Tindak Tutur (Speech Act) : Pengertian, Jenis, Fungsi Tidak Tutur Serta Peristiwa Tutur

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Manusia adalah makhluk sosial. Dalam interaksi sosialnya, manusia membutuhkan alat, salah satunya adalah bahasa. Tidak hanya sebatas pada alat interaksi, bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi, manusia akan saling menyampaikan informasi, pesan, gagasan, dan lain sebagainya. Dengan adanya proses komunikasi, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak tutur.

Teori tindak tutur (speech act)
pertama kali disampaikan oleh J.L. Austin, pada tahun 1955 dalam suatu kuliah umum di Universitas Harvard. Teori tindak tutur tersebut didasarkan pada keyakinan J.L. Austin yaitu bahwa "pada saat seseorang mengatakan sesuatu, ia juga melakukan sesuatu". Apa yang disampaikan oleh J.L. Austin tersebut  selanjutnya oleh J.O. Urmson, pada tahun 1962 diterbitkan dalam sebuah buku yang diberi judul "How to Do Things With Words ?". Teori tindak tutur tersebut semakin  menemukan eksistensinya setelah J.R. Searle, menerbitkan bukunya yang berjudul "Speech Acts : An Essay in The Philosophy of Langage". Dalam bukunya tersebut, J.R. Searle menyebutkan bahwa dalam semua komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Komunikasi bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat jika disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).


Pengertian Tindak Tutur. Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yang merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Geoffrey Leech dalam bukunya yang berjudul "Principles of Pragmatics", menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari :
  • maksud ujaran (untuk apa ujaran dilakukan).
  • menanyakan apa yang orang maksudkan dengan suatu tindak tutur.
  • mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana.
Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan.

Menurut para ahli yang dimaksud dengan tidak tutur diantaranya adalah sebagai berikut :
  • George Yule, dalam bukunya yang berjudul "Pragmatics", menyebutkan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan.
  • Abdul Syukur Ibrahim, dalam bukunya yang berjudul "Kajian Tindak Tutur", menyebutkan bahwa tindak tutur adalah suatu tuturan yang berfungsi psikologis dan sosial di luar wacana yang sedang terjadi.
  • Sumarsono dan P. Partana, dalam bukunya yang berjudul "Sosiolinguistik", menyebutkan bahwa  tindak tutur adalah bagian dari pragmatik, yang merupakan pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengarnya. Tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Setiap peristiwa tutur terbatas pada kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi penutur.


Jenis Tindak Tutur. Tindak tutur dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yang didasarkan pada sebagai berikut :

1. Teknik Penyampaian.
Berdasarkan teknik penyampaian-nya, tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  • tindak tutur langsung, adalah tindak tutur di mana penutur menuturkan tuturan secara langsung. maksudnya adalah penutur menuturkan tuturan dengan menggunakan kalimat berita untuk memberitakan sesuatu, kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah. 
  • tindak tutur tidak langsung, adalah tindak tutur di mana penutur menuturkan tuturan secara tidak langsung, maksudnya adalah kalimat-kalimat yang digunakan untuk menyatakan maksud lain. 

2. Interaksi Makna
Berdasarkan interaksi makna-nya, tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  • tindak tutur literal, adalah tindak tutur di mana maksud yang disampaikan oleh penutur  sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
  • tindak tutur non literal, adalah tindak tutur di mana maksud yang disampaikan oleh penutur tidak sama atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Apabla berbagai jenis tindak tutur tersebut, baik berdasarkan teknik penyampaian maupun berdasarkan interaksi makna, dikaitkan atau diinterseksikan, maka akan terbentuk empat jenis tindak tutur, yaitu :
  • tindak tutur langsung literal (direct literal speech act), adalah tindak tutur di mana antara maksud dengan isi yang diutarakan sama.
  • tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act), adalah tindak tutur yang tidak sesuai maksud, tetapi kata-kata yang diucapkan sama. 
  • tindak tutur langsung tidak literal (direct non literal speech act), adalah tindak tutur yang memiliki maksud sesuai dengan isi kalimat, tetapi tidak didampingi kata-kata yang sesuai.
  • tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect non literal speech act), adalah tindak tutur yang memiliki makna yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan. 


Sedangkan menurut para ahli, jenis tindak tutur adalah sebagai berikut :

1. J.L. Austin.
J.L. Austin membagi tindak tutur menjadi tiga jenis, yaitu :
  • tindak lokusi (locutionary act). Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Dalam tindak lokusi tidak dituntut pertanggungjawaban dari lawan tutur. 
  • tindak ilokusi (illocutionary act). Tindak ilokusi adalah tidak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan digunakan untuk melakukan sesuatu. Dalan tindak ilokusi maksud isi tuturan untuk meminta pertanggungjawaban dari penutur.
  • tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak perlokusi adalah  tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi kondisi psikologis lawan tuturnya agar menuruti keinginan penutur.

2. J.R. Searle.
J.R. Searle membagi tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu :
  • asertif (assertives). Asertif merupakan tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan.
  • direktif (directives). Direktif merupakan tindakan tutur yang dimaksudkan penuturnya agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.
  • ekspresif (expressives). Ekspresif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan.
  • komisif (commissives). Komisif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya.
  • deklarasi (declaratives). Deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru.


