Pengertian Kepatuhan. Istilah kepatuhan dalam arti "ketaatan" yang dalam bahasa Inggris disebut dengan "obedience" berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu "obedire" yang berarti untuk mendengar terhadap. Kepatuhan atau obedience merupakan salah satu bentuk dari compliance yang terjadi ketika individu mengikuti perintah langsung yang umumnya diberikan oleh seseorang dalam posisi berkuasa atau memiliki otoritas.
Salah satu studi tentang teori kepatuhan (obedience theory) dikemukakan oleh Stanley Milgram. Dalam tulisannya yang berjudul "Behavioral Study of Obedience", yang dimuat dalam Journal of Abnormal and Social Psychology, 1963, Stanley Milgram menyebutkan bahwa :
- individu pada umumnya cenderung untuk mengikuti perintah dari figur yang memiliki otoritas. Adanya kepatuhan ini mengakibatkan individu dapat melakukan hal-hal yang tidak etis sesuai otoritas atasannya.
- kepatuhan terhadap otoritas sudah ada dalam diri manusia sejak manusia tersebut dilahirkan.
- individu cenderung mematuhi perintah karena ia memang tahu bahwa hal itu perlu/benar, namun ada juga individu yang melakukan perintah itu karena paksaan atau karena adanya suatu keyakinan bahwa yang bertanggung jawab terhadap perilaku kepatuhan adalah sumber otoritas bukan pada individu yang melakukannya.
Baca juga : Penegakan Hukum (Law Enforcement)
Aspek Kepatuhan. Kepatuhan dalam sikap dan tingkah laku memiliki beberapa aspek. Carol Carole, dalam "Psikologi", mengutip dari pendapat Federich, menyebutkan bahwa kepatuhan kepada otoritas terjadi hanya jika perintah dilegitimasi dalam konteks norma dan nilai-nilai kelompok. Di dalam kepatuhan terdapat tiga aspek perilaku yaitu :
- Konformitas (conformity). Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.
- Penerimaan (compliance). Penerimaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi oleh komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas atau orang yang disukai. Dan juga merupakan tindakan yang dilakukan dengan senang hati karena percaya terhadap tekanan atau norma sosial dalam kelompok atau masyarakat.
- Ketaatan (obedience). Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebih pada bentuk hubungan mereka dengan pihak yang berwenang.
Sedangkan Hartono, dalam "Kepatuhan dan Kemandirian Santri", yang dimuat dalam Ibda’, Volume : 4, Nomor : 1, mengutip dari pendapat Darley dan Blass, menyebutkan bahwa aspek dari kepatuhan adalah :
- Mempercayai (belief), maksudnya adalah apabila seseorang telah memahami kemudian mempercayai norma-norma yang mengatur kehidupan bersamanya maka akan timbul kecenderungan untuk menaati norma tersebut.
- Menerima (accept), maksudnya adalah menerima norma atau nilai-nilai. Seseorang dikatakan patuh apabila yang bersangkutan menerima baik kehadiran norma-norma ataupun nilai-nilai dari suatu peraturan baik peraturan tertulis ataupun tidak tertulis.
- Melakukan (act) sesuatu atas permintaan atau perintah orang lain, maksudnya adalah penerapan norma-norma atau nilai-nilai tersebut dalam kehidupan. Seseorang dikatakan patuh jika norma-norma atau nilai-nilai dari suatu peraturan diwujudkan dalam perbuatan, bila norma atau nilai tersebut dilaksanakannya maka dapat dikatakan bahwa ia patuh.
"Belief" dan "accept" merupakan aspek kepatuhan yang terkait dengan sikap, sedangkan "act" merupakan aspek kepatuhan yang terkait aspek tingkah-laku patuh seseorang.
Bentuk Kepatuhan. Perilaku kepatuhan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu sebagai berikut :
- otoritarian, merupakan bentuk kepatuhan tanpa reserve, yang sekedar ikut-ikutan.
- konformist, dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu : 1. konformist yang directed, merupakan bentuk kepatuhan yang berupa penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain. 2. konformist hedonis, merupakan bentuk kepatuhan yang berorientasi pada "untung-ruginya" bagi diri sendiri. 3. konformist integral, merupakan bentuk kepatuhan yang menyesuaikan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat berdasarkan kesadaran dan pertimbangan rasional.
- compulsive deviant, merupakan bentuk kepatuhan yang tidak konsisten (plin-plan).
- hedonik psikopatik, merupakan bentuk kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.
