Sifat Positif Berlakunya Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (Asas Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan Tempat)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Sifat positif berlakunya undang-undang hukum pidana berlaku berdasarkan tempat, berkaitan dengan tempat di mana undang-undang hukum pidana Indonesia berlaku. Berdasarkan hal tersebut ada beberapa asas yang dapat dipakai sebagai pedoman. Asas-asas tersebut yaitu :

abi-asmana.blogspot.com
1. Asas Territorial.
Asas territorial tercantum dalam ketentuan pasal 2 KUH Pidana, yang berbunyi :
  • Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia.

Selanjutnya juga tercantum dalam ketentuan pasal 3 KUH Pidana, yang berbunyi :
  • Ketentuan pidana perundan-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan ait atau pesawat udara Indonesia. (Ketentuan pasal 3 KUH Pidana ini merupakan perubahan dari pasal 3 KUH Pidana yang lama. Perubahan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1976)

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa yang menjadi dasar berlakunya hukum pidana Indonesia adalah tempat di mana perbuatan melanggar hukum itu terjadi, yaitu seluruh wilayah Indonesia, yang meliputi daratan, lautan, udara, dan juga kapal-kapal yang memakai bendera Indonesia (kapal-kapal Indonesia) yang berada di luar perairan Indonesia.  Oleh karena itu, dasar kekuasaan Undang-Undang Pidana ini dinamakan asas daerah atau asas territorial.

Sebagai pengecualian asas territorial, adalah bahwa  Undang-Undang  Pidana  Indonesia  tidak berkuasa terhadap :
  1. Mereka yang mempunyai Hak Ex-territorial, yaitu orang-orang di daerah negara asing tidak dikenakan Undang-Undang Pidana dari negara itu dan oleh karena itu mereka berada di luar kekuasaan hukum negara di mana mereka berada. Hak Ex-territorial tercantum dalam pasal 9 KUH Pidana.
  2. Hak Immuniteit-Parlementair (Hak Kekebalan). Para anggota MPR dan DPR serta para menteri juga tidak dikenakan hukuman (pidana) untuk segala apa yang dikatakannya (dan tulisan-tulisan mereka) di dalam gedung Parlemen. Mereka ini mempunyai Hak Immuniteit-Parlementair. Hak ini tidak diatur dalam KUH Pidana, tetapi diatur dalam Hukum Tata Negara (Tap. MPR No.I/MPR/1983 dan Undang-Undang No.13 Tahun 1970)

2. Asas Nasional Aktif.
Pasal 5 ayat (1) KUH pidana, berbunyi : Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan :
  1. salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
  2. salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, diancam dengan pidana.

Ketentuan pasal tersebut, menyatakan bahwa Undang-Undang Pidana Indonesia berlaku juga terhadap warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Yang menjadi dasar adalah orang (kebangsaan) yang melakukan kejahatan itu. Untuk dapat menuntut warga negara kita di luar negeri maka diperlukan dulu "penyerahannya" oleh negara asing yang bersangkutan kepada negara Indonesia. Oleh karena itu asas ini dinamakan asas personaloteit atau asas Nasional aktif.  

3. Asas Nasional Pasif.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 sub (1) dan (2), pasal 3, pasal 7, dan pasal 8 KUH Pidana merupakan dasar bagi Undang-Undang Pidana Indonesia berkuasa, dan juga mengadakan penuntutan terhadap siapapun juga di luar negara Indonesia, juga terhadap orang asing di luar Indonesia. Dalam hal ini, yang dipentingkan adalah kepentingan hukum suatu negara (keselamatan negara) yang dilanggar oleh seseorang. Oleh karena itu asas ini dinamakan "asas perlindungan atau asas nasional pasif".  

4 Asas Universal (Universaliteit)
Pasal 4 sub (4) berbunyi : Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia melakukan :
  • ke-4 : salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan pasal 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut, dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. 
Ketentuan tersebut memberikan dasar pada Undang-Undang Pidana Indonesia untuk dapat juga diberlakukan terhadap perbuatan-perbuatan jahat yang bersifat merugikan keselamatan Internasional, yang terjadi dalam daerah yang tidak bertuan, misalnya di laut terbuka, dan lain-lain. Dalam hal ini yang dipentingkan adalah keselamatan Internasional maka dinamakan asas universal.

Semoga bermanfaat.