Pengertian Hadits. Allah berfirman, yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)." (QS. An Nisa : 59)
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka." (QS. An Nisa : 80)
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam sunnahnya. Jumhur ulama sepakat bahwa hadits berkedudukan sebagai sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al Quran, yang memiliki kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam.
Hadits atau disebut juga dengan sunnah sangat berkaitan dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW. Secara etimologi, hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu "Al-Hadits" yang berarti perkataan, percakapan, atau berbicara. M. Noor Sulaiman P.L, dalam "Antologi Ilmu Hadits", menyebutkan bahwa menurut bahasa (etimologi), kata hadits berarti khabar (berita), jaded (baru, lawan dari qadim), dan qarib (dekat atau belum lama terjadi).
Sedangkan secara terminologi, hadits dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Hadits dapat berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan landasan syariat Islam. Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan bahwa hadits merupakan setiap tulisan yang melaporkan atau mencatat seluruh perkataan, perbuatan, dan tingkah laku Rasulullah SAW. Selain itu, pengertian hadits juga dikemukakan diantaranya oleh :
- ulama ushul fiqh, mengartikan hadits dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, selain Al Quran, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Rasulullah yang bersangkut-paut dengan hukum syara.
- ulama al-muhaditsin, mengartikan hadits dengan sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.
Baca juga : Pengertian Al Quran
Unsur Hadits. Unsur utama dari hadits adalah :
1. Sanad.
Sanad merupakan rantai perawi atau penutur hadits. Perawi atau penutur adalah orang memberikan hadits, misalnya Bukhari, Muslim, dan lain sebagainya. Sedangkan sanad hadits awal adalah orang yang merekam hadits dalam bukunya (kitab hadits), yang disebut sebagai mudawwin atau mukharrij.
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah perawi atau penutur bervariasi dalam tingkatan sanadnya. Tingkatan dalam hadits disebut thabaqah sanad. Signifikasi sanad dan jumlah penutur di setiap sanad thabaqah akan menentukan tingkat hadits. Jadi yang perlu diamati untuk memahami tradisi yang terkait dengan sanadnya adalah:
- keutuhan sanadnya.
- jumlahnya.
- perawi akhirnya.
2. Matan.
Matan merupakan segala sesuatu yang terkait dengan sumber atau editor. Yang perlu dipertimbangkan dalam memahami hadits :
- akhir dari rantai penularan sebagai sumber atau editor, apakah berpangkal dari Rasulullah SAW.
- matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan lainnya. Hadits yang sanadnya lebih kuat (jika ada untuk melemahkan atau memperkuat) dan kemudian dengan sebuah ayat dalam Al Quran (jika ada yang bertentangan).
Selain dua unsur tersebut, terdapat juga unsur hadits yang lain, yaitu : perawi, mukharrij, dan shiyaghul ada’. Semua unsur dari hadits tersebut sebagai pertimbangan penilaian sebuah riwayat, apakah masuk dalam kategori sahih, hasan, atau dhaif.
Baca juga : Pengertian Qiyas
Pengelompokkan Hadits. Hadits dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
- hadits qauliyah, merupakan kelompok hadits yang berasal dari sabda (ucapan) Rasulullah SAW dalam berbagai tujuan dan persuaian atau situasi.
- hadits fi’liyah, merupakan kelompok hadits yang berasal dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat lima waktu dengan tata cara dan rukun-rukunnya, ibadah haji, dan lain sebagainya.
- hadits taqririyah, merupakan kelompok hadits yang berasal dari perbuatan sebagian para sahabat Rasulullah SAW yang telah diikrarkan oleh Rasulullah, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan. Sedangkan ikrar oleh Rasulullah dapat berupa menyetujuinya, melarangnya, atau mendiamkannya.
Selain itu, hadits juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam yang didasarkan pada :
1. Keutuhan Rantai Sanad.
Berdasarkan tingkat keutuhan rantai sanad-nya, hadits terdiri dari :
- hadits mursal, merupakan kelompok hadits yang perawi satunya tidak dijumpai secara langsung.
- hadits munqathi’, merupakan kelompok hadits yang putus pada salah satu atau pun dua perawi.
- hadits mu’dlal, merupakan kelompok hadits yang terputus pada dua generasi perawi secara berturut-turut.
- hadits mu’allaq, merupakan kelompok hadits yang terputus sebanyak 5 perawi, dimulai dari perawi pertama secara berturut-turut.
- hadits mudallas, merupakan kelompok hadits yang tidak tegas disampaikan secara langsung kepada perawi.
- hadits musnad, merupakan kelompok hadits yang perawinya paling jelas dan tidak terpotong sama sekali.
2. Jumlah Perawi atau Penutur.
Berdasarkan jumlah perawi atau penutur-nya, hadits terdiri dari :
- hadits mutawatir, merupakan kelompok hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang sudah sepakat untuk saling mempercayai.
