Pemilik Barang Modal Dalam Leasing

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Istilah leasing berasal dari kata lease, yang berarti sewa menyewa. Karena memang pada dasarnya leasing adalah sewa menyewa atau dapat dikatakan bahwa leasing yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai "sewa guna usaha" merupakan satu bentuk derivatif dari sewa menyewa. Pengertian leasing sendiri menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1169/KMK.01/1991 tentang  Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah :
  • Suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hal opsi (operating lease) untuk dipergunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Baca juga : Pengertian Leasing

Menilik dari transaksi leasing, bahwa yang sebenarnya terjadi tidak lain dari pengembangan sewa menyewa konvensional. Karena itu, seperti biasanya dalam hubungan antara yang menyewakan dengan penyewa, maka yang menjadi pemilik yuridis dari benda yang menjadi obyek sewa tersebut adalah pihak yang menyewakan benda. Bukan pihak penyewa benda yang bersangkutan. Kepada penyewa hanya diberikan hak untuk menguasai dan mempergunakan  atau menikmati hasil dengan batasan-batasan seperti yang disebutkan dalam perjanjian sewa-sewa yang bersangkutan.

Pertanyaan yang kemudian muncul dalam leasing adalah siapakah yang sebenarnya pemilik barang modal ?
  • Ketentuan kepemilikan dalam hal sewa menyewa konvensional pada prinsipnya juga masih dianut dalam suatu kontrak leasing. Hanya saja, dalam suatu kontrak leasing, kadangkala kepada pihak lessee diberikan kesempatan untuk memiliki barang modal, yaitu apabila lessee menggunakan hak opsi beli, dalam hal leasing yang memberikan hak opsi beli atas barang modal tersebut. Artinya adalah pihak lessee secara yuridis berubah fungsinya dari hanya penyewa menjadi pemilik barang leasing tersebut pada saat lessee menggunakan hak opsi belinya. Biasanya, jika lessee ingin menggunakan hak opsi belinya, dia harus membayar sejumlah uang tertentu kepada lessor. Dan, apabila karena alasan apapun, pihak lessee tidak menggunakan hak opsi belinya, maka dia tetap saja bersatatus sebagai penyewa, sampai dengan kontrak leasing berakhir.

Baca juga : Perjanjian Sewa Menyewa

Hanya saja dalam praktek, karena alasan-alasan praktis, terdapat konstruksi hukum yang tidak konsisten dengan pemilikan yuridis dari lessor. Sehingga, sungguhpun secara praktis konstruksi tersebut barangkali masih ada gunanya, tetapi secara teoritis juridis, jelaslah salah kaprah. Konstruksi "salah kaprah" dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Fidusia sebagai jaminan tambahan.
Seringkali dalam suatu kontrak leasing, lessor minta jaminan tambahan berupa fidusia atas barang leasing tersebut. Pengaturan fidusia ini bersatu dalam kontrak leasing, meskipun terkadang dibuat dengan akta fidusia tersendiri. Konstruksi juridis seperti itu dianggap salah, karena barang leasing sebenarnya masing kepunyaan lessor. Konstruksi yang benar dari jaminan fidusia adalah di mana lessee memiliki barang tersebut.

Baca juga : Fidusia Dan Jaminan Fidusia

2. Kuasa jual sebagai jaminan kontraktual.
Dalam praktek, sering terjadi lessee memberikan kuasa kepada lessor untuk menjual barang leasing seandainya angsuran atas harga barang leasing tersebut macet. Padahal lessor merupakan pemilik barang leasing, sementara status lessee hanya semacam penyewa saja, tentunya kuasa jual dari lessee tersebut tidak perlu, karena seharusnya kuasa jual diberikan oleh pihak pemilik barang bukan pihak penyewa.

Baca juga : Perjanjian Pemberian Kuasa

3. Pengakuan hutang.
Pengakuan hutang oleh lessee terhadap lessor juga disyaratkan dalam suatu leasing. Pengakuan hutang yang dibuat dihadapan notaris dengan irah-irah 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa', sudah dapat diduga bahwa tujuannya adalah agar memudahkan dalam eksekusi. Dengan adanya akta pengakuan hutang dalam suatu transaksi leasing dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan kepemilikan dari barang leasing tersebut, sebab apabila lessee dianggap berhutang atas harga barang, berarti kepemilikan barang tersebut sudah beralih menjadi miliknya lessee, sehingga karenanya timbullah hutang.

Baca juga : Pengertian Akta Pengakuan Hutang

4. Dokumen atas nama lessee.
Dengan alasan menghemat biaya dan waktu, seringkali barang leasing sudah langsung diatas namakan lessee. Padahal seharusnya barang leasing itu milik lessor, maka semestinya barang tersebut dialihkan terlebih dahulu ke pihak lessor, baru kemudian setelah hak opsi dipergunakan, maka hak tersebut dialihkan sekali lagi ke pihak lessee.

Baca juga : Dokumen Yang Diperlukan Dalam Leasing

Demikian penjelasan berkaitan dengan pemilik barang modal dalam leasing. Tulisan tersebut bersumber dari buku Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, karangan Munir Fuady, SH, MH, LLM.

Semoga bermanfaat.