Dalam Hukum Acara Perdata dikenal adanya lima macam alat pembuktian atau cara pembuktian,
yaitu :
- Bukti tulisan
- Bukti saksi
- Persangkaan (Dugaan)
- Pengakuan
- Sumpah
gambar : informasiahli.com |
Baca juga : Dapatkah Perkara Perdata Diproses Menjadi Perkara Pidana ?
1. Bukti Tulisan
Bukti tulisan bisa merupakan akta-akta ataupun surat-surat lainnya. Yang dimaksud dengan akta adalah sebuah surat yang ditandatangani dan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti. Akta terbagi menjadi dua macam, yaitu :
- Akta authentik (resmi), adalah surat yang dibuat dengan bentuk-bentuk tertentu oleh atau dihadapan pejabat yang berkuasa membuatnya, seperti notaris, juru sita, pegawai catatan sipil, dan lain sebagainya.
- Akta di bawah tangan (onderhands acte), adalah akta yang dibuat pihak-pihak yang berkepentingan tanpa perantaraan pejabat resmi.
Sedangkan surat-surat lainnya adalah surat-surat yang bukan merupakan akta, misalnya surat-surat biasa, faktur, kuitansi, karcis, dan lain-lain.
2. Bukti Saksi
Bukti saksi adalah pernyataan seseorang mengenai sesuatu peristiwa atau keadaan. Orang menjadi saksi harus disumpah terlebih dahulu dan tidak ada hubungan keluarga, telah dewasa, tidak sakit ingatan, dan sebagainya.
Dalam suatu proses persidangan, diperlukan sedikitnya dua orang saksi. Dalam hal ini berlaku ketentuan, bahwa satu orang saksi bukanlah merupakan saksi. Keterangan-keterangan yang diberikan oleh para saksi ini menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara yang ditanganinya.
3. Persangkaan (Dugaan)
Persangkaan adalah kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang telah diketahui. Dari keterangan para saksi dan bukti-bukti yang ada dalam persidangan, hakim haruslah dapat merekonstruksikan peristiwa hukum yang menjadi sengketa. Dengan begitu majelis hakim akan mempunyai keyakinan dalam memutus perkara yang sedang ditanganinya.
3. Persangkaan (Dugaan)
Persangkaan adalah kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang telah diketahui. Dari keterangan para saksi dan bukti-bukti yang ada dalam persidangan, hakim haruslah dapat merekonstruksikan peristiwa hukum yang menjadi sengketa. Dengan begitu majelis hakim akan mempunyai keyakinan dalam memutus perkara yang sedang ditanganinya.
4. Pengakuan
Pengakuan adalah pernyataan sesuatu pihak mengenai peristiwa tertentu atau sesuatu hak. Pengakuan yang diberikan oleh para pihak dalam suatu persidangan haruslah diuji kebenarannya. Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti-bukti yang ada selama proses persidangan, kiranya hakim dapat mengambil suatu kesimpulan mengenai kebenaran dari pengakuan para pihak tersebut. Apabila pengakuan dari kedua belah pihak sesuai dan keterangan para saksi dan bukti yang ada mendukung, pastilah majelis hakim dengan penuh keyakinan dapat segera memutuskan perkara yang ditanganinya.
5. Sumpah
Adapun yang dimaksud dengan sumpah adalah pernyataan dengan segala keluhuran untuk memberikan janji atau keterangan dengan disaksikan Tuhan dan sanggup menerima segala hukumannya.
Sumpah terbagi menjadi :
- Sumpah penentuan (decisoire), adalah sumpah atas permintaan salah satu pihak untuk menentukan sesuatu perkara apabila kekurangan bukti-bukti lain. Pihak yang bersumpah lazimnya adalah pihak yang dimenangkan.
- Sumpah tambahan (suppletoire), adalah sumpah yang diperintahkan hakim pengadilan karena jabatannya untuk melengkapi bukti-bukti yang ada namun kurang lengkap.
Sumpah dilakukan oleh para pihak berdasarkan agama dan keyakinan dari para pihak yang diambil sumpahnya tersebut.
Demikian penjelasan berkaitan dengan alat-alat pembuktian dalam hukum acara perdata. Tulisan tersebut bersumber dari buku Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, karangan Drs. C.S.T. Kansil, SH.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.