Pengertian Pembuktian. Dalam hukum pidana, pembuktian merupakan inti dalam persidangan. Hal tersebut karena dalam persidangan perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materiil. Pada tahap pembuktian, akan dibuktikan apakah tuduhan atau tuntutan yang ditujukan kepada terdakwa dapat dibuktikan atau tidak. Hasil dari tahap pembuktian juga menjadi dasar bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara, selain dari keyakinan hakim.
Pembuktian yang dalam bahasa Belanda disebut dengan "bewijs", mengandung dua arti yaitu sebagai suatu perbuatan dengan mana diberikan suatu kepastian, dan sebagai akibat dari perbuatan yaitu terdapatnya suatu kepastian. Secara umum, pembuktian dapat berarti perbuatan membuktikan, yaitu memberikan atau memperlihatkan bukti atau melakukan sesuatu kebenaran. Dalam suatu persidangan, membuktikan berarti meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa.
Dalam pembuktian, terdapat dua hal penting yaitu alat bukti dan barang bukti. Yang dimaksud dengan alat bukti dalam perkara pidana adalah hal yang dijadikan sebagai landasan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang berdasarkan keyakinan bahwa suatu tindak pidana tersebut benar terjadi atau tidak. Sedangkan yang dimaksud dengan barang bukti dalam perkara pidana adalah benda yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, yang telah disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan.
Baca juga : Alat Bukti Dalam Hukum Acara Pidana
Fungsi Pembuktian. Pembuktian mempunyai fungsi yang berbeda bagi masing-masing pihak dalam persidangan, yaitu sebagai berikut :
- bagi jaksa penuntut umum, pembuktian mempunyai fungsi untuk meyakinkan hakim, bahwa berdasarkan bukti yang ada, agar hakim menyatakan terdakwa bersalah sesuai dengan surat dakwaan yang diajukan dalam persidangan.
- bagi terdakwa atau penasehat hukum, pembuktian mempunyai fungsi untuk meyakinkan hakim, bahwa berdasarkan bukti yang ada, agar hakim menyatakan terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Oleh karenanya, terdakwa atau penasehat hukum akan berusaha untuk mengajukan alat bukti yang meringankan atau menguntungkan pihaknya.
- bagi hakim, dengan adanya pembuktian tersebut yaitu adanya alat-alat bukti yang ada dalam persidangan, baik yang berasal dari penuntut umum atau terdakwa/penasehat hukum dibuat dasar untuk pengambilan suatu keputusan.
Baca juga : Barang Bukti Dalam Hukum Acara Pidana
Teori Pembuktian dalam Perkara Pidana. Beban pembuktian dalam perkara pidana, pada umumnya dibebankan pada pihak jaksa penuntut umum. Beban pembuktian adalah suatu penentuan oleh hukum tentang siapa yang harus membuktikan suatu fakta yang dipersoalkan di pengadilan. Beban pembuktian merupakan usaha untuk membuktikan dan meyakinkan pihak manapun bahwa fakta dimaksud memang benar-benar terjadi seperti apa yang diungkapkannya, dengan konsekuensi hukum bahwa apabila tidak dapat dibuktikan oleh pihak yang dibebani pembuktian, maka fakta tersebut dianggap tidak pernah terjadi seperti yang diungkapkan oleh pihak yang mengajukan fakta tersebut di pengadilan.
Sehubungan dengan sistem pembuktian dalam hukum acara pidana, maka timbullah beberapa teori tentang pembuktian, yaitu sebagai berikut :
1. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim saja (conviction intime).
Teori ini menentukan bahwa salah atau tidaknya seorang terdakwa semata-mata hanya dinilai berdasarkan keyakinan dari hakim. Hakim tidak terikat oleh alat bukti yang diatur dalam undang-undang. Hakim dapat memakai alat bukti yang diajukan untuk menguatkan keyakinannya atau mengabaikan alat bukti tersebut. Menurut teori ini, dalam memutuskan suatu perkara, hakim hanya menggunakan keyakinan yang disimpulkannya dari keterangan saksi dan pengakuan terdakwa.
2. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim secara logis (conviction raisonnee).
Teori ini menentukan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim akan mendasarkan pada keyakinannya terhadap alasan-alasan yang jelas. Berbeda dengan teori conviction intime, teori ini memberikan batasan pada hakim bahwa keyakinan yang dipunyai oleh seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara haruslah berdasarkan pada alasan yang jelas. Hakim mempunyai kewajiban untuk menguraikan dan menjelaskan atas setiap alasan-alasan apa saja yang mendasari keyakinannya atas kesalahan seorang terdakwa.
3. Pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie).
Teori ini menyatakan bahwa pembuktian yang benar hanyalah berdasarkan undang-undang, maksudnya adalah kewenangan hakim dalam menilai suatu pembuktian hanya sebatas berdasarkan pertimbangan undang-undang saja. Dalam menilai suatu pembuktian, hakim akan menyingkirkan semua pertimbangan yang sifatnya subyektif. Hakim akan mengabaikan atau tidak mempertimbangkan keyakinannya.
4. Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewijstheorie).
Teori ini merupakan penggabungan dari teori conviction raisonnee dan teori positive wettelijk bewijstheorie, yaitu menyatakan bahwa salah atau tidaknya terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan pada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Hukum acara pidana di Indonesia, menganut teori atau sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewijstheorie). Hal tersebut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan bahwa :
- Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurang dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Baca juga : Penegakan Hukum (Law Enforcement)
Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut mengandung arti bahwa dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, putusan hakim harus didukung oleh setidaknya dua alat bukti yang sah (teori positief wettelijk bewijstheorie) dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana dimaksud benar-benar terjadi serta keyakinan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana dimaksud (teori conviction raisonnee).
Demikian penjelasan berkaitan dengan teori pembuktian dalam perkara pidana.
Semoga bermanfaat.