Ganti Rugi Dalam Perkara Pidana : Pengertian, Bentuk, Sistem Dan Pembayaran Ganti Rugi, Serta Manfaat Dan Tujuan Ganti Rugi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Ganti Rugi. Ganti rugi disebut juga dengan ganti kerugian. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa yang dimaksud dengan :

ganti kerugian adalah hak seseorang mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang, karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, terdapat beberapa hal berkaitan dengan tuntutan ganti kerugian, yaitu :
  1. Ganti kerugian merupakan hak tersangka atau terdakwa,
  2. Hak itu berupa pemenuhan berupa “imbalan sejumlah uang”.
  3. Hak atas imbalan sejumlah uang tersebut diberikan kepada tersangka atau terdakwa, dikarenakan terhadapnya dilakukan penangkapan, penahanan, penuntutan atau peradilan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan.

Perihal ganti rugi tersebut diatur dan ditetapkan dalam Bab X, Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP, dan lebih khusus lagi diatur dalam Bab XII tentang Ganti Rugi, yaitu Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP.


Pihak yang Terlibat Dalam Ganti Rugi. Terjadinya tuntutan ganti rugi dikarenakan adanya suatu tindakan yang menyebabkan munculnya suatu kerugian. Terdapat dua pihak dalam ganti rugi, yaitu :
  • pihak yang menderita kerugian, merupakan pihak yang dinyatakan sebagai yang berhak atas ganti rugi.
  • pihak yang menimbulkan kerugian, merupakan pihak  yang berkewajiban untuk memberikan ganti rugi.


Bentuk Ganti Rugi. Ganti kerugian yang diatur dalam KUHAP adalah penggantian atas kerugian materiil. M. Hanafi Asmawie, SH, dalam "Ganti Rugi dan Rehabilitasi Menurut KUHAP", menyebutkan bahwa ganti rugi yang berkaitan dengan kerugiaan-kerugian yang terjadi, dapat dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu :

1. Ganti rugi yang dituntut tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya.
Merupakan bentuk ganti rugi yang diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya. Ganti rugi yang demikian diatur dalam ketentuan Pasal 95 ayat (1) dan (2), yang menyebutkan :

(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

Ganti rugi dimaksud berupa pemberian sejumlah uang.

2. Ganti rugi atas permintaan orang lain.
Merupakan bentuk ganti rugi yang diajukan oleh saksi korban dan pihak lainnya yang mengalami kerugian akibat haknya dilanggar oleh penyidik secara melawan hukum.

3. Kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan secara tidak sah menurut hukum.

4. Kerugian akibat selisih penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.


Sistem Ganti Rugi. Terdapat beberapa sistem ganti rugi. Erni Widhayanti, SH, dalam "Hak-Hak Tersangka atau Terdakwa di dalam KUHAP", menyebutkan bahwa sebagaimana yang diuraikan dalam “Compensation of the Victims of Crimes” yang merupakan hasil suatu survey, disimpulkan adanya lima sistem ganti kerugian, yaitu sebagai berikut :
  1. ganti kerugian tersebut dipandang bersifat perdata dan diberikan pada prosedur perdata.
  2. ganti kerugian bersifat perdata tetapi diberikan pada prosedur pidana.
  3. ganti kerugian yang sifatnya perdata tetapi terjalin dengan sifat pidana.
  4. ganti kerugian yang sifatnya perdata dan diberikan pada prosedur pidana tetapi pembayaran menjadi tanggung jawab negara.
  5. ganti kerugian yang sifatnya netral dan diberikan dengan prosedur khusus pula.

Dalam KUHAP digunakan sistem ganti rugi yang diberlakukan adalah sebagaimana dalam butir 2, yaitu gugatan ganti rugi dari korban yang sifatnya perdata digabungkan pada perkara pidananya, dan ganti rugi tersebut dipertanggung-jawabkan kepada pelaku tindak pidana. Ganti rugi tersebut dapat dimintakan terhadap semua macam perkara yang dapat menimbulkan kerugian materiil bagi korban. Sedangkan kerugian yang bersifat immateriil tidak dapat dimintakan ganti kerugian lewat prosedur ini.

Dr. Haeranah, SH, MH, dalam "Ganti Kerugian Bagi Tersangka, Terdakwa, Terpidana dalam Persepektif Hak Asasi Manusia dan Tanggungjawab Negara", menyebutkan bahwa perkara tuntutan ganti kerugian merupakan hak keperdataan yang dilanggar dalam rangka melaksanakan hukum acara pidana oleh pejabat negara dalam hal ini penyidik, penuntut umum dan hakim, namun di dalam KUHAP memungkinkan perkara ganti kerugian diperiksa oleh pengadilan pidana, yang meliputi :
  • Ganti kerugian menurut Pasal 77 KUHAP jo Pasal 95 ayat (2) KUHAP.
  • Ganti kerugian menurut Pasal 81 KUHAP akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  • Ganti kerugian karena adanya benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian (Pasal 82 ayat (1) KUHAP ).
  • Ganti kerugian karena tindakan lain, yaitu kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidah sah menurut hukum;
  • Ganti kerugian kepada korban dalam penggabungan gugatan dengan perkara pidana (Pasal 98 ayat (1) KUHAP).
  • Ganti kerugian karena telah terjadi selisih mengenai lamanya penahanan melebihi lamanya pidana perampasan kemerdekaan badan yang dijatuhkan, diperiksa dengan acara praperadilan (Penjelasan Pasal 95 ayat (1) KUHAP).
  • Ganti rugi berdasarkan Pasal 95 ayat (5) KUHAP diadili dengan mengikuti acara praperadilan atas hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP.


Pembayaran Ganti Rugi. Ganti rugi dibayarkan melalui tahapan sebagai berikut :
  • Setelah ada putusan atau penetapan hakim, dapat dilakukan tuntutan ganti rugi melalui praperadilan. Langkah ini dapat dilakukan jika putusan atau penetapan itu belum mencantumkan jumlah ganti rugi.
  • Pengajuan permintaan ganti rugi dilakukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini dapat dilakukan jika tuntutan ganti rugi didasarkan pada Ketentuan Pasal 95 KUHAP. Dalam hal putusan hakim berbentuk penetapan, jangka waktu 3 bulan itu dihitung dari saat pemberitahuan penetapan praperadilan. Tentang tenggang waktu ini diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor : 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Sedangkan besaran ganti rugi yang dapat dimohonkan atau diajukan diatur dalam ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor : 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu sebagai berikut :
  • Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  • Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  • Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


Manfaat dan Tujuan Ganti Rugi. Menurut Rena Yulia, dalam "Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan", disebutkan bahwa berdasarkan kepentingan korban, dalam konsep ganti kerugian terkandung dua manfaat, sebagai berikut :
  • untuk memenuhi kerugian material dan segala biaya yang telah dikeluarkan.
  • merupakan pemuasan emosional korban.

Sedangkan Gelaway, sebagaimana yang dikutip oleh Rena Yulia, dalam bukunya tersebut, menyebutkan bahwa tujuan dari kewajiban mengganti kerugian adalah :
  • meringankan penderitaan korban.
  • sebagai unsur yang meringankan hukuman yang akan dijatuhkan.
  • sebagai salah satu cara merehabilitasi terpidana.
  • mempermudah proses peradilan.
  • dapat mengurangi ancaman atau reaksi masyarakat dalam bentuk tindakan balas dendam.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian ganti rugi dalam perkara pidana, pihak yang terlibat, bentuk, sistem, dan pembayaran ganti rugi, serta manfaat dan tujuan ganti rugi dalam perkara pidana.

Semoga bermanfaat.