Ajaran Trias Politika Montesquieu (Pemisahan Kekuasaan Negara)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Trias Politika merupakan ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara, yang hingga saat ini banyak diterapkan di berbagai pemerintahan negara di dunia dan dianggap sebagai bagian dari pilar demokrasi. Konsep dasar dari Trias Politika adalah kekuasaan suatu negara tidak dapat dilimpahkan kepada satu struktur kekuasaan politik, melainkan dipisahkan menjadi lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Berdasarkan asal usul katanya (etimologi), istilah Trias Politika dapat diartikan sebagai "tiga poros kekuasaan", maksudnya adalah dalam suatu negara terdapat tiga lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berkedudukan sejajar, tidak ada lembaga yang lebih tinggi dari satu lembaga lainnya. Tiga poros kekuasaan tersebut adalah :
  • kekuasaan legislatif.
  • kekuasaan eksekutif.
  • kekuasaan yudikatif.

Ada juga yang menyebutkan bahwa tiga poros kekuasaan tersebut adalah :
  • kekuasaan legislatif.
  • kekuasaan eksekutif.
  • kekuasaan federatif.

Perbedaan pandangan tentang tiga poros kekuasaan dalam Trias Politika tersebut berkaitan erat dengan teori yang dianut.


Ajaran Trias Politika (ajaran tentang pemisahan kekuasaan) dikemukakan oleh Charles Louis de Secondat, Baron de La Brede et de Montesquieu atau lebih dikenal dengan Montesquieu, seorang filsuf berkebangsaan Prancis yang hidup pada era pencerahan. Montesquieu dalam bukunya yang berjudul "L'Espirit des Louis" atau "The Spirit of Laws", menjelaskan bahwa kekuasaan negara harus dipisahkan menjadi tiga kekuasaan dalam lembaga yang berbeda, yaitu :

1. Kekuasaan Legislatif (Legislative Powers).
Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan untuk membuat atau menyusun undang-undang. Dalam ajaran Trias Polika dari Montesquiue, pembuatan undang-undang harus diberikan pada suatu lembaga independen yang berhak secara khusus untuk pembuatan undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan atau pembuatan undang-undang yang hanya didasarkan pada kepentingan suatu kelompok tertentu. Karena dimungkinkan, apabila pembuatan undang-undang tidak dilakukan oleh satu lembaga tersendiri, maka setiap kelompok atau golongan akan mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri.

Dalam suatu negara demokrasi yang didasarkan pada kedaulatan rakyat, maka pembuatan atau penyusunan undang-undang dilakukan oleh badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk membuat atau menyusun undang-undang yang dinamakan legislatif. Lembaga legislatif ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sistem kenegaraan, karena produk undang-undang yang dihasilkannya akan dipakai sebagai alat yang menjadi pedoman dalam berkehidupan dalam bernegara dan bermasyarakat. Sebagai lembaga pembentuk undang-undang, maka legislatif hanya berhak untuk mengadakan undang-undang saja, sedangkan pelaksanaan dari undang-undang yang dibentuknya akan diserahkan kepada suatu lembaga yang lain.

2. Kekuasaan Eksekutif (Executive Powers).
Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan untuk menjalankan (melaksanakan) undang-undang. Kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dipegang oleh kepala negara. Dalam menjalankan kekuasaannya tersebut, kepala negara akan melimpahkan (mendelegasikan) sebagian kekuasaannya tersebut kepada pejabat-pejabat pemerintahan atau pejabat-pejabat negara, yang untuk selanjutnya bersama-sama dinamakan eksekutif. Lembaga eksekutif inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan eksekutif.

3. Kekuasaan Yudikatif (Judicative Powers).
Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang memiliki kewenangan dan bertugas untuk mengawasi dan mengadili pelaksanaan undang-undang. Kekuasaan yudikatif berkewajiban untuk mempertahankan undang-undang dan berhak untuk memberikan peradilan kepada rakyat suatu negara. Lembaga yudikatif mempunyai kekuasaan untuk memutuskan perkara dan menjatuhkan suatu hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan.

Lembaga yudikatif biasanya dipegang oleh hakim. Meskipun dalam praktek di beberapa negara, hakim diangkat oleh kepala eksekutif atau kepala negara tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena mereka (para hakim) tidak diperintah oleh kepala negara (eksekutif) yang mengangkatnya. Bahkan yudikatif adalah lembaga yang berhak menghukum kepala negara, jika kepala negara terbukti melanggar undang-undang (melanggar hukum).


Ajaran Trias Polika yang dikemukakan oleh Montesquiue tersebut merupakan pengembangan dari gagasan tentang pemisahan kekuasaan negara yang sebelumnya diungkapkan oleh John Locke. Menurut John Locke dalam bukunya yang berjudul "Two Treaties on Civil Government", kekuasaan dalam suatu negara harus dipisahkan menjadi tiga kekuasaan, yaitu :
  • kekuasaan legislative, yang merupakan kekuasaan pembentuk undang-undang.
  • kekuasaan executive, yang merupakan kekuasaan pelaksana undang-undang yang mencakup pemerintahan dan pengadilan.
  • kekuasaan federative, yang merupakan kekuasaan untuk bertindak terhadap hubungan asing.

Dari konsep pemisahan kekuasaan negara John Locke tersebut, Montesquiue kemudian mengembangkannya dengan memisahkan kekuasaan kehakiman menjadi suatu lembaga kekuasaan tersendiri yang independen. Sehingga pemisahan kekuasaan negara menurut Montesquieu menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perubahan tiga kekuasaan negara tersebut dilatar-belakangi oleh kondisi pemerintahan yang ada di Inggris pada saat itu, yang menurut Montesquiue : 
  • ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif dipegang oleh orang yang sama, atau lembaga tinggi negara yang sama, maka dapat dipastikan akan tidak ada kebebasan.
  • demikian halnya apabila kekuasaan kehakiman menyatu dan tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan eksekutif, maka juga dapat dipastikan tidak akan ada kebebasan.
  • pada akhirnya kondisi akan jadi sangat menyedihkan apabila orang yang sama atau lembaga yang sama memegang dan menjalankan kekuasaan-kekuasaan tersebut. Ia akan menetapkan hukum sekaligus menjalankan keputusan-keputusan publik serta mengadili kejahatan atau perselisihan yang terjadi dalam masyarakat.

Kondisi yang demikian, menurut Montesquiue dapat menyebabkan seorang kepala negara (eksekutif) atau lembaga legislatif akan melakukan undang-undang tirani sekaligus melaksanakannya dengan cara yang tiran juga. Hal tersebut akan mengakibatkan terbelenggunya kebebasan yang dimiliki oleh masyarakat. 


Dengan adanya pemisahan kekuasaan dalam tiga lembaga yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif  tersebut, diharapkan jalannya proses pemerintahan suatu negara menjadi tidak timpang dan terhindar dari segala hal yang tidak diinginkan, seperti pemerintahan yang tiran, korupsi, dan lain sebagainya.

Demikian penjelasan berkaitan dengan ajaran Trias Politika (pemisahan kekuasaan negara).

Semoga bermanfaat.