- supra moralist, merupakan bentuk kepatuhan karena keyakinan yang tertinggi terhadap nilai-nilai moral.
Baca juga : Manajemen Risiko (Risk Management)
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Stanley Milgram dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan, yaitu :
- 1. Pengawasan. Salah satu faktor yang jelas mempengaruhi kepatuhan seseorang adalah kehadiran tetap atau pengawasan dari seorang peneliti. Bila peneliti meninggalkan ruangan tersebut dan memberikan intruksinya, misalnya lewat telepon, kepatuhan akan menurun.
- 2. Kekuasaan dan ideologi. Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah penerimaan seseorang akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang berkuasa dan membenarkan intruksinya.
- 3. Daya pengaruh situasi. Situasi atau kondisi yang ada di sekitar seseorang juga dapat mempengaruhi kepatuhan.
Thomas Blass, dalam "The Milgram Paradigm After 35 Years : Some Things We Now know About Obedience to Authority", yang dimuat dalam Journal of Applied Social Psychology, Volume : 29, Nomor : 5, menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan, baik dari dalam maupn dari luar diri individu yang bersangkutan. Beberapa faktor dimaksud adalah :
1. Kepribadian.
Kepribadian merupakan faktor internal yang dimiliki individu. Faktor ini akan berperan kuat mempengaruhi intensitas kepatuhan ketika berada pada situasi yang lemah dan pilihan-pilihan yang ambigu dan mengandung banyak hal. Faktor tergantung pada dimanakah individu tumbuh dan peranan pendidikan yang diterima.
2. Kepercayaan.
Suatu perilaku yang ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan keyakinan yang dianut. Sikap loyalitas pada keyakinannya akan mempengaruhi pengambilan keputusannya. Seorang individu akan lebih mudah mematuhi norma sosial yang didoktrinkan oleh kepercayaan yang dianut. Perilaku patuh berdasarkan kepercayaan juga disebabkan adanya penghargaan dan hukuman yang berat pada kehidupan setelah mati.
3. Lingkungan.
Nilai-nilai yang tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan mempengaruhi proses internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan komunikatif akan mampu membuat individu belajar tentang arti suatu norma sosial dan kemudian menginternalisasikan dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku. Lingkungan yang cenderung otoriter akan membuat individu mengalami proses internalisasi dengan keterpaksaan.
Sedangkan S.E. Taylor, dalam "Psikologi Sosial", menjelaskan bahwa kepatuhan atau ketaatan seseorang terhadap otoritas atau norma sosial dapat terbentuk dengan adanya enam faktor sebagai berikut :
1. Informasi.
Informasi merupakan faktor utama dalam pengaruh sosial. Seseorang kadang-kadang mau melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan hanya setelah kepada mereka diberikan sejumlah informasi, seseorang sering memengaruhi orang lain dengan memberikan mereka informasi atau argumen yang logis tentang tindakan yang seharusnya mereka lakukan.
2. Imbalan.
Salah satu basis kekuasaan adalah kemampuan untuk memberi hasil positif bagi orang lain, membantu orang lain mendapatkan tujuan yang diinginkan atau menawarkan imbalan yang bermanfaat. Beberapa imbalan bersifat sangat personal, seperti senyum persetujuan dari teman. Imbalan lainnya seperti uang adalah impersonal.
3. Keahlian.
Pengetahuan khusus, training, dan ketrampilan juga dapat menjadi sumber kekuasaan. Seseorang tunduk pada ahli dan mengikuti nasehatnya karena mereka percaya bahwa pengetahuan penguasa akan membantu kita mencapai tujuan kita.
4. Kekuasaan rujukan.
Basis pengaruh dengan relevansi pada relasi personal atau kelompok adalah kekuasaan rujukan. Kekuasaan ini eksis ketika seseorang mengidentifikasi atau ingin menjalin hubungan dengan kelompok atau orang lain. Seseorang mungkin bersedia meniru perilaku mereka atau melakukan apa yang mereka minta karena ingin sama dengan mereka atau menjalin hubungan baik dengan mereka.
5. Otoritas yang sah.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah bahwa seseorang memiliki otoritas yang sah dalam situasi itu, sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
6. Paksaan.
Kepatuhan juga dapat dipengaruhi oleh paksaan, yaitu berupa paksaan fisik sampai ancaman hukuman atau tanda ketidak-setujuan.
Baca juga : Psikologi Sosial
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kepatuhan (obedience), aspek dan bentuk kepatuhan, serta faktor yang mempengaruhi kepatuhan (obedience).
Semoga bermanfaat.