahli filsafat pada akhir abad ke-18, diantaranya :
- Immanuel Kant, ahli filsafat ini berpendapat, bahwa dasar hukum dari hukuman harus dicari pada kejahatan itu sendiri, sebab kejahatan itu menimbulkan penderitaan pada orang lain. Sedang hukuman itu merupakan tuntutan mutlak dari hukum dan kesusilaan. Ajaran dari Immanuel Kant ini dikanal dengan pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dari etika.
- Hegel, mengajarkan, bahwa hukum itu adalah suatu kenyataan keadilan. Berhubungan dengan itu maka kejahatan sebagai suatu tidak keadilan merupakan tantangan terhadap hukum. Oleh karena itu suatu tidak keadilan harus dilenyapkan dan cara melenyapkannya juga harus dengan suatu tidak keadilan, yaitu dengan memberikan suatu penderitaan kepada orang yang menimbulkan perasaan itu, agar masyarakat dapat merasa puas. Ajaran dari Hegel ini dikenal dengan pembalasan dialektis.
- Herbaart, mengajarkan, bahwa kejahatan itu menimbulkan rasa tidak puas pada orang lain. Maka untuk melenyapkan perasaan tadi harus diberi hukuman pada orang yang menimbulkan perasaan itu, agar masyarakat dapat merasa puas. Ajaran dari Herbert ini dikenal dengan pembalasan demi kepuasan atau keindahan.
- Stahl, mengajarkan, bahwa hukuman itu adalah ciptaan atau yang diciptakan Tuhan. Ajaran dari Stahl ini dikenal dengan pembalasan sesuai dengan ajaran Tuhan.
2. Teori Tujuan (Teori Relatif).
Teori ini membenarkan pemidanaan berdasarkan atau tergantung pada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Menurut ajaran teori ini, yang dianggap sebagai dasar hukuman bukanlah pembalasan tetapi tujuan hukuman. Perbedaan teori tujuan dengan teori pembalasan adalah :
- Teori Tujuan : menyandarkan hukuman itu pada maksud dan tujuan hukuman, artinya teori ini mencari manfaat dari hukuman.
- Teori Pembalasan : Menyandarkan hukuman adalam suatu pembalasan (balas dendam).
Dalam ajaran teori tujuan ini terdapat beberapa paham, yaitu :
a. Tujuan hukuman adalah untuk mencegah kejahatan. Yang terbagi lagi berdasarkan maksud dari usaha mencegah kejahatan, yaitu :
- Pencegahan umum (Algemene Preventief)
- Ditujukan terhadap orang yang melakukan kejahatan sendiri atau pencegahan khusus (Speciale Preventief).
b. Cara guna mencapai tujuan pencegahan kejahatan :
- Mencegah kejahatan dengan jalan menakut-nakuti, yang ditujukan terhadap umum (Algemene Preventief).
- Mencegah kejahatan dengan jalan memperbaiki penjahatnya agar ia tidak mengulangi perbuatannya lagi (Speciale Preventief).
Bagaimana cara mencapai tujuan pencegahan kejahatan tersebut, terbagi menjadi tiga paham, yaitu :
- Yang mencari tujuan hukuman di dalam ancaman hukuman. Menurut aliran ini, tujuan memberikan ancaman hukuman ialah hendak menghindarkan masyarakat dari perbuatan yang jahat. Tokoh dari ajaran ini adalah Anselm von Feuerbach, yang ajarannya terkenal dengan sebagai Psychologische Dwang. Menurut ajaran ini, ancaman hukuman akan menghindarkan seseorang dari perbuatan yang jahat.
- Yang mencari hukuman tidak saja dalam ancaman hukuman, tetapi juga dalam menjatuhkan hukuman dan pelaksanaan hukuman. Penganut ajaran ini juga menghendaki agar penjatuhan hukuman dan pelaksanaan hukuman itu dilaksanakan di tempat umum, dengan mana dimaksudkan agar orang lain tidak melakukan tindak kejahatan.
- Menghendaki agar tujuan hukuman adalah untuk membinasakan orang yang melakukan kejahatan dari pergaulan masyarakat. Penganut ajara ini berpendapat bahwa cara yang demikian ini perlu karena mengingat orang tidak menghiraukan ancaman hukuman sehingga usaha pendidikan atau apapun tidak akan cukup untuk memperbaiki dirinya.
Disamping teori tujuan (relatif) tersebut, dalam perkembangannya muncul suatu teori yang dikenal dengan nama Theori Relatif Modern, menurut ajaran theori relatif modern, bahwa dasar hukuman adalah tujuan untuk menjamin ketertiban umum. Cara menjamin ketertiban hukum, memerlukan peraturan yang mengandung larangan dan keharusan yang berbentuk kaedah (norma-norma). Dengan mengadakan norma-norma itu timbullah kebutuhan negara untuk menentukan bahwa norma-norma tersebut harus ditaati dan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut diancam dengan hukuman. Oleh karena itu perlu diadakan sanksi, sedangkan hukuman itu bersifat siksaan sekedar untuk mencapai ketertiban hukum. Penganut aliran Theori Relatif Modern adalah : Franz von Liszt, Van Hamel, dan D. Simons.
3. Teori Gabungan.
Aliran ini mencakup dasar hukum dari teori pembalasan (mutlak) dan teori tujuan (relatief) menjadi satu. Menurut ajaran ini, dasar hukuman adalah terletak pada kejahatan sendiri yaitu pembalasan atau siksaan (theori pembalasan), akan tetapi juga diakuinya dasar-dasar tujuan dari hukuman (teori tujuan). Penganut ajaran ini adalah Binding.
Menurut Theori Gabungan :
- Hukuman dipakai sebagai cara untuk mencegah kejahatan, yaitu baik yang dimaksudkan menakut-nakuti umum, maupun yang ditujukan terhadap mereka yang bersalah yang melakukan kejahatan terhadap siapa dijatuhkan hukuman berat.
- Hukuman yang berat itu dirasa tidak memenuhi rasa perikeadilan, apabila ternyata kejahatannya ringan.
- Kesadaran hukum dari masyarakat membutuhkan kepuasan, oleh karena itu hukuman tidak dapat semat-mata didasarkan pada tujuan untuk mencegah kejahatan atau membinasakan si penjahat, tetapi juga penjahatnya diberi kepuasan.
Maksud dari teori gabungan ini, bahwa dalam penjatuhan hukuman tidak hanya mempertimbangkan masa lalu saja, tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa yang akan datang. Sehingga menurut teori gabungan ini, penjatuhan suatu hukuman harus memberikan rasa kepuasan, baik bagi hakim maupun kepada penjahat itu sendiri di samping juga kepada masyarakat.
Semoga bermanfaat.