Pengertian Manajemen Konflik, Tipe Dan Tahapan Manajemen Konflik

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Manajemen Konflik. Konflik seringkali terjadi dalam masyarakat, baik dalam masyarakat secara umum maupun masyarakat suatu organisasi. Banyak hal yang menjadi alasan untuk terjadinya konflik, seperti adanya perubahan atau perbedaan sosial budaya dalam masyarakat, adanya inovasi atau perubahan terhadap sesuatu hal yang tidak disertai dengan pemahaman yang benar tentang perubahan dimaksud, dan lain sebagainya.  Konflik sendiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi manakala terjadi perbedaan, tumpang tindih kepentingan dan kehendak. Wujud dari konflik dapat berupa sikap marah, perselisihan, pertengkaran, unjuk rasa, pengaduan ke pengadilan, pembiaran (apatis), mendiamkan (boikot), dan lain sebagainya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik diartikan sebagai :
  1. percekcokan, perselisihan, pertentangan.
  2. sastra : ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya).

Baca juga : Pengertian Konflik, Jenis, Faktor Penyebab, Dan Dampak Konflik

Manajemen konflik, secara umum dapat diartikan sebagai serangkaian aksi dan reaksi yang dilakukan oleh para pelaku konflik atau pihak ketiga secara rasional dan seimbang, yang dilakukan untuk pengendalian situasi dan kondisi perselisihan atau pertikaian yang terjadi antara beberapa pihak. Manajemen konflik juga dapat berarti sebagai suatu pendekatan yang berfokus pada proses untuk mengarahkan konflik dalam bentuk komunikasi dari pihak yang terlibat maupun dari pihak ketiga serta bagaimana masing-masing pihak mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Sedangkan Howard Ross menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen konflik adalah langkah-langkah yang diambil oleh pelaku atau pihak yang terlibat konflik guna mengarahkan perselisihan kepada arah tertentu untuk menghasilkan atau tidak menghasilkan penyelesaian konflik, dan mungkin atau tidak menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif.

Baca juga : Pengertian Akomodasi, Tujuan Serta Bentuk Akomodasi

Tipe Manajemen Konflik. Menurut Dawn M. Baskerville, manajemen konflik dapat dibedakan dalam enam tipe yaitu :

1. Avoiding (Menghindari).
Avoiding berarti upaya untuk menghindari suatu konflik agar tidak terlibat di dalamnya. Avoiding merupakan cara yang paling efektif dalam menjaga lingkungan agar terhindar dari konflik.  

2. Acomodating (Menampung).
Acomoding berarti upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu konflik dengan cara mengumpulkan semua pendapat dari para pihak yang sedang terlibat dalam konflik, sehingga organisasi dapat mencari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan salah satu pihak yang berkonflik. Cara ini akan merugikan salah satu pihak, sehingga memungkinkan untuk timbulnya suatu konflik baru.

3. Compromising (Kompromi).
Compromising berarti upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu konflik dengan cara memperhatikan semua pendapat dari para pihak yang sedang terlibat dalam konflik, dan memutuskan jalan keluarnya dengan tetap memperhatikan masukan dari para pihak dan mementingan kepentingan bersama. Sehingga sedapat mungkin akan didapat suatu keputusan yang adil dan tidak merugikan salah satu pihak. Terdapat empat bentuk dari compromising (kompromi), yaitu :
  • separasi, yaitu pihak yang terlibat konflik dipisahkan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di antara mereka.
  • atrasi, yaitu pihak yang berkonflik setuju dengan keputusan yang diambil oleh pihak ketiga atau penengah.
  • mengambil keputusan berdasarkan faktor kebetulan, yaitu suatu cara yang dilakukan dengan hal-hal sederhana tetapi tetap berpegang pada peraturan yang berlaku.
  • menyogok, yaitu memberikan imbalan untuk pihak yang mengambil keputusan dengan tujuan pihaknya dapat dimenangkan dalam konflik tersebut. Dalam satu sisi hal tesebut dapat diangga sebagai suatu kecurangan, tetapi semuanya bergantung pada masing-masing pihak yang menyelesaikan konflik tersebut.

4. Competing (Bersaing).
Competing merupakan cara penyelesaian suatu konflik yang juga biasa disebut dengan penyelesaian menang dan kalah. Competing berarti upaya penyelesaian suatu konflik di mana masing-masing pihak akan memperjuangkan kepentingannya dengan mengorbankan pihak yang lainnya. Dalam memenangkan konflik yang terjadi masing-masing pihak dapat mempergunakan kekuasaan yang mereka punya. Competing dapat dilakukan pada saat dalam keadaan darurat dan waktu yang mendesak.

5. Collaborating (Kolaborasi).
Colaborating artinya upaya penyelesaian konflik dengan cara bermitra untuk memperoleh hasil yang dapat memuaskan semua pihak yang sedang berkonflik. Semua pihak yang berkonflik akan berkolaborasi untuk memenuhi kepentingan masing-masing sehingga dapat memuaskan para pihak. Hal ini sangat efektif untuk menghadapi konflik yang sangat kompleks dan memerlukan untuk menemukan suatu solusi baru. Colaborating biasanya digunakan oleh para manajer untuk menghindari dari persepsi menang dan kalah, untuk menghasilkan suatu penyelesaian yang dapat memuaskan para pihak yang sedang berkonflik (win-win solution). 

