Kompetensi Atau Kewenangan Pengadilan : Pengertian Dan Jenis Kompetensi Atau Kewenangan Pengadilan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Kompetensi Pengadilan. Memahami kompetensi dari suatu pengadilan, sangat penting bagi para penegak hukum. Hal tersebut dikarenakan kompetensi suatu pengadilan berkaitan dengan kewenangan suatu pengadilan dalam mengadili suatu perkara, baik berdasarkan jenis perkaranya maupun berdasarkan wilayah atau yurisdiksinya.

Secara umum, kompetensi pengadilan atau kewenangan pengadilan dapat diartikan sebagai kekuasaan dari suatu badan peradilan (pengadilan) untuk mengadili atau memeriksa suatu perkara. Kompetensi pengadilan merupakan kewenangan mengadili suatu pengadilan, dalam arti bahwa suatu pengadilan baru dapat memutus suatu perkara apabila sesuai dengan kompetensinya atau kewenangannya.

Berdasarkan hal tersebut, pihak yang berperkara atau kuasanya atau penegak hukum harus benar-benar memperhatikan aspek kompetensi dalam mengajukan gugatan ke pengadilan. Hal ini disebabkan, apabila para pihak atau kuasanya atau penegak hukum mengajukan perkara ke pengadilan, sedangkan pengadilan tersebut tidak memiliki kompentensi atau kewenangan untuk mengadili perkara yang diajukannya tersebut, maka perkara yang diajukan akan dinyatakan “tidak dapat diterima” oleh pengadilan.


Jenis Kompetensi Pengadilan. Dalam hukum acara dikenal dua jenis kompetensi atau kewenangan pengadilan, yaitu :

1. Kompetensi Absolut.
Kompetensi absolut atau kewenangan absolut atau disebut juga dengan “atributie van rechtspraak” merupakan kewenangan pengadilan dalam mengadili suatu perkara berdasarkan jenis perkaranya. Kompentesi absolut juga berarti kewenangan pengadilan dalam mengadili suatu perkara atau sengketa yang didasarkan pada “objek atau menteri pokok perkaranya”. Kompetensi absolut untuk menjawab pertanyaan, pengadilan macam apa (dalam pengertian lingkungan peradilannya dan jenjangnya) yang berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara tertentu ?

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa kompetensi absolut adalah suatu kewenangan dari badan peradilan (pengadilan) dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara absolut atau mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain baik dalam lingkungan peradilan yang sama (pengadilan negeri dengan pengadilan tinggi, yang sama-sama dalam lingkungan peradilan umum) maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda (pengadilan negeri yang berada dalam lingkungan peradilan umum, dengan pengadilan agama yang berada dalam lingkungan peradilan agama).

Tiap peradilan di bawah Mahkamah Agung, secara umum mempunyai kompetensi absolutnya sendiri sendiri. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor : 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa :

(1) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
(2) Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


2. Kompetensi Relatif.
Kompetensi relatif atau kewenangan relatif (kewenangan nisbi) atau disebut juga dengan “distributie van rechtspraak” merupakan kewenangan pengadilan dalam mengadili suatu perkara berdasarkan wilayah atau yurisdiksinya. Kompetensi relatif juga berarti kewenangan suatu pengadilan untuk mengadili suatu perkara didasarkan pada tempat atau lokasi atau domisili para pihak yang bersengketa atau didasarkan pada di mana objek yang disengketakan berada. Dengan kata lain, kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukum (yurisdiksi) yang dimilikinya.

Kompetensi relatif berkaitan dengan pembagian kewenangan mengadili antar pengadilan sejenis berdasarkan yurisdiksi wilayahnya. Maksudnya adalah suatu pengadilan hanya berwenang mengadili perkara yang subjek atau objek-nya berada pada wilayah pengadilan yang bersangkutan. Dalam hukum acara, kompetensi relatif menjawab pertanyaaan, ke pengadilan negeri mana gugatan harus diajukan ?

Dalam hukum acara perdata, kompetensi relatif diatur dalam ketentuan Pasal 142 RBg atau Pasal 118 HIR, yaitu :
  • gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat. Atau, jika tidak diketahui tempat tinggalnya, gugatan dapat diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman senyatanya dari tergugat (asas actor sequitur forum rei).
  • apabila tergugat lebih dari satu, yang tempat tinggalnya tidak terletak dalam wilayah satu pengadilan negeri, gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi salah satu tempat tinggal tergugat, yang dipilih penggugat. Apabila para tergugat berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya , maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal yang berhutang pokok (debitur).
  • jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui demikian juga tempat kediaman senyatanya tidak diketahui, atau tergugat tidak dikenal, gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat atau salah satu penggugat.
  • apabila telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal yang dipilih tersebut.
  • dalam hal gugatannya mengenai barang tetap, gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak barang tetap tersebut. Jika barang tetap itu terletak di dalam wilayah beberapa pengadilan negeri, gugatan diajukan ke salah satu pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak barang tetap itu.


Menurut Sjachran Basah, dalam “Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia”, menyebutkan bahwa kompetensi atau kewenangan peradilan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Atribusi.
Atribusi berkaitan dengan pemberian wewenang yang bersifat bulat (absolut) mengenai materinya. Atribusi dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut :
  • secara horizontal, merupakan wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu jenis pengadilan lainnya, yang mempunyai kedudukan sederajat. Misalnya : pengadilan administrasi terhadap pengadilan negeri (umum), pengadilan agama atau pengadilan militer.
  • secara vertikal, merupakan wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu jenis pengadilan terhadap pengadilan lainnya, yang secara berjenjang atau hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi. Misalnya : pengadilan negeri (umum) terhadap pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

2. Distribusi.
Distribusi berkaitan dengan pemberian wewenang, yang bersifat terperinci (relatif) di antara badan - badan yang sejenis mengenai wilayah hukum. Misalnya : pengadilan negeri Semarang dengan pengadilan negeri Yogyakarta, Surakarta, dan lain sebagainya.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kompetensi dan jenis (kompetensi absolut dan kompetensi relatif) badan peradilan (pengadilan).

Semoga bermanfaat.