Rehabilitasi Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Secara umum, rehabilitasi adalah suatu proses perbaikan perbaikan atau penyembuhan dari kondisi yang tidak normal menjadi normal. Dalam hukum, pengertian dari rehabilitasi dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lebih dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi :
- "Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini".
Siapa sajakah yang dapat mengajukan rehabilitasi ? Ketentuan tentang siapa saja yang dapat mengajukan rehabilitasi diatur dalam ketentuan Pasal 97 KUHAP, yang berbunyi :
- (1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
- (2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
- (3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
Dari ketentuan Pasal 97 KUHAP tersebut jelas bahwa yang dapat mengajukan rehabilitasi adalah :
1. Seorang Terdakwa.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP. Seorang (terdakwa) yang oleh pengadilan diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Sehingga apabila seorang terdakwa diputus bebas atau lepas oleh suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ia berhak untuk memperoleh suatu rehabilitasi. Rehabilitasi tersebut dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan yang membebaskan atau melepaskan terdakwa tersebut.
Bagaimana jika putusan pengadilan tidak mencantumkan mengenai rehabilitasi terdakwa ? Dalam hal demikian Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 11 Tahun 1985 yang mengatur tentang permohonan rehabilitasi dari terdakwa yang dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum. Dalam SEMA Nomor : 11 Tahun 1985 tersebut diatur bahwa :
- "dalam hal putusan bebas/lepas tidak mencantumkan mengenai rehabilitasi terdakwa, maka apabila orang tersebut menghendaki agar rehabilitasinya diberikan oleh pengadilan, ia dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama. Ketua Pengadilan Negeri setelah menerima permohonan itu kemudian memberikan rehabilitasi dalam bentuk penetapan".
2. Seorang Tersangka.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 97 ayat (3) KUHAP. Seorang (tersangka) yang ditangkap atau ditahan tanpa alasan yang sah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, berhak untuk menuntut rehabilitasi. Sedangkan permintaan rehabilitasi untuk tersangka yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan dilakukan melalui proses praperadilan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan keabsahan penangkapan atau penahanan yang dialami oleh seseorang dalam tahap penyidikan. Permintaan rehabilitasi demikian diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Ketentuan Pasal 97 KUHAP tersebut juga mengatur tentang kapan rehabilitasi dapat diajukan. Rehabilitasi dapat diajukan dalam dua kondisi, yaitu :
1. Saat perkara telah diajukan ke pengadilan.
Untuk perkara yang telah diajukan ke pengadilan, sebagaimana ketentuan Pasal 97 ayat (1) KUHAP tersebut di atas. Dalam kondisi ini, rehabilitasi diberikan kepada seseorang karena pengadilan menjatuhkan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Maksudnya adalah bahwa perkara rehabilitasi diberikan karena adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Saat perkara belum diajukan ke pengadilan.
Untuk perkara yang belum diajukan ke pengadilan, sebagaimana ketentuan Pasal 97 ayat (3) KUHAP tersebut di atas. Dalam kondisi ini, rehabilitasi diajukan berdasarkan alasan penangkapan atau penahan yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau juga dengan alasan terjadi kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan. Dalam hal demikian permintaan rehabilitasi diajukan dan diputuskan oleh hakim pra peradilan dan keputusannya berbentuk penatapan.
Macam Amar Rehabilitasi. Pada prinsipnya, rehabilitasi diajukan oleh tersangka/terdakwa, keluarga atau kuasanya. Dalam rehabilitasi terdapat dua macam "amar", yaitu amar putusan dan amar penetapan. Hal tersebut sebagaimana tersebut dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor : 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :
- Amar putusan dari pengadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut : "Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya".
- Amar penetapan dari praperadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut : "Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya".
Rehabilitasi Dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Rehabilitasi dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara diatur dalam Undang-Undang Nomo : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang telah dilakukan perubahan dengan :
- ndang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
- Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Rehabilitasi dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu kewajiban yang dapat ditetapkan untuk dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan menyangkut kepegawaian dikabulkan.
Siapakah yang dapat mengajukan rehabilitasi pada PTUN ? Yang dapat mengajukan rehabilitasi pada PTUN adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam kondisi demikian, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tertulis kepada PTUN yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan tersebut dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Hanya saja, yang diperbolehkan mencantumkan tuntutan tambahan berupa tuntutan rehabilitasi adalah dalam sengketa kepegawaian saja.
Dalam hal tuntutan tersebut dikabulkan, maka dalam putusan PTUN akan berisi penghukuman pada tergugat dalam hal ini adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk melaksanakan suatu kewajiban berupa :
- pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, atau
- pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru, atau
- penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada tidak diterbitkannya/tidak dikeluarkannya keputusan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
- membayar ganti rugi.
- memberikan rehabilitasi (putusan menyangkut kepegawaian).
Rehabilitasi dalam Putusan PTUN diberikan untuk memulihkan hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat, dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum ada keputusan yang disengketakan.
Rehabilitasi Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), rehabilitasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1), yang berbunyi :
- (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Dalam UUD 1945 tersebut, rehabilitasi merupakan hak dari seorang presiden. Dalam hal demikian, rehabilitasi diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh kepala negara (presiden) dalam rangka mengembalikan dan memulihkan nama baik atau membentuk hak seseorang yang hilang agar kembali utuh seperti semula. Presiden memberikan rehabilitasi kepada seseorang yang karena suatu keputusan hakim dinyatakan bersalah, namun dikemudian hari terbukti bahwa orang tersebut tidak bersalah sebagaimana keputusan hakim dimaksud.
Rehabilitasi merupakan hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. Rehabilitasi lebih kepada hal yang tidak berhubungan dengan materi, tetapi hanya menyangkut pemulihan nama baik.
Semoga bermanfaat.