6. Conglomeration (Mixtured Type).
Conglomeration berarti upaya penyelesaian konflik dengan cara mengkombinasikan kelima tipe manajemen konflik tersebut. Tipe manajemen konflik conglomeration membutuhkan waktu dan tenaga yang besar dalam proses penyelesaian suatu konflik.
Sedangkan menurut Kenneth W. Thomas dan Ralph H. Kilmann, manajemen konflik dapat dibedakan menjadi lima tipe yaitu :
  • Avoiding (Menghindari).
  • Acomodating (Menampung).
  • Compromising (Kompromi).  
  • Competing (Bersaing).
  • Colaborating (Kolaborasi).
Tahapan Manajemen Konflik. Menurut Stevenin terdapat lima tahapan untuk dapat memahami manajemen konflik dengan baik sehingga suatu organisasi akan lebih mudah dalam merumuskan strategi apa yang akan digunakan dalam menangani suatu konflik. Tahapan manajemen konflik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengenalan
Langkah pertama dalam manajemen konflik adalah mengenali masalah yang terjadi, bagaimana keadaan, situasi dan kondisi sekitar pada saat konflik terjadi, siapa saja yang terlibat dalam konflik, dan lain sebagainya.  Hal tersebut merupakan informasi awal yang sangat penting dalam manajemen konflik.

2. Diagnosis.
Setelah diperoleh informasi awal yang dibutuhkan berkaitan dengan konflik yang terjadi, maka selanjutnya melakukan analisis untuk mencari tahu apa penyebab dari konflik. Yang perlu diperhatikan dalam diagnosis adalah :
  • harus dilakukan dengan metode yang benar serta sudah teruji. 
  • fokus untuk menangani masalah utama dalam konflik.

3. Menyepakati Solusi.
Dari hasil diagnosis yang dilakukan, organisasi akan menemukan serta menentukan solusi yang dirasa paling tepat dalam penyelesaian konflik. Solusi yang diambil mesti dibicarakan bersama dengan para pihak yang terlibat dalam konflik dengan bantuan pihak ketiga sebagai penengah. Setelah itu para pihak yang terlibat dalam konflik harus melakukan kesepakatan bersama.

4. Pelaksanaan.
Setelah solusi dari konflik tersebut disepakati oleh para pihak, langkah selanjutnya adalah melaksanakan kesepakatan tersebut. Semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerma dan melaksanakan kesepakat tersebut dengan sebaik-baiknya. Yang perlu diperhatikan adalah kesepakatan yang telah dibuat jangan sampai berpotensi menimbulkan konflik yang lain. 

5. Evaluasi.
Evaluasi perlu dilakukan, hal ini untuk menilai pelaksanaan dari kesepakatan yang dibuat oleh para pihak apakah dapat berjalan dengan baik atau tidak. Hasil dari evaluasi nantinya dapat digunakan oleh organisasi sebagai pendekatan alternatif terhadap konflik lain yang mungkin akan terjadi.
Tujuan Manajemen Konflik. Terdapat beberapa tujuan dari manajemen konflik diantaranya adalah :
  • mencegah terjadinya gangguan terhadap anggota organisasi sehingga anggota organisasi dapat lebih fokus dalam bekerja meningkatkan produktivitasnya dan mewujudkan visi dan misi dari organisasi.
  • membantu menemukan jalan keluar atau jalan tengah dari konflik yang terjadi, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kreativitas anggota organisasi dengan mengambil manfaat dan hikmah dari konflik yang terjadi.
  • membangun rasa saling menghormati dan menghargai keberagaman antar sesama anggota organisasi, dengan demikian akan dapat menekan dan mencegah terjadinya suatu konflik di masa yang akan datang.
Manfaat Manajemen Konflik. Manfaat dari manajemen konflik diantaranya adalah :
  • sebagai sarana untuk mengevaluasi sistem. Maksudnya dengan adanya konflik maka organisasi dapat melakukan identifikasi apakah sistem yang diterapkan dapat berjalan dengan baik, perlu adanya peningkatan, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
  • meningkatkan dan mengembangkan kompensi. Penerapan manajemen konflik yang tepat dan didukung dengan strategi atau sistem yang baik akan membantu organsasi untuk mengembangkan kompetensinya terutama kompetensi non teknis. Selain itu, dengan adanya manajemen konflik akan meningkatkan kemampuan organisasi dalam menangani konflik internal sehingga ikatan organisasi akan semakin kuat.
  • menghasilkan pemecahan masalah yang lebih baik. Solusi terbaik dari suatu masalah terkadang muncul dari adanya perbedaan pendapat yang melibatkan banyak perspektif. Apabila hal tersebut dapat dikelola dengan baik maka akan dapat menghasilkan lebih banyak ide dan peluang dalam menghasilkan suatu solusi untuk memecahkan suatu masalah.

Demikian penjelasan berkaitan dengan manajemen konflik, tipe dan tahapan manajemen konflik

Semoga bermanfaat.