Sejarah Terbentuknya Het Herziene Indonesisch Reglement (H.I.R)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Sebagian besar kaidah-kaidah hukum acara perdata termuat dalam  Het Herziene Indonesisch Reglement (H.I.R) yang berlaku khusus untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah lain di luar Jawa dan Madura berlaku Rechtsreglement Buitengewesten (R.Bg). Selain dari kedua perundang-undangan tersebut, peraturan-peraturan hukum acara perdata juga termuat dalam :
  • Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (BW) dalam buku keempat dan Reglemen Catatan Sipil memuat pula peraturan-peraturan hukum acara perdata.
  • Undang-Undang Nomor : 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok kekuasaan Kehakiman.
  • Undang-Undang Nomor : 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
  • Undang-Undang Nomor : 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
  • Undang-Undang Nomor : 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
  • Undang-Undang Nomor : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • dan lain-lain berikut peraturan-peraturan turunannya dan ikutannya.


Pembentukan H.I.R di mulai pada tanggal 5 Desember 1846, saat Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen memberi tugas kepada Jhr. Mr. H.L. Wichers, Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung Tentara di Batavia, untuk merancang sebuah Reglement tentang administrasi, polisi, acara perdata dan acara pidana bagi golongan Indonesia. Bagi mereka pada waktu itu berlaku Staatblad 1819 Nomor : 20 yang memuat 7 pasal perihal hukum acara perdata.

Dalam waktu 8 bulan, yaitu pada tanggal 6 Agustus 1847, Jhr. Mr. H.L. Wichers selesai dengan rancangannya beserta peraturan penjelasannya. Dalam pembahasan rancangan Reglement tersebut, didengarkan pendapat para Hakim Agung. Di antara para Hakim Agung tersebut ada yang setuju dengan rancangan Wichers tersebut, dan ada pula yang menganggap bahwa rancangan Wichers tersebut terlalu sederhana. Sebagian dari para Hakim Agung tersebut menginginkan agar rancangan Reglement tersebut ditambah dengan lembaga penggabungan, penjaminan, intervensi, dan rekes sipil seperti apa yang terdapat dalam Reglement of de Burgerlijke Rechtsvordering (R.V).


Atas keberatan dan usul dari sebagian para Hakim Agung tersebut, Wichers tidak menyetujuinya. Menurut Wichers, apabila  rancangan Reglement tersebut ditambah dengan apa yang menjadi usulan para Hakim Agung tersebut, maka :
  • Reglement tersebut akan menjadi tidak terang dan tidak sederhana lagi.
  • Kalau memang dilakukan penambahan seperti usulan tersebut, maka sebaiknya yang diberlakukan adalah R.V saja.

Namun begitu, Wichers tetap mengakomodasi usulan dari para Hakim Agung tersebut dengan menambahkan suatu ketentuan penutup yang bersifat umum, yang setelah diubah dan ditambah kini menjadi pasal yang terpenting dari H.I.R, yaitu pasal 393 H.I.R termuat dalam bab kelima belas yang mengatur tentang berbagai aturan. Pasal tersebut merupakan pasal yang penting karena di dalamnya menyatakan dengan tegas bahwa H.I.R yang berlaku, akan tetapi apabila benar-benar dirasakan perlu dalam perkara perdata dapat dipergunakan peraturan lain yang lebih sesuai yaitu yang mirip dengan peraturan yang terdapat dalam R.V.


Rancangan Reglement dari Wichers tersebut akhirnya diterima oleh Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen dan diumumkan pada tanggal 5 April 1848 dengan Stbl. 1848 Nomor : 16 dengan nama Het Inlands Reglement atau disingkat I.R dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Pada tanggal 29 September 1849, I.R disahkan dan dikuatkan dengan Firman Raja Nomor : 93 dan diumumkan Stbl. 1849 Nomor : 63 dan oleh karena pengesahan ini I.R sifatnya menjadi Koninklijk besluit.

Dalam perjalanan waktu, I.R tersebut  mengalami beberapa kali perubahan dan penambahan. Perubahan yang mendalam terjadi pada tahun 1941, di mana ditambahkan tentang pendirian Lembaga Kejaksaan sebagai Penuntut Umum, yang anggota-anggotanya bukan lagi ditempatkan di bawah pamongpraja, melainkan langsung ada di bawah Jaksa Tinggi dan Jaksa Agung. Penuntut umum ini disebut parket dan merupakan kesatuan organisasi yang tidak terpecah-pecah (ondeelbaar). Oleh karena adanya perubahan tersebut, maka I.R selanjutnya disebut Het Herziene Indonesisch Reglement atau disingkat H.I.R. Dengan terjemahan yang telah dilakukan setelah Indonesia merdeka, maka H.I.R disebut R.I.B atau Reglement Indonesia baru.


Demikian penjelasan berkaitan dengan sejarah singkat tentang terbentuknya  Het Herziene Indonesisch Reglement atau disingkat H.I.R.

Semoga bermanfaat.