Fungsi Tindak Tutur. Tindak tutur memiliki beberapa fungsi yang penting bagi manusia. Fungsi tindak tutur dimaksud adalah :
  • fungsi instrumental, yang digunakan untuk melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.
  • fungsi regulasi, yang digunakan sebagai alat untuk mengatur tingkah laku orang.
  • fungsi representasinal, yang digunakan untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan melaporkan, dengan perkataan lain menggambarkan realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang.
  • fungsi interaksional, yang digunakan untuk menjalin dan memantapkan hubungan antara penutur dan petutur.
  • fungsi personal, yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksi yang dalam.
  • fungsi heuristik, yang digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mempelajari seluk beluk lingkungan dan seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban.
  • fungsi imajinatif, yang digunakan dalam menciptakan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif.


Peristiwa Tutur. Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Sehingga, apabila dalam suatu percakapan tidak ada satu pokok percakapan yang pasti (pokok percakapan berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja bercakap-cakap, serta dengan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti, maka secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur.

Sebuah percakapan dapat disebut sebagai peristiwa tutur jika memenuhi persyaratan tertentu. Dell H. Hymes, seorang sosiolinguistik menjelaskan bahwa terdapat delapan komponen sehingga suatu percakapan dapat disebut sebagai peristiwa tutur. Delapan komponen peristiwa tutur tersebut adalah sebagai berikut :
  • Setting and scene (tempat dan suasana tutur), yang dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu terjadinya sebuah tuturan.
  • Participants (peserta tutur), yang dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak yang terlibat dalam bertutur (penutur dan mitra tutur).
  • Ends purpose and goal (tujuan tutur), merupakan tujuan dari diadakannya tuturan.
  • Act sequences (pokok tuturan), yaitu bagian dari komponen tutur yang merupakan pokok pikiran yang selalu berubah dalam deretan pokok-pokok tuturan dalam peristiwa tutur. Perubahan pokok pikiran tersebut akan berpengaruh terhadap bahasa atau kode yang dipilih atau digunakan dalam bertutur.
  • Keys tone ore spirit of act (nada tutur), yang menunjuk pada nada, cara, dan motivasi di mana suatu tindakan dapat dilakukan dalam bertutur. Nada tutur berkaitan erat dengan masalah modalitas dari kategori-kategori gramatikal dalam sebuah bahasa.
  • Instrumentalities (sarana tutur), yang menunjuk pada salutan tutur (channels) dan bentuk tutur (form of speech). Saluran tutur adalah alat atau sarana (lisan, tulisan, atau kode-kode tertentu) di mana tuturan dapat dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur.
  • Norms of interaction and interpretation (norma tutur). Norma tutur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. norma interaksi (norms of interaction), yang menunjuk pada dapat/tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. 2. norma interpretasi (norms of interpretation), dalam norma ini memungkinkan pihak yang terlibat dalam komunikasi untuk memberikan interpretasi terhadap mitra tutur. 
  • Genres (jenis tuturan), yang menunjuk pada jenis kategori kebahasaan yang sedang dituturkan, maksudnya bahwa jenis tutur akan menyangkut kategori wacana seperti percakapan, cerita, pidato, dan lain sebagainya.

Delapan komponen yang membentuk peristiwa tutur tersebut oleh Wadhaugh disebut dengan singkatan "SPEAKING".


Selain delapan komponen yang disingkat dengan "SPEAKING" tersebut, Dell H. Hymes juga mengutarakan komponen peristiwa tutur tersebut dalam bahasa Perancis yang disingkat "PARLANT", yaitu :
  • Participant, merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan (penutur dan mitra tutur).
  • Acte, merupakan bentuk dan isi ujaran yang digunakan oleh penutur.
  • Raison, yang meliputi purpose outcomes atau hasil yang ingin dicapai dari suatu peristiwa tutur, dan purpose goals atau tujuan yang ingin dicapai dalam suatu peristiwa tutur.
  • Locale, merupakan setting (latar) dan scene (suasana). Latar mengacu pada waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu kepada situasi psikologis dari peristiwa tutur.
  • Agents, yang meliputi channel (medium penyampaian tuturan) dan form of speech/bentuk tuturan (bahasa dan dialek yang dipakai).
  • Norms, yang terdiri dari norm of interpretation (mengacu pada sistem kepercayaan dalam suatu masyarakat) dan norm of interaction (mengacu pada kaidah yang mengatur tuturan).
  • Ton, merupakan cara, nada, atau semangat yang muncul dari suatu peristiwa tutur, yang dapat dilihat dari isyarat, gerak tubuh, gaya berpakaian, dan lain sebagainya.
  • Types, merupakan kategori-kategori dalam penyampaian pesan, seperti puisi, dongeng, peribahasa, orasi, dan lain sebagainya. 

Baca juga : Sosiologi Sastra

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian tindak tutur, jenis dan fungsi tindak tutur, serta peristiwa tutur.

Semoga bermanfaat.