Pengendalian Kualitas : Konsep, Langkah-Langkah, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Pengendalian Mutu

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengendalian kualitas atau “pengendalian mutu” merupakan suatu teknik dan tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas suatu produk barang dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen. Sofyan Assauri, dalam “Manajemen Operasi dan Produksi”, menyebutkan bahwa pengendalian kualitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai.

Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk memastikan bahwa produk barang dan jasa dirancang dan diproduksi untuk memenuhi atau melampaui persyaratan dari konsumen maupun produsen sendiri. Sistem-sistem ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin bisnis atau rekayasa lainnya dengan menggunakan pendekatan lintas fungsional. Standar dan pendekatan yang digunakan untuk pengendalian mutu, misalnya :
  • TQM (Total Quality Management).
  • ISO 9001:2008.

Pertanyaan yang sering muncul adalah “mengapa pengendalian kualitas harus diterapkan dalam proses produksi suatu perusahaan ?” Pengendalian kualitas harus diterapkan dengan alasan :
  • agar produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat memuaskan konsumen di dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
  • menghindarkan atau meminimalisir kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses produksi, sehingga hal tersebut dapat menghemat pemakaian bahan baku dan sumber daya lainnya, serta mengurangi kerusakan atau kecacatan produk-produk yang dihasilkan.


Konsep Pengendalian Kualitas. Terdapat beberapa konsep yang dapat diterapkan dalam pengendalian kualitas. Rudy Prihantoro, dalam “Konsep Pengendalian Mutu”, menyebutkan bahwa beberapa konsep yang dapat diterapkan dalam pengendalian kualitas adalah sebagai berikut :

1. Market-In (Customer Oriented Action).
Konsep “market-in” dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • perilaku yang berorientasi pada empati (menempatkan diri pada tempatnya).
  • sediakan produk atau jasa yang sekiranya dapat diterima konsumen dan layak bagi konsumen.
  • konsumen bukan Tuhan, tetapi raja atau ratu.

2. Quality First (Customer Full Satisfaction).
Konsep “quality first” dijabarkan sebagai berikut :
  • mutu jasa atau produk merupakan prioritas tertinggi dalam manajemen bisnis memiliki dominasi lebih tinggi daripada peningkatan penjualan, pengurangan biaya, peningkatan produktivitas, dan perolehan pasar.
  • mutu merupakan perpaduan bukan hanya dari mutu jasa atau produk namun juga harga, biaya, waktu, keselamatan, modal pekerja dan output setiap karyawan dalam pekerjaan rutin.

3. Vital-Few (Oriented Action - Brain, Time & Fond Constrain).
Konsep “vital-few” dijabarkan sebagai berikut :
  • manusia hanya memiliki satu otak dan tidak ada ruang otak yang tersedia untuk lebih dari satu konsentrasi pada saat yang sama, terkecuali genius.
  • identifikasi dan pisahkan apa isu atau item yang cukup pantas untuk mendapat perhatian pada saat kini dengan keterbatasan akan kerja pikiran, waktu, dan dana yang ada.

4. Fact and Data Appereciation (Scientific Approach).
Konsep “fact and data appereciation” dijabarkan sebagai berikut :
  • kegagalan atau kesalahan mungkin saja terjadi, maka dari itu harus dilakukan pengawasan yang tepat dengan membuat indikator kegagalan apa yang terjadi.
  • jika terjadi kegagalan, periksa bukti (kegagalan, cacat, klaim atau keluhan), kemudian ambil tindakan dengan sadar data yang ada.

5. Process Control (Prevention Plan & Implementation).
Pengendalian proses berarti jika setiap pekerja pada setiap tingkatan dari setiap organisasi melakukan pekerjaan dengan benar pada pertamakali dan setiap saat sesuai dengan spesifikasi Standard Operational Procedure (SOP), gambar spesifikasi dan proses standar dengan metodologi “self-checking” atau “self controlling”.

6. Dispersion Control.
Pengendalian mutu tidak memiliki arti apabila tidak mengendalikan penyebaran yang terjadi pada beberapa kasus seperti manusia, mesin, material, metode, dan lingkungan.

7. Next Down-Stream Shop are Customer.
Konsumen adalah raja atau ratu. Namun demikian terkecuali orangorang sales atau marketing, banyak karyawan tidak memiliki kontak secara langsung dengan konsumen di mana konsep ini menjadi agak tidak mungkin untuk dimengerti dan diikuti oleh orang-orang di “inprocess”.

8. Upper Stream Control.
Bagian pemasaran disituasikan pada mutu produk atau jasa, namun demikian tanggung jawab itu tidak hanya dipikul oleh mereka, tetapi juga oleh bagian desain dan perencanaan.

9. Recurrent Preventive Action (Repetitive Failure is Shame).
Pada proses berikut ini adalah alir yang harus diikuti oleh setiap karyawan di mana pada saat ditemukan sesuatu yang salah pada tahapan pemeriksaan.

10. Respect Employees as Human Being (Employees are Precious Asset).
Untuk menangani dan memperlakukan karyawan sebagai manusia dewasa maka perlakuan manajemen puncak.

11. Top Management Commitment (Employees Full Participation).
Manajemen puncak perlu mengumumkan secara pasti mengapa Pengendalian Mutu Terpadu (Total Quality Control) adalah sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan.


