Pengertian Kepastian Hukum Serta Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan Hukum Di Indonesia

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Hukum, menurut Kelsen, adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek 'seharusnya' atau "das sollen",  dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Dalam hukum diperlukan adanya suatu kepastian, karena kepastian pada hakekatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri dan maknanya. Oleh karena hukum tanpa adanya kepastian tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman berperilaku bagi setiap orang.

Ajaran Cita Hukum atau Idee des Recht menyebutkan bahwa terdapat tiga unsur cita hukum dalam penegakan hukum, yaitu :
  • kepastian hukum (rechtmatigheit).
  • keadilan hukum (gerectigheit).
  • kemanfaatan hukum (zweckmatigheit).
Ketiga unsur tersebut berhubungan erat dalam menjadikan hukum, baik dalam artian formil maupun materiil, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, sehingga aturan-aturan tersebut memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian hukum bahwa hukum berfungsi sebagai suatu pengaturan yang harus ditaati.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan kepastian hukum ? Kepastian hukum merupakan kepastian tentang hukum itu sendiri (sicherheit des rechts selbst). Gustav Radbruch berpendapat bahwa terdapat empat hal yang berkaitan dengan makna kepastian hukum, yaitu :
  • hukum itu positif, maksudnya adalah bahwa hukum adalah perundang-undangan (gesetzliches recht).
  • hukum itu didasarkan pada fakta (tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang nantinya akan dilakukan oleh hakim.
  • fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindarkan dari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping juga mudah dijalankan.
  • hukum positif tidak boleh sering diubah-ubah.

Sedangkan menurut pendapat beberapa ahli yang lain, yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah sebagai berikut : 

1. Sudikno Mertokusumo.
Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik 

2. Nurhasan Ismail.
Nurhasan Ismail berpendapat bahwa penciptaan kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan memerlukan beberapa persyaratan yang berkaitan dengan struktur internal dari norma hukum itu sendiri, yaitu :
  • kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum berisi deskripsi mengenai perilaku tententu yang kemudian disatukan ke dalam konsep tertentu.
  • kejelasan hierarki kewenangan dari lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan. Kejelasan hierarki ini penting karena menyangkut sah atau tidaknya, mengikat atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat.
  • adanya konsistensi norma hukum perundang-undangan, maksudnya adalah ketentuan-ketentuan dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu subyek tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

3. Fernando M. Manulang.
Fernando M. Manulang menjelaskan bahwa kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya, sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam memahami nilai kepastian hukum, yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan negara dala mengaktualisasikannya pada hukum positif.

4. Utrecht.
Utrecht menyebutkan kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu :
  • adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
  • keamanan hukum bagi individu dari kesewenang-wenangan pemerintah, karena dengan adanya aturan yang bersifat umum tersebut individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebenkan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

5. Apeldoorn.
Apaldoorn menyebutkan bahwa kepastian hukum mempunyai dua segi, yaitu :
  • kepastian hukum berarti mengenai soal dapat ditentukannya hukum (bepaalbaarheid) dalam hal-hal yang konkrit, yaitu pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum ia memulai perkara.
  • kepastian hukum berarti keamanan hukum, yaitu perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim. 

6. Jan M. Otto.
Jan M. Otto berpendapat bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu dalam masyarakat adalah sebagai berikut :
  • tersedianya aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten, dan mudah diperoleh yang diterbitkan oleh kekuasaan negara.
  • bahwa instansi-instansi pemerintahan menerapkan aturan-atura hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk serta taat kepadanya.
  • bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.
  • bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum.
  • bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

7. Lon Fuller.
Lon Fuller dalam bukunya yang berjudul "The Morality of Law" menyebutkan bahwa terdapat delapan asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak dipenuhi maka hukum akan gagal disebut sebagai hukum. Delapan asas dimaksud akan membuat hukum mempunyai kepastian hukum, yaitu :
  • suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu.
  • peraturan tersebut diumumkan kepada publik.
  • tidak berlaku surut, karena hal tersebut akan merusak integritas sistem.
  • dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.
  • tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.
  • tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan.
  • tidak boleh sering diubah-ubah.
  • harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
Dapat dikatakan bahwa pendapat dari Lon Fuller tersebut menuntut adanya kepastian antara peraturan dan pelaksanaannya. Maksudnya adalah telah memasuki ranah aksi, perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif dijalankan.

Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan Hukum di Indonesia. Dalam peraturan hukum (perundang-undangan) yang berlaku di Indonesia, asas kepastian hukum dapat ditemukan diantaranya dalam :

1. Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam undang-undang tersebut, asas kepastian hukum diartikan sebagai suatu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara. Maksudnya adalah asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negara.

2. Hukum Perdata.
Dalam kaitannya dengan hukum perdata di Indonesia, asas kepastian hukum terwujud dalam asas pacta sunt servanda, yaitu asas yang berhubungan dengan akibat dari suatu perjanjian. Asas pacta sunt servanda menghendaki bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), asas pacta sunt servanda tercermin dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) yang berbunyi : 
  • "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". 

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata biasa disebut dengan istilah asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
  • membuat atau tidak membuat perjanjian.
  • mengadakan perjanjian dengan siapapun.
  • menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
  • menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

3. Hukum Pidana.
Dalam kaitannya dengan hukum pidana di Indonesia, asas kepastian hukum tercermin dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) yang berbunyi : 
  • "suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada."

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana tersebut mengandung arti bahwa :
  • hukum pidana yang berlaku di Indonesia merupakan suatu hukum yang tertulis.
  • undang-undang pidana yang berlaku di Indonesia tidak dapat berlaku surut.
  • penafsiran secara analogis tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan undang-undang pidana.

Dari hal tersebut di atas, maka lahirlah adagium "nullum delictum nulla poena sine lege praevia poenali" atau hanya hukum yang tertulis sajalah yang dapat menentukan apakah suatu norma hukum telah dikaitkan dengan suatu ancaman hukuman menurut hukum pidana atau tidak. Sedangkan asasnya adalah "nullum delictum sine praevia lege poenali", yang artinya adalah tidak dapat dihukum seseorang, apabila tidak ada undang-undang yang mengaturnya. 

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana tersebut dikenal juga sebagai asas legalitas (kepastian hukum). Selain itu, roh yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana tersebut merupakan asas yang bersifat universal, yaitu asas non retroaktif atau sesuatu yang bersifat mutlak. Asas ini mendalilkan tentang adanya kepastian hukum.

Hukum harus berlaku tegas dalam masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan hukum. Dengan demikian, asas kepastian hukum berarti bahwa hukum harus mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multi tafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dapat dilaksanakan, dan mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.

Semoga bermanfaat.