Asas Hukum Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dalam hukum pidana dikenal adanya istilah "Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali", yang artinya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. Istilah nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali  tersebut pertama kali dikenalkan oleh Anselm von Feuerbach, seorang sarjana hukum pidana dari Jerman, yang merumuskannya dalam bukunya yang berjudul "Lehrbuch des Peinlichen Recht" pada tahun 1801.

Dalam hukum pidana Indonesia, asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali tersebut terkandung dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), yang berbunyi :
  • Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.

Baca juga :  Penjelasan Umum Asas-Asas Hukum Pidana

Berkaitan dengan asas tersebut, maka dasar yang digunakan dalam menjatuhkan pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah :
  1. Norma yang tidak tertulis, yaitu "tidak dipidana jika tidak ada kesalahan". Dasar ini mengenai pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya. Atau dengan kata lain,  hal tersebut mengenai responsibility atau criminal liability.
  2. Asas legalitas (Principle of legality), yaitu asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan perbuatan pidananya sendiri (criminal act). Asas inilah yang dalam bahasa latin dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.

Baca juga : Asas-Asas Yang Terkandung Dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Anselm von Feuerbach mengemukakan ajarannya tersebut berhubungan dengan teorinya yang dikenal dengan nama teori "vom psychologischen zwang", yaitu :
  • menganjurkan agar dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dituliskan dengan jelas, tetapi juga tentang macamnya pidana yang diancamkan. 

Dengan cara demikian, maka orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut, terlebih dahulu telah mengetahui pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya jika nanti perbuatan itu dilakukannya. Pendirian Anselm von Feuerbach mengenai pidana adalah pendirian yang tergolong absolut atau mutlak, sama halnya dengan teori pembalasan (retribution).
Asas legalitas tersebut mengandung tiga pengertian, yaitu :
  1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Artinya bahwa harus ada aturan undang-undang (aturan hukum) yang tertulis terlebih dahulu, sebagaimana tercantum dalam pasal 1 KUH Pidana.
  2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas). Perbuatan pidana haruslah nyata. Ada perbedaan pandangan dari para ahli hukum pidana mengenai pengertian analogi dan penafsiran, sebagian dari mereka mengatakan antara analogi dan penafsiran adalah sama, sementara sebagian para ahli hukum yang lain menyatakan bahwa suatu perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi tetapi boleh diadakan penafsiran terhadap suatu perbuatan, apakah tergolong tindak pidan atau tidak.
  3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut. Bahwa suatu perbuatan dikatakan perbuatan pidana dikarenakan adanya aturan-aturan yang mengatur tentang hal tersebut.
Kalimat "kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan" yang tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana tersebut, mengandung pengertian bahwa :
  • pemidanaan harus berdasarkan undang-undang, yaitu undang-undang dalam arti luas, tidak saja dalam bentuk undang-undang yang dibuat oleh Presiden dan DPR, akan tetapi juga aturan perundang-undangan yang lain, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan lain-lain. 
Oleh karena penguasa dalam melaksanakan tugasnya dalam hal peadilan terikat oleh letentuan perundang-undangan, maka masyarakat akan terhindar dari kesewenang-wenangan dari penguasa. Dengan begitu akan tercipta suatu kepastian hukum bagi setiap masyarakat pencari keadilan. 

Demikian penjelasan berkaitan dengan asas hukum nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.

Semoga bermanfaat.