Langkah-Langkah Pengendalian Kualitas. Standarisasi sangat diperlukan sebagai tindakan pencegahan munculnya masalah kualitas dalam produksi barang dan jasa. Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terus-menerus dan berkesinambungan. W. Edwards Deming, dalam “Guide to Quality Control”, menjelaskan bahwa proses pengendalian kualitas dapat dilakukan melalui Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action) atau dikenal sebagai “Siklus Deming (Deming Cycle)”, yaitu sebagai berikut :

1. Plan (Mengembangkan Rencana).
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar kualitas yang baik, memberi pengertian kepada bawahan akan pentingnya kualitas produk, pengendalian kualitas dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

2. Do (Melaksanakan Rencana).
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat tercapai.

3. Check (Memeriksa/Meneliti Hasil yang Dicapai).
Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Membandingkan kualitas hasil produksi dengan standar yang telah ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data kegagalan dan kemudian ditelaah penyebab kegagalannya.

4. Action (Melakukan Tindakan Penyesuaian Bila Diperlukan).
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis di atas. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru guna menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.

Siklus PDCA atau “Siklus Daming” tersebut digunakan untuk mengetes dan mengimplementasikan perubahan-perubahan untuk memperbaiki kinerja produk, proses atau suatu sistem di masa yang akan datang.

Sedangkan GKM (Gugus Kendali Mutu), menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas perlu perbaikan berkesinambungan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Memahami kebutuhan peningkatan kualitas.
Langkah awal dalam peningkatan kualitas adalah bahwa manajemen harus secara jelas memahami kebutuhan untuk peningkatan kualitas. Manajemen harus secara sadar memiliki alasan-alasan untuk peningkatan kualitas dikarenakan peningkatan kualitas merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar. Tanpa memahami kebutuhan untuk peningkatan kualitas, peningkatan kualitas tidak akan pernah efektif dan berhasil. Peningkatan kualitas dapat dimulai dari mengidentifikasi masalah kualitas yang terjadi atau kesempatan peningkatan apa yang mungkin dapat dilakukan. Identifikasi masalah dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dengan menggunakan alat-alat bantu dalam peningkatan kualitas seperti : check sheet atau diagram Pareto.

2. Menyatakan masalah kualitas yang ada.
Masalah-masalah utama yang telah dipilih dalam langkah pertama perlu dinyatakan dalam suatu pernyataan yang spesifik. Apabila berkaitan dengan masalah kualitas, masalah itu harus dirumuskan dalam bentuk informasi-informasi spesifik yang jelas, tegas, dan dapat diukur serta diharapkan dapat dihindari pernyataan masalah yang tidak jelas dan tidak dapat diukur.

3. Mengevaluasi penyebab utama.
Penyebab utama dapat dievaluasi menggunakan diagram sebab akibat. Dari berbagai faktor penyebab yang ada, kita dapat mengurutkan penyebab-penyebab dengan menggunakan diagram pareto berdasarkan dampak dari penyebab terhadap kinerja produk, proses, atau sistem manajemen mutu secara keseluruhan.

4. Merencanakan solusi atas masalah.
Diharapkan rencana penyelesaian masalah berfokus pada tindakan-tindakan untuk menghilangkan akar penyebab dari masalah yang ada. Rencana peningkatan untuk menghilangkan akar penyebab masalah yang ada diisi dalam suatu formulir daftar rencana tindakan.

5. Melaksanakan perbaikan.
Implementasi rencana solusi terhadap masalah mengikuti daftar rencana tindakan pengendalian kualitas. Dalam tahap pelaksanaan ini sangat dibutuhkan komitmen manajemen dan karyawan serta partisipasi total untuk secara bersama-sama menghilangkan akar penyebab dari masalah kualitas yang telah teridentifikasi.

6. Meneliti hasil perbaikan.
Setelah melaksanakan peningkatan kualitas perlu dilakukan studi dan evaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan selama tahap pelaksanaan untuk mengetahui apakah masalah yang ada telah hilang atau berkurang. Analisis terhadap hasil-hasil temuan selama tahap pelaksanaan dan memberikan tambahan informasi bagi pembuat keputusan dan perencanaan peningkatan berikutnya.

7. Menstandarisasikan solusi terhadap masalah.
Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan pengendalian kualitas harus distandarisasi dan selanjutnya melakukan peningkatan terus menerus pada jenis masalah yang lain. Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali.

8. Memecahkan masalah selanjutnya.
Setelah selesai masalah pertama selanjutnya beralih membahas masalah selanjutnya yang belum terpecahkan (jika ada).


Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Kualitas. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian kualitas. Secara umum, faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian kualitas adalah :
  • keterampilan dan keahlian dari manusia yang menangani proses produksi.
  • bahan baku yang digunakan dalam produksi.
  • jenis mesin dan elemen-elemen mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Sofyan Assauri menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian kualitas adalah :

1. Kemampuan proses.
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.

2. Spesifikasi yang berlaku.
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.

3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima.
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada di bawah standar yang dapat diterima.

4. Biaya kualitas.
Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas. Apabila ingin menghasilkan produk yang berkualitas tinggi makan dibutuhkan biaya kualitas yang relatif lebih besar.

Biaya kualitas meliputi :
  • biaya pencegahan (prevention cost), merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan produk yang dihasilkan.
  • biaya deteksi atau penilaian (detection/appraisal cost), merupakan biaya yang timbul untuk menentukan apakah produk atau jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas sehingga dapat menghindari kesalahan dan kerusakan sepanjang proses produksi.
  • biaya kegagalan internal (inrernal failure cost), merupakan biaya yang terjadi karena adanya ketidak-sesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang dan jasa tersebut dikirim ke pihak luar (pelanggan atau konsumen).
  • biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost), merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan kepada para pelanggan atau konsumen.


Demikian penjelasan berkaitan dengan konsep dan langkah-langkah pengendalian kualitas, serta faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas.

Semoga bermanfaat.