Proses/Mekanisme Praperadilan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Praperadilan bukanlah merupakan lembaga hukum tersendiri, melainkan salah satu lembaga dalam hukum pidana, yang secara formal diatur dalam  Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam KUHAP, praperadilan diatur dalam ketetuan  Pasal 1 angka 10, Pasal 77 sampai dengan Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), serta Pasal 124 KUHAP.

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan praperadilan, yaitu berbunyi : "Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
  1. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
  2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
  3. permintaan ganti atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan".

Sedangkan hal-hal yang dapat dimohonkan praperadilan (obyek praperadilan) adalah sebagaimana diatur dalam :
1. Pasal 77 KUHAP, yaitu : 
  • sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  • ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan".
2. Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 Oktober 2014.
Yang pada intinya menambahkan hal-hal berikut sebagai obyek praperadilan, yaitu :
  • Sah atau tidaknya penetapan tersangka.
  • Sah atau tidaknya penggeledahan.
  • Sah atau tidaknya penyitaan.
Dari ketentuan tersebut di atas, maka untuk dapat mengajukan permohonan praperadilan ke pengadilan negeri haruslah terlebih dahulu terpenuhi kondisi yang di antaranya adalah sebagai berikut :
  • Tersangka sudah ditangkap.
  • Tersangka sudah ditahan dan menjalani penahanan.
  • Penyidik polisi menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan dengan alasan hukum.
  • Jaksa Penuntut Umum menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penuntutan.
  • Belum dimulainya proses pemeriksaan perkara pokok di pengadilan negeri.

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pra peradilan adalah sebagai berikut :
  • Tersangka, keluarganya melalui kuasa hukum yang mengajukan gugatan praperadilan terhadap kepolisian atau kejaksaan di pengadilan atas dasar sah dan atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan.
  • Penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan atas dasar sah dan atau tidaknya penghentian penyidikan. 
  • Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan atas dasar sah atau tidaknyha penghentian penuntutan.
  • Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti rugi tentang sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan (sesuai ketentuan Pasal 81 KUHAP).
  • Tersangka, ahli waris atau kuasanya tentang tuntutan ganti rugi atas alasan penangkapan atau penahanan yang tidak sah, penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah atau karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan (sesuai ketentuan Pasal 95 ayat(2) KUHAP).

Pemeriksaan sidang praperadilan dilakukan dengan acara cepat, mulai dari penunjukan hakim, penetapan waktu sidang, hingga pemanggilan para pihak. Hakim harus sudah mengeluarkan putusan sidang praperadilan selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari sejak dimulainya sidang praperadilan. Dalam prosesnya, praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 78 ayat (2) KUHAP. Mekanisme dan waktu pengajuan permohonan praperadilan diatur dalam ketentuan Pasal 82 ayat (1) KUHAP, yaitu :
  1. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. 
  2. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
  3. pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim sudah harus menjatuhkan  putusannya. 
  4. dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.
  5. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. 
Selain hal tersebut di atas, lembaga praperadilan juga berwenang untuk melakukan pemeriksaan berkaitan dengan sah atau tidaknya Surat Pemberitahuan Penghentian Perkara (SP3) juga merupakan kewenangan dari lembaga praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan praperadilan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 butir b jo Pasal 78 KUHAP)

Sidang praperadilan dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan acara sebagaimana persidangan pidana, yaitu dimulai dengan pembacaan gugatan praperadilan dari pemohon, jawaban dari termohon, pembuktian surat dan saksi-saksi dari pemohon, pembuktian surat dan saksi-saksi dari termohon, dan pembacaan putusan oleh hakim. Sedangkan ketentuan mengenai alat bukti tetap merujuk pada Pasal 184 KUHAP dan Pasal 82 huruf b KUHAP tersebut di atas dalam hal ada benda-benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian.

Isi putusan praperadilan harus memuat alasan dasar pertimbangan hukum dan juga harus memuat amar putusan. Amar putusan yang harus dicantumkan dalam penetapan disesuaikan dengan alasan permintaan pemeriksaan. Amar putusan praperadilan bisa berupa pernyataan yang berisi :
  • Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan.
  • Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.
  • Diterima atau ditolaknya permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi.
  • Perintah pembebasan dari tahanan.
  • Perintah melanjutkan  penyidikan atau penuntutan.
  • Besarnya ganti kerugian.
  • Berisi pernyataan pemulihan nama baik tersangka.
  • Memerintahkan segera mengembalikan barang sitaan.
Sehingga isi dan pelaksanaan putusan hakim praperadilan harus memuat hal-hal sebagai berikut : 
  • dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
  • dalam putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, maka penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
  • dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
  • dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Yang sering menjadi pertanyaan adalah :
1. Apakah terhadap putusan praperadilan tersebut dapat diadakan upaya hukum
Atas pertanyaan tersebut KUHAP telah menjawabnya, yaitu :
  1. Bahwa putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding ketentuan Pasal 83 ayat (1) KUHAP, kecuali terhadap putusan yang menyatakan tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan (ketentuan Pasal 83 ayat (2) KUHAP).
  2. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) KUHAP tersebut, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima.
  3. Pengadilan tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.
  4. Terhadap putusan praperadilan tidak dapat diajukan upaya kasasi.
2. Dalam hal hakim praperadilan memutuskan bahwa penetapan tersangka oleh penyidik tidak sah, apakah seseorang tersebut dapat ditetapkan sebagai tersangka kembali ?
  • Penetapan kembali seseorang sebagai tersangka setelah adanya putusan praperadilan yang memutuskan bahwa penetapan tersangka oleh penyidik tidak sah sangat dimungkinkan, selama penyidik dapat menemukan minimal dua alat bukti baru. 

Lembaga praperadilan diadakan salah satunya untuk melindungi hak-hak hukum seseorang, namun begitu suatu lembaga praperadilan masih mempunyai beberapa kelemahan yang harus diperbaiki, misalnya :
  1. Tidak semua upaya paksa (penangkapan maupun penahanan) dapat dimintakan pemeriksaan untuk diuji dan dinilai kebenarannya serta ketetapannya oleh lembaga praperadilan.
  2. Praperadilan tidak berwenang menguji dan menilai sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan.
  3. Baik dalam aturan yang ada maupun dalam prakteknya masih terdapat tendensi-tendensi yang mengarah pada hakim yang lebih banyak  memperhatikan perihal dipenuhi atau tidaknya syarat-syarat formil dari suatu penangkapan atau penahanan, dan cenderung tidak menguji dan menilai syarat materiilnya, padahal syarat materiil ini yang menentukan dapat tidaknya apakah seseorang dikenakan upaya paksa berupa penangkapan atau penahanan oleh pihak penyidik atau penuntut umum.

Semoga bermanfaat.