- hadits ahad, merupakan kelompok hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang belum mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : gharib, aziz, dan mansyur.
3. Tingkat Keaslian.
Berdasarkan tingkat keasliannya, hadits dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
3.1. Hadits Sahih.
Hadits sahih merupakan kelompok hadits dengan tingkatan tertinggi penerimaannya, yang dapat dibedakan menjadi dua :
- sahih lizatihi, merupakan kelompok hadits yang sahih dengan sendirinya tanpa diperkuat dengan keterangan lain.
- sahih lighairihi, merupakan kelompok hadits yang sahihnya kerana diperkuat dengan keterangan lain.
Sebuah hadits diklasifikasikan sebagai sahih jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
- sanadnya bersambung, yang artinya diriwayatkan oleh para perawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah (kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
- pada saat menerima hadits, masing-masing perawi telah cukup umur (baligh) dan beragama Islam.
- matan-nya tidak bertentangan serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits.
2. Hadits Hasan.
Hadits hasan merupakan kelompok hadits yang sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada perawi-nya. Misalnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya, sedangkan matan-nya tidak syadz atau cacat.
3. Hadits Dhaif.
Hadits dhaif merupakan kelompok hadits yang sanad-nya tidak bersambung (dapat berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh perawi yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat. Dengan kata lain, hadits dhaif adalah :
- kategori hadits yang tertolak dan tidak dapat dinyatakan kebenarannya berasal dari perkataan atau perbuatan Rasulullah SAW.
- termasuk dalam kategori hadits lemah karena terputusnya rantai periwayatan (sanad) dan adanya kelemahan pada seorang atau beberapa orang perawi (penyampai riwayat) hadits tersebut.
Terdapat berbagai tingkatan derajat hadits yang dikatakan lemah, yaitu sebagai berikut :
- hadits mursal, merupakan kelompok hadits yang perawi satunya tidak dijumpai secara langsung.
- hadits mu’dlal, merupakan kelompok hadits yang terputus pada dua generasi perawi secara berturut-turut.
- hadits munqathi’, merupakan kelompok hadits yang putus pada salah satu atau pun dua perawi.Setiap hadits mu'dhal adalah munqathi', namun tidak sebaliknya.
- hadits mudallas, merupakan kelompok hadits yang tidak tegas disampaikan secara langsung kepada perawi.
- hadits mu'an, merupakan kelompok hadits yang dalam sanadnya menggunakan riwayat seseorang dari seseorang.
- hadits mudhtharib, merupakan kelompok hadits yang diriwayatkan melalui banyak jalur dan sama-sama kuat, masing-masingnya dengan lafal yang bertentangan (serta tidak bisa diambil jalan tengah).
- hadits syadz, merupakan kelompok hadits yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang tsiqah (tepercaya).
- hadits munkar, merupakan kelompom hadits yang diriwayatkan oleh perawi kategori lemah yang menyelisihi periwayatan perawi yang tsiqah.
- hadits matruk, merupakan kelompok hadits yang di dalam sanadnya ada perawi yang tertuduh berdusta.
4. Hadis Maudlu’.
Hadits maudlu’ merupakan kelompok hadits palsu yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Sebuah hadis dikatakan hadis maudlu’ apabila hadits tersebut dicurigai buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
Meski makna hadits palsu bisa jadi baik, namun hadits ini bukanlah perkataan atau perbuatan Rasulullah SAW. Berbeda dengan hadits dhaif yang bersifat lemah, maka hadits maudlu’ sudah terbukti bukanlah hadis dari Rasulullah SAW. Biasanya isi hadits maudlu’ bertentangan dengan ayat Al Quran atau hadits lain yang sahih.
Baca juga : Pengertian Ijma'
Fungsi Hadits. Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum dalam Al Quran atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al Quran. Dalam kedudukan yang demikian itu, hadits memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al Quran.
Fungsi dimaksud disebut dengan fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam fungsi ini, hadits hanya seperti mengulangi apa yang tersebut dalam Al Quran. Misalnya, Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah : 110, yang artinya :
"Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat."
Ayat tersebut, dikuatkan oleh sabda Rasulullah SAW, yang artinya :
"Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat."
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al Quran.
Hal yang dijelaskan dalam hadits meliputi :
- arti yang masih samar dalam Al Quran.
- merinci apa yang dalam Al Quran disebutkan secara garis besar.
- membatasi apa-apa yang dalam Al Quran disebutkan secara umum.
- memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al Quran.
3. Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam Al Quran.
Dalam fungsi demikian, hadits menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapkan dalam Al Quran. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut dengan itsbat.
Baca juga : Pengertian Hijrah
Tiga fungsi hadits tersebut menunjukkan hubungan hadits dengan Al Quran.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian hadits, unsur, pengelompokkan, dan fungsi hadits.
Semoga bermanfaat.