Seperti pada sistem pembiayaan lainnya, leasing juga memerlukan jaminan-jaminan tertentu agar dana yang telah dikeluarkan oleh lessor ditambah dengan keuntungan-keuntungan tertentu dapat diterimanya kembali oleh lessor. Meskipun begitu, jaminan dalam leasing masih tidak begitu krusial dibandingkan dengan jaminan untuk perjanjian kredit misalnya. Sebab dalam leasing, justru barang modal itu sendiri yang menjadi jaminan hutang yang cukup efektif. Dalam praktek, kadang dibutuhkan berbagai jaminan lain untuk lebih menjamin hak-hak dari lessor. Masing-masing jaminan tersebut berkedudukan kumulatif satu sama lain.
gambar : bankgaransi.net |
Jaminan Hutang Dalam Leasing. Jaminan-jaminan hutang untuk leasing yang seringkali dipraktikkan dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Jaminan Utama.
Jaminan utama pada transaksi leasing adalah keyakinan dari lessor bahwa lesse akan dan sanggup membayar kembali cicilan sebagaimana mestinya. Untuk sampai pada keyakinan tersebut, lessor harus hati-hati menganalisis keadaan lessee. Analisis terhadap lessee tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Prinsip 5 C. Metode yang sangat populer untuk menilai kemampuan lessee adalah pemberlakuan prinsip 5 C, yaitu yang terdiri dari Character, Capacity, Capital, Condition of economy, dan Collaterals.
- Prinsip 5 P. Prinsip 5 P ini juga sering dipraktekkan. Prinsip ini terdiri dari unsur-unsur Party, Purpose, Patment dalam arti sumber pembayaran yang jelas, Profitability, dan Protection dalam arti perlindungan atas perusahaan dan atas jaminan.
- Prinsip 3 R. Prinsip 3 R ini terdiri dari unsur-unsur Return, dalam arti hasil yang dicapai oleh lessee untuk mencicil kembali hutangnya, Repayment, dalam arti misalnya penetapan schedule pengembalian kredit yang sesuai dengan kemampuan lessee, dan Risk Bearing Ability, dalam arti kemampuan lessee dalam hal adanya resiko-resiko tertentu.
Baca juga : Perjanjian Penanggungan (Borgtocht) Dan Berakhirnya Perjanjian Penanggungan (Borgtocht)
2. Jaminan Pokok.
Jaminan pokok ini berupa barang modal hasil pembelian dan transaksi leasing itu sendiri. Berbeda dengan yang yang dibeli dengan perjanjian kredir, barang yang dibeli dengan transaksi leasing tetaplah menjadi milik lessor, dan tidak beralih menjadi miliknya lessee sebelum "hak opsi" dipergunakan oleh lessee. Dengan demikian kedudukan lessor dalam posisi cukup aman, namun demikian terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kedudukan lessor kurang aman walaupun sudah ada jaminan pokok tersebut, yaitu :
- Karena barang modal yang bersangkutan tidak lepas dari resiko-resiko tertentu.
- Karena bila lessee beritikad tidak baik, bisa saja keberadaan barang modal tersebut menjadi tidak aman.
- Dalam hal bayaran angsuran macet, dan lessee tidak kooperatif, maka satu-satunya jalan untuk dapat mengambil kembali barang modal adalah lewat gugatan biasa ke pengadilan, yang akan membutuhkan waktu yang lama, biaya yang tidak sedikit, dan amortisasi harga barang modal.
Jaminan tambahan untuk leasing pada prinsipnya tidak jauh beda dengan jaminan yang diberikan untuk suatu perjanjian kredit. Walaupun peran jaminan tambahan ini dalam leasing tidak begitu krusial dibandingkan dengan jaminan pada kredit bank. Hal ini dikarenakan memang hakikat dari leasing yang berbeda dengan suatu jaminan bank. Sering dikatakan bahwa kredit bank sangat collateral minded, sementara leasing lebih business minded. Jaminan tambahan atas transaksi leasing tersebut dapat berupa :
- Jaminan kebendaan, seperti fidusia, gadai saham, bahkan mungkin juga hipotik jika hal tersebut untuk leasing atas benda tetap seperti tanah.
- Jaminan perorangan, seperti personal garansi, corporate garansi, ataupun bank garansi.
- Dapat juga dimintakan jaminan semata-mata kontraktual, seperti kuasa menjual barang modal ataupun pengakuan hutang.
Baca juga : Fidusia Dan Jaminan Fidusia
Yang menjadi persoalan, apakah memang jaminan kebendaan tersebut diperlukan oleh lessor, mengingat barang modal tersebut masih merupakan miliknya lessor ? Jawabannya bahwa jaminan-jaminan tambahan tersebut, paling tidak dalam praktek, memang masih diperlukan karena alasan-alasan sebagai berikut :
- Jaminan-jaminan tambahan tersebut bersama-sama akan berfungsi ibaratnya double cover, artinya jika karena alasan apapun jaminan yang satu gagal dieksekusi, maka masih dapat dipakai jaminan yang lain.
- Untuk memudahkan dalam eksekusi jaminan hutang.
- Karena alasan tertib dokumentasi. Karena meskipun barang modal tersebut merupakan milik lessor, tetapi untuk alasan agar lebih praktis, ada sebagian dokumen yang langsung di atas namakan pihak lessee. Karenanya diperlukan bentuk-bentuk jaminan seperti biasanya barang milik debitur, misalnya jaminan berupa hipotik, fidusia, atau kuasa jual.
Baca juga : Pengertian Bank Garansi Serta Tujuan Dan Dasar Hukum Bank Garansi (Bank Guarantee)
Demikian penjelasan berkaitan dengan jaminan hutang dalam leasing. Tulisan tersebut bersumber dari buku Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, Munir Fuady, SH, MH, LLM.
Semoga bermanfaat.